webnovel

BAB 5

"Mas jangan lupa minum obat, ya! Sudah aku siapkan di atas meja kamar!" ucap Sofia setelah menyelesaikan sarapan paginya. Wanita itu meletakkan sendok di atas piring, satu tangannya megusap sudut bibirnya dengan tisu yang berada di atas meja makan.

"Iya, kamu tenang saja!" jawab Nico.

"Bibik!" panggil Sofia. Wanita itu bangkit dari bangku meja makan saat melihat Bibik berjalan mendekat ke arah meja makan.

"Tolong, nanti bantu Tuan untuk meminum obatnya. Bibik paham kan?" seloroh Sofia mengerilingkan matanya pada Bibik seperti sedang memberikan kode.

"Baik Nyonya!" balas Bibik mengangguk lembut.

Sofia meraih tangan Nico. Lalu mengecup lembut pada punggung tangan lelaki itu. "Mas, aku berangkat dulu ya!" tuturnya. Anggukan Nico mengantarkan kepergian Sofia menuju pintu keluar.

Lelaki dengan pakaian santai itu masih duduk di bangku meja makan. Menyuapkan potongan roti berlapis cokelat yang sudah ia potong-potong dalam ukuran kecil ke dalam mulutnya.

Bibik datang menghampiri ke meja makan, sesaat ia memperhatikan wajah Nico. Wanita itu pikir, Nico sedang tidak melihatnya, tapi pada kenyataannya Nico terus mengawasi gerak-gerik pembantu itu.

'Bukan saat ini waktunya, Bik! Tunggu saja!' batin Nico.

"Tuan, pagi ini saya harus pergi ke pasar. Semua kebutuhan rumah sudah habis," tutur Bibik yang sedang membereskan piring-piring yang berada di atas meja makan.

"Nanti kalau Tuan Nico butuh apa-apa, Tuan bisa meminta tolong pada Rahel."

"Iya Bik, pergilah!" balas Nico dengan tatapan lurus ke depan. Meskipun sesekali ekor netranya melirik pada Bibik.

____

Nico meraih butiran kapsul yang berada di atas nakas. Lelaki itu membuang obat-obatan itu ke dalam tempat sampah.

"Apakah kalian pikir aku tidak tahu selama ini kalian sudah membohongiku, brengs*k. Kalian terus-terusan memberikan aku obat yang justru memperburuk penglihatanku," cetus Nico kesal. Ia membaca tablet-tablet obat yang sama sekali tidak mendukung kesembuhannya.

Lelaki itu meraih ponsel yang berada di dalam saku celananya. Menyetuh lembut pada layar ponsel lalu melakukan panggilan pada salah satu kontak yang tersimpan pada ponselnya.

"Hallo, Hana!" sapa Nico pada Sekertaris kantor.

"Hallo, Tuan Nico," balas suara wanita dari balik telepon. "A-ada yang bisa saya bantu, Tuan!" suara Hana terdengar gugup.

"Hana, tolong cek semua aset-aset perusahaan dan semua aset-aset saya yang lainnya. Kalau sudah, tolong kirimkan lewat Email ke saya," cetus Nico.

"Ta-ta-tapi Tuan!" jawab Hana dengan suara bergetar.

"Kamu tidak perlu takut, bukankah kamu bekerja dengan saya jadi kamu tau kan pada siapa kamu harus mengabdi!" tegas Nico mengakhiri panggilannya.

Lelaki itu bergegas menuju meja kerja yang berada di sudut kamarnya. Ia menyalakan laptop yang sudah hampir satu tahun lebih tidak ia buka.

Ting!

Ponsel yang berada di atas meja berbunyi. Sebuah pesan dari Hana masuk pada layar ponsel.

"Sudah saya kirim semua data-datanya, Tuan!" tulis pesan dari Hana.

Bergegas Nico log in ke alamat emailnya setelah laptopnya sudah siap dioperasikan. Beberapa saat menunggu, Email Hana pun sudah muncul pada layar. Sepersekian detik Nico memeriksa data-data yang Hana berikan padanya.

