Dahulu kala, kehidupan bawah begitu makmur dan damai. Bolonti-bolonti bekerjasama dalam segala hal baik pemenuhan kebutuhan sehari-hari maupun kebutuhan lainnya. Mereka bekerjasama bukan tanpa alasan melainkan keadaan yang memaksa mereka melakukannya. Keadaan geografis kehidupan bawah yang tertutup dari kehidupan lain dan tidak tahu bagaimana cara keluar dari tempat misteri ini.
Wilayah kehidupan bawah dibatasi Kubah yang sangat kuat, tidak dapat ditembus apapun termasuk Okud, juga tidak dapat menembus dinding kubah. Kubah mengitari dan melingkupi seluruh daratan dan perairan wilayah kehidupan bawah. Kesegalah arah atau penjuru tertutup Kubah. Satu-satunya jalan keluar dari wilayah kehidupan bawah ini hanya melalui pusaran air. Namun para bolonti tidak mengetahui hal ini. Mereka hanya mempercayai bahwa segala yang ada disana adalah takdir yang mereka harus terima dengan lapang dada. Adapun untuk keluar dari kehidupan bawah hanya jika kubah dapat ditembus. Namun masih belum ada cara untuk bisa menembus kubah.
Hari-hari kemakmuran dan kedamaian yang dilalui para bolonti berubah setelah Ratu mulai ambisius akan kepercayaannya bahwa ada kehidupan lain selain kehidupan bawah. Ratu berambisius untuk memperluas kekuasaannya. Segala sumber daya diarahkannya pada keputusan untuk keluar dari kehidupan bawah. Ia pun membangun bangunan tinggi dan megah dengan memaksa semua bolonti bekerja. Bangunan tinggi yang dibuatnya guna untuk mencapai Kubah sehingga bisa membukannya. Hal ini tidak lain dilakukannya karena sebelumnya telah mencoba membuka kubah dari sisi lain namun masih saja gagal. Ratu memaksa para bolonti bekerja tanpa henti membangun bangunan tinggi. Ada yang menuruti keinginannya, ada yang menolak keinginan ratu.
Bagi mereka yang menolak keinginan ratu, siang terik matahari yang begitu menusuk, Para bolonti yang bekerja mulai mengeluarkan keringat banyak, rasa haus mulai menusuk tenggorokan, namun air minum belum juga datang. Begitu pula lapar yang mulai membakar perut kosong. Entah apa yang dilakukan Ratu pada kaumnya sendiri. Begitu tega membiarkan kaumnya tertindas oleh dirinya demi ambisinya untuk keluar dari kehidupan bawah. Padahal kehidupan bawah telah memiliki sumber daya melimpah. "karja (kerja)!", teriak pasukan ratu pada salah satu bolonti yang tampak lemah dan tidak mampu mengangkat batu bangunan.
Bagi mereka yang mematuhi perintah ratu, kenikmatan yang mereka peroleh baik dari minuman menyegarkan tenggorokan maupun makanan lezat. Posisi penting dalam sistem Ratu mereka dapatkan. Bukan bekerja dilapangan melainkan bekerja didalam ruangan menyejukan, tidak terganggu udara kotor seperti para bolonti yang bekerja di lapangan. Beberapa bolonti menolak kerja paksa, memberontak ketika mereka merasa lelah.
"tumpoe a eno (patahkan kaki)!", teriak salah satu pasukan ratu.
Salah satu pasukan Ratu mendekati pemberontak dan tanpa ampunan langsung menebas kakinya hingga darah yang berwarna kuning menyembur kesana sini. Pemandangan yang sangat mengerikan, pemandangan yang membuat takut para pemberontak untuk bergerak. Mereka pun bekerja tiada henti walau dalam keadaan terpaksa.
Beberapa diantara mereka yang telah merasa sangat lelah, mencoba terbang pergi, namun belum juga terbang jauh sekelompok pasukan ratu mengejarnya.
"tumpoe sayapuno (patahkan sayapnya)!", teriak pasukan ratu.
Tidak ada jalan keluar dari penyiksaan ratu bagi para kontu selain harapan. Ya, harapan akan datangnya penyelamat bagi penderitaan mereka. Namun mereka tidak tahu, kapan dan dimanakah penyelamat itu. Seperti apakah penyelamat itu, apakah dia seorang perempuan atau seorang laki-laki, tidak ada yang tahu hal ini. Mereka hanya bisa berharap.