webnovel

Di Ruby & Co

Haoran membantu Emma menata barang-barang mereka di kamar dan kemudian mereka menikmati sarapan yang disediakan di ruang makan. Setelah beristirahat sejenak, mereka lalu mandi dan bersiap-siap berangkat ke pusat perbelanjaan.

"Kau terlihat cantik," komentar Haoran sambil merapikan kerah mantel Emma saat mereka hendak keluar dari suite.

Emma menatap Haoran dengan bibir setengah terbuka. Ia tahu Haoran selalu memperlakukannya dengan baik, tetapi rasanya setelah pemuda itu melamarnya kemarin, ia bisa bersikap jauh lebih manis lagi.

"Terima kasih," kata Emma sambil tersenyum. Ia memiliki lebih banyak gaun yang cantik setelah Haoran membelikannya banyak pakaian feminin saat tahun lalu ia pertama kali mengajak Emma berlayar. Mereka juga menyempatkan diri berbelanja mantel dan perlengkapan untuk cuaca dingin sebelum berangkat ke Swiss.

"Ayo.. kita berbelanja," kata Haoran sambil menarik tangan Emma keluar. Mereka diantar supir ke sebuah pusat perbelanjaan kelas atas di pusat Kota Shanghai. Saat mereka turun dari mobil, keduanya segera menarik perhatian banyak orang karena penampilan Emma yang tidak biasa.

Gadis itu memang sangat cantik. Ia terlihat seperti peri atau dewi dari kahyangan. Rambutnya yang biasa disanggul sederhana di atas kepalanya, kali ini dibiarkannya tergerai ke pinggangnya karena udara dingin.

Emma mengenakan gaun selutut berwarna biru muda dan mantel kulit berwarna krem dan sepatu boot selutut. Di lehernya mengalung sehelai syal wool berwarna biru tua.

Walaupun Emma bisa menghangatkan dirinya dengan udara panas, tetapi ia tak ingin menarik perhatian orang yang tentu akan dapat merasakan panas dari tubuhnya. Karena itulah ia sengaja mengenakan semua perlengkapan musim semi seperti orang-orang kebanyakan.

"Kau mau membeli apa untuk ibumu?" tanya Emma.

"Aku akan membelikannya mantel dan syal untuk menghangatkan diri, serta satu buket bunga yang cantik," kata Haoran.

"Ah, pilihan bagus," kata Emma.

Ia sangat jarang berjalan-jalan ke pusat perbelanjaan dan tidak tertarik berbelanja barang. Di apartemennya pun Emma hanya memiliki sedikit barang pribadi. Apalagi, jika memang setahun lagi ia akan pergi ke Akkadia.. maka ia tidak ingin diberati oleh barang-barang.

"Tapi sebelumnya, ada sesuatu yang ingin kubeli," kata Haoran sambil tersenyum misterius. Ia menarik tangan Emma menuju lift dan setelah berada di dalam ia memencet tombol ke lantai tertinggi.

Mall tempat mereka berada ini sangat besar dan mewah, dengan 20 lantai yang sepertinya dibagi berdasarkan tingkat keeksklusivan mereknya. Semakin tinggi lantainya, maka semakin terkenal mereka yang ada di sana dan semakin mahal harganya.

Haoran membawa Emma ke lantai 20. Ia membuka ponselnya dan memeriksa sesuatu lalu menoleh ke arah Emma. "Tempatnya ada di ujung lorong sebelah kiri. Mereka sebenarnya menawarkan untuk mendatangi kita di hotel untuk membawakan barang-barangnya, tetapi kurasa itu terlalu merepotkan dan membuang waktu, jadi aku bilang kita yang datang."

"Oh, begitu ya? Ini toko apa?" tanya Emma. Ia celingak-celinguk ke kanan dan kiri untuk memperhatikan toko apa saja yang ada di sekitar mereka.

"Ini toko perhiasan," kata Haoran santai.

"Oh... kau mau membelikan perhiasan untuk ibumu?" tanya Emma.

Haoran tidak menjawab, hanya tersenyum tipis. Mereka telah tiba di toko yang ia maksudkan. Emma melihat nama tokonya dan segera mengerti apa yang ingin dilakukan Haoran.

Ruby & Co adalah toko perhiasan paling eksklusif di dunia dengan cabang di banyak kota besar. Gadis-gadis yang mendapatkan kotak kado dengan logo Ruby & Co akan merasa sangat bahagia karena mereka tahu barang paling murah di toko itu saja seharga sebuah mobil.

Ia kerap mendengar teman-temannya di kelas kerap menggosipkan selebriti yang baru diberi hadiah mahal oleh kekasih atau sponsor mereka sehingga ia mengetahui informasi itu.

"Astaga... kau membawa uang sebanyak itu?" tanya Emma sambil mengerutkan keningnya. "Kau bilang uang sakumu hanya cukup untuk membayar guru les satu tahun di muka."

Haoran tertawa kecil mendengar kata-kata Emma. "Uhm... itu tahun kemarin. Setelah aku mulai magang di kantor ayahku, aku mulai mendapatkan penghasilan dan bulan lalu aku juga sudah mendapatkan transferan uang sangat banyak untuk kugunakan sesukaku. Sudah kubilang, akhir-akhir ini ayahku mulai waras."

"Oh..." Emma hanya bisa memandangi logo Ruby & Co dan merenung saat seorang staf membuka pintu dan mempersilakan mereka masuk. Di etalase jelas-jelas tertulis "TUTUP".

"Tuan Muda Lee? Silakan masuk. Saya Clara. Kami telah menunggu Anda," katanya dengan hormat. Setelah ia mempersilakan keduanya duduk, ia segera datang membawa satu poci teh langka dan dua buah cangkir. "Silakan diminum dulu."

