webnovel

Bab 17

Aliran darah Sofia berdesir lebih cepat. Tubuhnya basah oleh keringat yang membanjiri. Deru nafas Sam masih terdengar memburu setelah menuntaskan hasrat yang tertahan pada Sofia. Beberapa saat mereka terdiam, merasakan tubuh yang terasa lemas oleh kegiatan yang sudah menguras tenaga mereka. Semenjak kejadian Nico yang tiba-tiba datang saat mereka sedang bercinta di rumahnya, Sofia dan Sam kini memilih melakukannya di hotel yang aman.

Dreg! Dreg!

Ponsel yang berada di dalam tas Sofia bergetar tanpa jeda.

"Sayang, angkatlah dulu!" tutur Sam merubah posisinya meringkuk ke arah Sofia.

Sofia menarik selimut yang menutupi tubuhnya hingga ke dagu. Wajah ayu itu nampak begitu malas. "Biarkan saja!" sahut Sofia dengan nada malas, tubuhnya masih terasa sangat capek sekali.

"Baiklah!" ucap Sam bersamaan dengan getaran ponsel yang telah berhenti.

Sam menupu wajahnya dengan satu tangan. Menatap mesra pada Sofia yang terlihat menggoda dengan keringat kecil yang membahasi keningnya.

"Kenapa kamu melihatku seperti itu, Sam?" seloroh Sofia tersipu malu. Senyuman lebar tersungging dari kedua sudut bibirnya.

"Kamu sangat cantik sekali, Sayang!" ucap Sam dengan nada lembut.

Sesaat Sofia menarik selimut hingga menutupi wajahnya. Untuk menyembunyikan rasa malunya. "Dari dulu aku sudah cantik, Sam!" ucap Sofia menarik kembali selimut yang menutupi wajahnya. Pipinya nampak bersemu merah, karena malu.

"Harusnya dulu aku memberanikan diri untuk melamar kamu lebih dulu, Sayang. Pasti ...!"

Sofia meletakan jari telunjuknya pada bibir Sam. "Sudah tidak perlu membahas yang sudah berlalu. Yang terpenting saat ini, kita bisa bersatu," tutur Sofia tersenyum kecil.

Sam mendengus berat. "Iya, Iya, Iya, bersatu dalam angan," cetus Sam membuang tatapannya dari Sofia. Wajahnya berubah kesal.

"Maksud kamu?" Sofia mengeryitkan dahi.

Sam memalingkan wajahnya kembali ke arah Sofia. "Iya, bagaimana tidak dalam angan, karena sampai saat ini kamu masih menjadi istri orang," cetus Sam.

Sofia menghela nafas panjang, lalu tersenyum kecil. "Ayolah, sayang, jangan begitu. Kita kan sudah menyepakati semuanya dari awal. Tunggu, tunggu sampai kita bisa memiliki harta Mas Nico dan setelah itu kita pasti akan bahagia," ucap Sofia.

Sam mendengus berat, merubah posisinya menjadi terlentang. Menumpu kepalanya dengan bantal, sorot matanya menatap jauh pada langit-langit kamar hotel tempatnya menginap.

"Sampai kapan, Sofia! Aku sudah capek menjalani hubungan gelap ini. Aku ingin kita segera bersatu," keluh Sam, semburat kekecewaan terpancar dari wajah lelaki. "Kita memiliki perusahaan dan hidup bahagia," imbuhnya.

"Coba saja, kamu menuruti permintaanku, pasti semuanya tidak akan seperti ini," imbuhnya kemudian dengan nada lesu.

"Sam, ayolah, mengambil alih semua harta-harta Mas Nico itu tidaklah mudah. Sekalipun kita sudah membuatnya buta, buktinya dia juga tidak memberikan aku hak sepenuhnya atas perusahaannya. Malah yang ada aku sudah seperti kariawan Mas Nico, yang di pekerjakan untuk menggantikan posisinya di perusahaan untuk sementara waktu." Sorot mata Sofia menerawang jauh.

Sam menarik kedua sudut bibirnya tersenyum kecil. "Itulah bodohnya kamu!" cetus Sam seketika membuat raut wajah Sofia berubah menegang.

"Kamu terlalu lambat untuk menyingkirkan Nico. Padahal ada cara yang lebih mudah dan tidak bertele-tele untuk mendapatkan seluruh harta Nico," decih Sam.

"Caranya?" Sofia menatap penasaran pada lelaki yang berbaring di sampingnya dengan dada terlentang.

