webnovel

Aku Mau Hadiah

Minggu ujian benar-benar menguras energi dan pikiran Emma. Ia bukan hanya memikirkan ujiannya sendiri, melainkan ujian kelima muridnya di kelas F. Setiap hari setelah selesai ujian, ia akan membahas soal-soal yang tadi mereka kerjakan. Haoran tampaknya paling berhasil dibanding teman-temannya. Pemuda itu memang sangat serius dengan ambisinya pindah ke kelas A.

Yang lain-lain tampak mulai mengejar, tetapi menurut Emma, mereka perlu waktu seluruh satu semester mendatang untuk meningkatkan nilai-nilai mereka, bekerja keras setiap minggu tanpa henti untuk benar-benar bisa masuk kelas A.

"Bagaimana menurutmu? Aku pintar, kan?" tanya Haoran dengan sepasang mata berbinar-binar saat menyelesaikan soal Matematika yang diberikan Emma, seperti seekor anjing yang bangga telah berhasil mengambil kayu yang dilemparkan majikannya dan kini berharap diberi tulang.

Untuk sesaat Emma terkesima melihat ekspresinya.

"Uhm... jawabanmu benar," jawab gadis itu sambil mengangguk. Haoran tampak kecewa karena Emma bahkan tidak memberinya senyuman atas keberhasilannya. Gadis ini benar-benar tidak peka, pikirnya.

"Emma.. kau harus memberi motivasi kepada muridmu agar bekerja lebih keras." kata Haoran kemudian sambil duduk di samping Emma. "Aku minta hadiah kalau nilaiku bisa menyamai nilai anak-anak kelas A."

Emma mengerutkan keningnya menatap Haoran keheranan. "Hadiah dariku?"

Haoran mengangguk. "Benar."

"Kau mau hadiah apa?" tanya Emma.

Seulas senyum terkembang lebar di wajah Haoran saat ia melipat tangannya di depan dada dan menjawab. "Aku ingin pergi kencan denganmu di Paris."

Saat itu juga terdengar teriakan keempat temannya dan buku-buku yang dilempar ke udara.

"Akhirnyaaaa..." seru mereka berbarengan sambil tertawa-tawa.

Secara bersamaan Emma dan Haoran menoleh kepada mereka dengan mata menyipit.

"Hei.. kerjakan soalnya, jangan mengganggu urusan orang dewasa," omel Haoran seolah memarahi anak-anaknya yang nakal. Emma sendiri merasakan wajahnya memanas. Astaga.. inikah dia? Akhirnya Haoran terang-terangan mengajaknya kencan.. dan di Paris pula.

Pemuda ini memang lihai, pikir Emma sambil mengerling ke arah Haoran. Ia sama sekali tidak marah. Malah dalam hati ia diam-diam merasa senang karena Haoran sama sekali tidak norak dalam mendekatinya. Pemuda itu juga mencari waktu yang tepat, setelah mereka kenal cukup lama dan berinteraksi intens sebagai teman, dan kemudian membuktikan kemampuannya, barulah ia dengan jantan mengajak Emma kencan. Di Paris.

"Jadi?" Haoran kembali menoleh ke arah Emma.

Gadis itu berusaha menyembunyikan semu merah pada pipinya tetapi gagal. Akhirnya ia mengangguk. "Baiklah."

Haoran balas mengangguk. Wajahnya terlihat berseri-seri.

***

"Astaga... tidak terasa, hari ini kita akan belanja, minggu depan nilai-nilai akan keluar, dan minggu depannya lagi akan mencium lukisan Monalisa... Yeahhh!!" Nadya tampak bersemangat ketika membereskan buku-bukunya ke dalam tas. Ujian di hari terakhir ini adalah Kimia dan soalnya cukup berat. Bahkan murid-murid kelas 2A lega saat ujiannya berakhir.

Ia menarik tangan Emma dan Mary keluar kelas dengan terburu-buru karena supir keluarganya telah menjemput untuk mengantar mereka ke mall.

[Selamat atas ujiannya. Kalian sudah bekerja dengan baik.] Emma menyempatkan diri mengirim SMS kepada semua muridnya saat duduk di samping Mary di mobil. Nadya duduk di depan, di samping supirnya.

[Kami punya guru les yang bagus.] Datang balasan dari Haoran dengan emoticon mengedip.

Emma tersenyum membaca pesan Haoran dan menyimpan ponselnya. Ah... benar juga. Ia ingat kemarin Haoran mengajaknya kencan di Paris saat karyawisata. Mungkin ia perlu membeli pakaian yang pantas untuk dipakai berkencan?

Selama ini Emma hanya punya sedikit pakaian. Rata-rata kemeja polos dan jeans serta sneaker, karena kepraktisannya. Ia belum pernah mengenakan gaun dan tidak pernah membelinya.

"Uhm... kalian sepertinya jago memilih pakaian. Mungkin aku akan perlu bantuan kalian untuk memilihkanku gaun..." katanya dengan suara sangat pelan.

Mary dan Nadya serentak menoleh ke arahnya.

"Ahh... tentu saja!!"

Kedua gadis itu memang gadis tulen. Mereka pandai berdandan dan dengan penuh semangat memilihkan berbagai gaun cantik untuk Emma. Setelah keluar masuk toko dan mencoba banyak sekali pakaian dan aksesoris, akhirnya Emma pulang dengan dua gaun musim panas, sandal tali berwarna merah yang cantik, dan topi musim panas yang lebar.

"Musim panas di Paris sama panasnya dengan cuaca Singapura. Kita akan perlu topi untuk melindungi kulit kita dari paparan sinar matahari seharian saat kita di luar," nasihat Nadya. Emma akhirnya hanya bisa mengiyakan.

Ia kembali mencoba kedua gaun itu setelah tiba di rumah dan diam-diam mengakui bahwa ternyata ia sangat cantik saat mengenakan pakaian yang feminin. Nadya dan Mary punya selera yang bagus, pikirnya.

***