webnovel

3. Kejutan Istimewa Untuk Masa Depan

Langit mendung, seperti perasaanku saat ini. Aku baru saja menyiram bunga-bunga kesayanganku, merawat mereka dengan penuh kasih sayang. Setelah selesai mandi, aku dengan hati-hati menata bunga-bunga yang dipercayakan oleh Mas Ryan. Di antara semua bunga yang ada, Peace Lily yang dibelinya dari sahabatnya menjadi favoritku. Aku meletakkannya di dalam kamar dekat balkon, tempat yang nyaman dan terasa segar. Setiap kali aku melihat bunga itu, rasanya seperti memiliki secercah kehadiran Mas Ryan di sini, selalu menyinari hari-hariku.

Sembari memandangi langit yang mendung, aku merasa hangat karena kehadiran Peace Lily dan bunga-bunga lainnya. Mereka seakan membawa pesan cinta dari Mas Ryan, meski jarak memisahkan. Aku merenung, bagaimana cinta bisa melampaui batas ruang dan waktu. Meskipun kami terpisah oleh jarak yang jauh, bunga-bunga ini menjadi pengingat bahwa cinta kami tetap kuat dan tak tergoyahkan.

Sementara itu, aku duduk dengan handphone yang hening di tangan. Hatiku gelisah, menunggu pesan atau kabar dari Mas Ryan. Setiap kali handphone bergetar, hatiku berdebar-debar, berharap itu adalah pesan darinya. Namun, saat handphone tetap diam, kegelisahan itu semakin menghampiri.

Aku mencoba mengalihkan perhatian dengan memandangi bunga-bunga di sekitarku. Mereka begitu indah dan menenangkan. Aku merasakan kelembutan daun-daunnya, menghirup aroma segar yang mereka pancarkan. Bunga-bunga ini menjadi sumber ketenangan di tengah kegelisahanku. Mereka mengajarkan aku untuk sabar dan percaya bahwa waktu akan membawa kabar dari Mas Ryan.

Dalam keheningan langit mendung, aku merenung tentang cinta yang kami miliki. Meskipun jarak memisahkan, kami tetap saling menyayangi dan merawat satu sama lain. Aku merasa beruntung memiliki bunga-bunga ini sebagai pengingat akan cinta yang tak tergoyahkan.

Sambil menatap handphone yang hening, aku memutuskan untuk melepaskan kegelisahan dan mempercayakan segala sesuatunya pada takdir. Aku tahu, suatu hari nanti, pesan atau kabar dari Mas Ryan akan tiba. Hingga saat itu, aku akan terus merawat bunga-bunga dengan penuh kasih sayang, karena mereka adalah simbol kehadiran Mas Ryan dalam hidupku.

Dalam kehangatan Peace Lily dan bunga-bunga lainnya, aku merasa kuat dan yakin bahwa cinta kami akan terus bersinar, meski jarak memisahkan. Aku tersenyum, menikmati momen ini, dan membiarkan bunga-bunga mengisi hari-hariku dengan keindahan dan cinta.

Saat langit semakin gelap dan hujan mulai turun, aku merasa seperti bunga-bunga dan aku menjadi satu dengan alam. Tetesan hujan yang lembut menyentuh daun-daun bunga, memberikan kehidupan baru pada mereka. Aku merasakan keajaiban alam yang begitu dekat dengan hatiku.

Dalam keadaan yang tenang, aku memutuskan untuk mengambil waktu untuk diriku sendiri. Aku mengambil buku kesukaanku dan duduk di dekat jendela, membiarkan suara hujan dan harum bunga-bunga mengisi ruangan. Aku terhanyut dalam cerita yang ada di halaman-halaman buku, melupakan sejenak kegelisahan yang ada.

Saat aku membaca, aku merenung tentang hubungan kami dengan Mas Ryan. Meskipun jarak memisahkan, kami tetap terhubung melalui cinta dan perhatian yang kami berikan satu sama lain. Aku merasa beruntung memiliki bunga-bunga ini sebagai pengingat akan cinta yang kami bagi.

Ketika hujan reda dan langit mulai terang kembali, aku merasa seperti ada harapan baru yang datang. Aku mengambil handphoneku dan melihat ada pesan dari Mas Ryan. Hatiku berdebar kencang saat membacanya. Dia memberi tahu bahwa dia merindukanku dan berjanji akan segera kembali.