"Sialan! Kenapa aset-asetku hanya tinggal ini. Di mana Vilaku yang berada di Bandung. Di mana restoran bintang lima milikku, di mana usaha-usaha kecil yang aku buka di beberapa tempat. Kenapa tidak ada laporannya di sini!" Nico menggerutu, ia sudah menskrol kursor pada layar laptop dari atas hingga bawah. Tetapi, tetap tidak ada lagi data sebagian perusahaan dan usaha-usaha yang sudah ia bangun.

Wajah Nico meradang ia segera menyambar ponselnya dan menghubungi Hana kembali.

"Hana, ke mana villaku yang ada di Bandung, restoran bintang limaku, usaha butik yang aku punya, kenapa tidak ada di sini, Hana?" sentak Nico menaikan nada suaranya.

"Ma-maaf Tuan, Nona Sofia sudah menjual semua aset-aset itu," lirih Hana.

"Apa?" Nico tercekat, wajahnya semakin memerah. "Untuk apa Sofia menjual semua itu, Hana?" desis Nico meradang.

"Saya tidak tahu, Tuan!" balas Hana. Dengan kesal Nico segera mengakhiri panggilannya.

Suara celotehan Alisa membuat Nico bergegas mematikan layar laptopnya.

"Tenang, Nico, tenang! Kita selidiki pelan-pelan. Kenapa Sofia menjual beberapa aset yang kamu miliki. Semoga saja bukan jawaban yang buruk yang kamu temukan," monolog Nico pada dirinya sendiri.

"Tuan!"

Wanita yang berdiri di ambang jendela itu menatap ke arah Nico yang sudah berpindah di atas ranjang.

"Rahel, ada apa?" sahut Nico kembali bersandiwara. Sorot matanya menatap lurus pada jendela kamarnya.

"Saya aku mengajak Alias bermain ke taman. Apakah Tuan mau ikut?" tanya Rahel.

"Tidak, kamu pergi saja dengan Alisa. Aku di rumah saja," balas Nico.

Gadis muda itu memperhatikan wajah Nico dengan seksama. "Tuan, yakin tidak apa-apa jika aku tinggal sendiri di rumah?" Rahel menautkan kedua alisnya.

"Iya, aku akan baik-baik saja!" balas Nico.

Gadis muda itu akhirnya memutar tubuhnya meninggalkan Nico. Kini di rumah itu hanya ada Nico sendirian.

Lelaki yang berdiri di samping jendela kamar itu masih meradang. Setelah tau kejahatan yang sudah Sofia lakukan. Tiba-tiba suara mobil Sofia terdengar memasuki halaman rumah. Bergegas Nico bangkit dan berjalan ke dekat jendela. Ia memperhatikan Sofia dan Sam yang turun dari dalam mobil masuk ke dalam rumah.

"Apa yang mereka lakukan?" desis Nico memicingkan matanya.

____

Sofia mengintip Nico yang sedang duduk pada bibir ranjang dengan tatapan lurus ke depan di dalam kamar. Wanita itu berjalan sangat pelan sekali mendekati nakas yang berada di samping ujung ranjang. Lalu mengambil sesuatu dari dalam laci nakas. Terlihat Sam sudah menunggu dengan wajah tidak sabar, di ambang pintu. Setelah mendapatkan benda yang mereka inginkan, Sofia dan Sam bergegas meninggalkan kamar.

Nico mendengus berat. Menyeret langkah kakinya mendekat ke jendela. Tatapannya tertuju pada mobil Sofia yang masih terparkir.

"Ternyata mereka masih di sini!" guman Nico sinis.

"Kenapa mereka tidak keluar juga!" ucap Nico setelah beberapa saat menunggu.

"Apa tadi yang Sofia ambil!" pikir Nico.

Beberapa saat lelaki yang berdiri di samping jendela itu terus menunggu. Namun, Sofia dan Sam tidak kunjung juga keluar dari rumah.

Nico yang penasaran segera turun dari lantai atas. Ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling lantai bawah. Hanya ada tas Sofia yang masih tergeletak di atas sofa ruang televisi, namun wanita itu entah pergi kemana.

Suara desahan yang membakar dada Nico terdengar dari kamar tamu, memecah keheningan di rumah megah milik Nico. Perlahan Nico berjalan mendekati kamar itu. Suara desahan menjijikan itu semakin terdengar begitu keras. Satu tangan Nico mengepal, dan satu tangannya membuka gagang pintu kamar.

Cekriiet!!

*****

Bersambung ....