"Bukankah toko ini tutup?" tanya Emma sambil menunjuk papan tanda di etalase.

Wanita berusia akhir 30-an itu hanya tersenyum lebar. "Ah, begitu Tuan Muda Lee mengatakan ia akan datang bersama calon istrinya, tentu saja kami tidak bisa menerima klien lain. Kami sengaja menutup toko hingga Tuan dan Nona selesai mencari perhiasan yang Anda sukai. Silakan, santai saja..."

Emma tertegun mendengarnya. Ia sudah tahu Haoran berasal dari keluarga kaya, tetapi ia masih belum terbiasa dengan perlakuan orang-orang terhadap sang tuan muda ini. Tadi pagi, General Manager hotel tempat mereka menginap turun dari kantornya dan menyambut sendiri Haoran bersama dengan barisan para staf.

Lalu kini, di toko perhiasan paling eksklusif di dunia, staf sengaja menutup tokonya agar Haoran dan Emma dapat berbelanja sesukanya tanpa gangguan. Beginikah kehidupan orang super kaya di bumi? Mereka diperlakukan benar-benar seperti raja.

Dalam hati Emma merasa bersalah karena dirinya akan membuat Haoran kehilangan semua itu. Mengapa Haoran ingin meninggalkan kemewahan dan hidup mudah di bumi untuk mengikutinya?

"Kami sedang buru-buru, jadi tolong segera perlihatkan saja semua pilihan perhiasan yang kalian miliki, agar Emma bisa memilih apa yang disukainya," kata Haoran dengan sopan.

"Oh.. benarkah? Baiklah. Sebentar. Saya akan memanggil staf lain untuk membantu saya," Clara mengangguk sambil tersenyum manis dan segera masuk ke dalam ruangan. Ia kembali lima menit kemudian bersama seorang rekannya dengan membawa satu troli berisi berbagai macam kotak beludru berwarna hitam yang terlihat sangat elegan.

"Emma... karena kita akan menikah, aku ingin kau yang memilih cincinnya," kata Haoran. "Aku laki-laki dan tidak peduli dengan model dan bahan cincin yang harus kupakai, tetapi mungkin kau punya preferensi?"

Emma menelan ludah saat melihat Clara membuka satu persatu kotak beludru itu dan menunjukkan isinya. Matanya hampir menjadi silau saat melihat ada begitu banyak cincin cantik dari berbagai desain yang dipajang di sana. Mulai dari emas putih (platinum), emas kuning, bertatahkan berlian berkarat besar, ada yang menggunakan batu rubi, safir, mutiara, ada juga cincin yang berbahan jade (giok). Semuanya terlihat begitu menyilaukan mata.

Emma tidak tahu harus memilih yang mana.

"Semuanya bagus," aku gadis itu. "Mungkin aku harus menutup mata dan memilih salah satu?"

"Astaga.. kau ini," Haoran geleng-geleng kepala. Ia mengerutkan keningnya dan menatap Emma. "Kau menyukai berlian atau tidak?"

Emma menggeleng. "Buatku mereka sama saja dengan batu mulia lainnya. Berlian sebenarnya tidak langka. Perusahaan berlian yang memonopoli penjualannya sengaja menyimpan stok berlian dari pasaran agar harga berlian tetap mahal."

Haoran tersenyum mendengar kata-kata Emma. Ia tahu Emma tidak suka berbelanja dan ia lebih senang lagi saat melihat Emma sama sekali tidak superfisial. Ia lalu mengambil sebuah cincin platina dari sebuah kotak kecil dan menaruhnya di telapak tangan Emma. Cincin itu memiliki batu topaz yang cantik sebagai hiasannya.

"Ini seperti warna matamu. Aku menyukainya," kata Haoran sambil menatap Emma dengan pandangan penuh cinta. "Bagaimana menurutmu?"

Emma memandang cincin itu dan Haoran bergantian, lalu mengangguk. "Aku suka sekali."

Haoran mencium Emma tanpa malu-malu dan kemudian menoleh kepada Clara. "Kami mau cincin itu. Tolong ambilkan pasangannya, yang untuk laki-laki."

Wajah Clara tampak keheranan. Cincin berbatu topaz tidak semahal cincin berlian. Mengapa gadis ini tidak memilih barang yang lebih mahal? pikirnya.

Seolah dapat membaca pikirannya, Haoran lalu menambahkan. "Kami juga meminta kalung mutiara paling mahal di sini untuk hadiah bagi ibuku. Tolong dibungkus dengan baik, ya."

Wajah Clara seketika berubah berseri-seri. Ia membereskan kotak-kotak beludru berisi semua cincin yang tidak dipilih. Rekannya dengan sigap datang membawa beberapa kotak berisi kalung mutiara air asin yang paling mahal agar Haoran memilihnya.

Pemuda itu dengan cepat menunjuk satu kalung tanpa menanyakan harganya. Dengan wajah berseri-seri sang pegawai segera membungkuk hormat dan masuk ke dalam ruangannya untuk membungkus hadiah kalung itu.

Emma menyentuh lengan Haoran. "Kau mengeluarkan uang banyak sekali."

Haoran hanya mengangkat bahu. "Uangku tidak berguna di Akkadia. Lebih baik secepatnya kuhabiskan... hehe."

Emma hanya bisa menatap Haoran dengan pandangan tidak percaya. Haoran sungguh sangat santai menghadapi ini semua, pikir gadis itu.

Ahh... I love love love Haoran!!

Missrealitybitescreators' thoughts