Senyum tak bisa aku tahan saat membaca pesannya. Aku merasa lega dan bahagia. Semua kegelisahan dan kerinduan yang ada seolah sirna dalam sekejap. Aku tahu bahwa cinta kami akan terus tumbuh dan mengatasi segala rintangan yang ada.

Dalam kehangatan bunga-bunga dan pesan cinta dari Mas Ryan, aku merasa seperti dunia ini begitu indah. Aku bersyukur atas kehadiran bunga-bunga ini dalam hidupku, karena mereka telah membawa kehangatan dan kebahagiaan di tengah kegelisahan dan kerinduan.

Sekarang, aku melihat langit yang cerah dan bunga-bunga yang mekar dengan indahnya. Aku tahu bahwa cinta kami akan terus berkembang dan mengatasi segala rintangan yang ada. Aku siap menghadapi masa depan dengan penuh keyakinan dan harapan, karena aku tahu bahwa cinta sejati tak mengenal batas ruang dan waktu.

'Ugh, kenapa sih Mas Ryan belum juga nelpon?' gumamku dalam hati. Biasanya, setengah jam dari sekarang, teleponnya sudah berdering memecah keheningan. Aku merasa kerinduan mulai menyelinap, dan aku hanya bisa menunggu dengan harap-harap cemas, berharap bahwa panggilan itu segera tiba.

Tak berselang lama, seperti jawaban doa, handphoneku berdering dengan dering yang penuh harapan. Sekejap saja, tanganku sudah meraihnya dengan kecepatan sepersekian detik, seolah tak ingin ketinggalan satu detik pun. Suara notifikasi itu, sebuah panggilan yang begitu ditunggu-tunggu, seolah memecahkan keheningan ruangan.

Aku mengambil nafas dalam-dalam sebelum menjawab panggilan itu. Suara Mas Ryan terdengar jelas di seberang sana, membuat hatiku berdebar kencang.

"Assalamualaikum , sayang," sapanya dengan suara lembut.

Aku tersenyum lebar, merasa seperti dunia ini begitu indah.

"Wa'alaikumsalam, mas" jawabku dengan suara yang penuh kebahagiaan.

"mas, kenapa hari ini kamu lama banget baru video call aku?" Aku dengan nada ngambek dan wajah cemberut.

"Sayang, kamu tau kan aku di sini kerja sebagai apa?" Tanya mas Ryan, mengangkat alisnya.

Aku mengangguk pelan. Aku faham sebagai perwira ketiga kapal pesiar dia memang selalu sibuk dengan pekerjaannya. Karena itu bukan pekerjaan yang bisa diremehkan. Ini pun termasuk salahsatunya cita-cita yang dia impikan dari dulu.

"Iya mas, tapi kan Tetap aja aku kangen loh" ujarku cemberut.

"Iya sayang, iya. Ini kan aku udah nelpon. Aku udah nyempetin" kata Mas Ryan menenangkan aku.

Memang jika rindu melanda seorang istri seperti aku, seolah seperti anak kecil yang rindu untuk dibelikan es krim setiap hari.

****

Mas Ryan dan salah satu rekannya, Letnan Aldrich, sedang menjalankan tugas mereka sebagai perwira ketiga perwira keempat di kapal pesiar. Mereka berada di atas kapal yang megah, dengan angin laut yang sejuk dan pemandangan indah yang memukau. Suasana di sekitar mereka terasa hidup dengan kegembiraan para penumpang yang menikmati liburan mereka.

Sambil berjalan di sepanjang koridor kapal, Mas Ryan dan Letnan Aldrich berdiskusi tentang jadwal tugas mereka hari ini. Mereka saling bertukar informasi dan memastikan semuanya berjalan sesuai rencana.

"Mr Ryan, kita perlu memeriksa sistem keamanan di area kolam renang. Ada laporan bahwa salah satu pintu darurat tidak berfungsi dengan baik," kata Letnan Aldrich dengan serius.

"Baik, mari kita periksa segera. Keamanan penumpang adalah prioritas utama kita," jawab Mas Ryan dengan tekad.

Keduanya tiba di area kolam renang dan mulai memeriksa pintu darurat yang dilaporkan bermasalah. Mereka berdiskusi tentang kemungkinan penyebab masalah tersebut sambil memeriksa setiap komponen dengan cermat.