"Kita bunuh saja Nico!" desis Sam penuh penekanan. Seketika Sofia terduduk seraya memegangi handuk yang menutupi dadanya. Wajahnya tercekat manatap tajam pada Sam.

"Kamu sudah gila, Sam!" desis Sofia memicingkan matanya.

Sam ikut bangkit, duduk di samping Sofia. "Tidak Sayang, tidak, hanya inilah satu-satunya cara yang tepat untuk mendapatkan seluruh harta Nico. Dengan begitu semua kekayaan Nico akan menjadi milik kamu tanpa harus bersusah payah!" bujuk Sam penuh keyakinan.

"Tidak Sam, tidak, dengan membuat mobil Mas Nico kecelakaan saja, aku sudah hampir mati karena ketakutan dan sekarang kamu memintaku untuk melakukan hal konyol itu. Tidak Sam, tidak, Meskipun aku sangat mencintai kamu, aku tidak akan pernah melakukan hal bodoh itu," cetus Sofia memalingkan wajahnya dengan kesal dari Sam.

Sam meyugar rambutnya kasar, kedua tangannya menyentuh lembut pada bahu Sofia. Dengan cepat wanita itu menepis sentuhan tangan Sam dari atas bahunya.

"Tidak, Sam, sampai kapanpun aku tidak mau jika harus membunuh Mas Nico. Aku tidak mau seumur hidupku berada di dalam penjara. Tidak, aku tidak sudi!" cerca Sofia mengacungkan jari telunjuknya pada Sam. Wajahnya nampak sangat kesal sekali.

"Sayang, please, dengarkan aku dulu, sayang." Sam memutar tubuh Sofia ke arahnya. "Jika kamu terang-terangan membunuh Nico, sudah dipastikan kamu akan masuk ke dalam penjara. Tapi jika kamu melakukannya dengan halus dan tanpa sepengetahuan siapapun, maka kamu adalah pemenangnya," cetus Sam tersenyum sinis, menatap sedalam mungkin iris hazel Sofia yang membulat.

Sejenak Sofia terdiam dengan wajah berpikir. "Cara halus, maksud kamu bagaimana, Sam?" Sofia mengeryitkan dahi setelah beberapa saat ia terdiam.

"Kopi sianida!" cetus Sam sinis. Senyuman kemenangan tersungging dari kedua sudut bibir lelaki berdarah asing itu. Maya Sofia membulat sempurna.

Dreg! Dreg!

Belum sempat menjawab, ponsel yang berada di dalam tas Sofia kembali bergetar.

"Siapa sih, malam-malam begini menganggu saja!" gerutu Sofia menyambar tas yang berada di atas nakas. Tangan kanannya menggapai gapai benda dari dalam tas tersebut.

"Bibik!" ucap Sofia dengan kening berkerut.

"Iya, Bik!" sahut Sofia setelah menekan tombol hijau pada layar lalu mendekatkan benda pintar itu ke dekat telinganya.

"Nyonya, gawat, Nyonya!" Suara wanita dari balik telepon itu terdengar begitu panik.

"Gawat kenapa, Bik?" Wajah Sofia menegang, beberapa kali ia melirik pada Sam yang masih berada di sampingnya.

"Alisa, Nyonya, Non Alisa," suara Bibik seperti sudah tidak bisa dikendalikan.

"Alisa kenapa, Bik, ada apa dengan Alisa," sergah Sofia, panik.

"Non Alisa dibawa ke rumah sakit. Dari kemarin dia panas, dan tadi kejang-kejang," cerita Bibik semakin membuat Sofia panik.

"Baik-baik, cepat kirimkan alamat rumah sakit Alisa. Saya akan segera ke sana!" cetus Sofia panik, segera ia mematikan ponselnya.

"Ada apa, Sayang!" Sam menatap serius pada Sofia yang terlihat ketakutan. Gurat kecemasan tergambar jelas pada wajah wanita yang sedang menahan tangisnya itu.

"Sam, Alisa kejang, dia di bawa ke rumah sakit', Sam!" isak Sofia tidak mampu menahan tangisannya lagi. "Ayo, kita pulang, Sam!" rengek Alisa cemas.

"Baik, baik, kamu tenang saja. Sekarang cepat ganti baju kamu, aku akan mengantarkan kamu ke rumah sakit!" Sam gugup, ia berusaha menenangkan Sofia.

"Baik, Sam! Kita harus segera ke sana, aku tidak mau terjadi apapun pada putriku, Sam!" lirih Sofia bergegas turun dari atas ranjang. Membawa selimut yang menutupi tubuhnya yang telanj*ng menuju kamar mandi.

______

Bersambung ....