"Sepertinya ada masalah dengan mekanisme penguncian pintu ini. Kita perlu memperbaikinya segera sebelum ada kejadian yang tidak diinginkan," kata Mas Ryan sambil mengamati pintu dengan seksama.

Letnan Aldrich mengangguk setuju.

"Saya setuju, Mr Ryan. Kita harus memastikan semua sistem keamanan berfungsi dengan baik untuk melindungi penumpang."

Mereka bekerja dengan cermat dan hati-hati, memperbaiki mekanisme penguncian pintu darurat dengan cepat dan efisien. Sambil bekerja, mereka saling memberikan instruksi dan bantuan satu sama lain.

Setelah beberapa saat, pintu darurat berhasil diperbaiki dan berfungsi dengan baik. Mas Ryan dan Letnan Aldrich melihat satu sama lain dengan senyuman lega.

Mereka melanjutkan tugas mereka dengan semangat dan kepercayaan diri. Meskipun pekerjaan sebagai perwira ketiga di kapal pesiar bisa menantang, Mas Ryan dan Letnan Aldrich selalu siap menghadapinya dengan keahlian dan dedikasi mereka. Mereka adalah tim yang kuat dan siap menghadapi segala situasi yang mungkin terjadi di kapal pesiar ini.

****

Saat aku mendengarkan cerita yang penuh petualangan dari Mas Ryan, hatiku terasa hangat. Aku merasa begitu bersyukur, di tengah kesibukannya sebagai perwira kapal pesiar yang padat, Mas Ryan masih sempat menyelipkan waktu untuk menelponku.

Ceritanya membawa kami berdua dalam petualangan yang menakjubkan di atas kapal, dan aku tak bisa tidak tersenyum ketika membayangkan dia berbagi pengalaman-pengalamannya.

Dalam cerita-ceritanya, aku bisa merasakan semangat petualangan yang membara dan kebersamaan yang tak tergantikan di antara kami. Aku membayangkan diriku berjalan di atas geladak kapal, angin laut yang lembut menyapu rambutku, dan sinar matahari yang memancarkan kehangatan di wajahku. Aku bisa merasakan getaran kapal di bawah kakiku, seolah-olah kapal itu hidup dan bernafas bersama kami.

Setiap kata yang keluar dari bibir Mas Ryan terasa seperti bait-bait puisi yang indah. Suaranya yang penuh gairah dan pengalaman membuatku terhanyut dalam dunia yang ia gambarkan. Aku bisa merasakan detak jantungnya yang bersemangat, seolah-olah ia membawa kami berdua dalam petualangan yang tak terlupakan.

Dalam cerita-ceritanya, aku merasakan keajaiban dan keindahan dunia yang luas di sekitar kami. Aku bisa membayangkan matahari terbenam yang memancarkan warna-warni yang memukau, laut yang tenang dan biru yang membentang sejauh mata memandang, serta pulau-pulau eksotis yang menyambut kami dengan keindahan alamnya. Semua itu membuatku merasa hidup dan terhubung dengan alam semesta yang begitu luas.

Dalam setiap cerita yang Mas Ryan bagikan, aku merasakan cinta dan kebersamaan yang tak tergantikan di antara kami. Meskipun jarak memisahkan kami, cerita-cerita ini membuatku merasa dekat dengannya. Aku merasa seperti kami berdua sedang berjalan bersama di atas kapal, menikmati setiap momen yang berharga.

Aku bersyukur atas kehadiran Mas Ryan dalam hidupku, dan atas setiap cerita yang ia bagikan. Cerita-cerita ini mengisi hatiku dengan kehangatan dan keindahan, dan membuatku semakin mencintainya. Aku tak sabar untuk menciptakan petualangan-petualangan baru bersamanya, dan merasakan keajaiban dunia yang ia bawa dalam cerita-ceritanya.

Dalam suasana yang penuh kehangatan melalui layar video call, aku tersenyum misterius pada Mas Ryan. Aku merasa begitu bersemangat untuk memberikan kejutan yang telah aku persiapkan dengan penuh cinta untuknya. Aku merasa seperti seorang ratu yang sedang mempersiapkan hadiah untuk raja yang dicintainya.

"Mas, aku punya kejutan untukmu. Tunggu sebentar ya."

Mas Ryan menatap ke layar dengan hati yang berdebar-debar, dan melihatku dengan senyum lembutnya yang selalu membuat hatiku berbunga-bunga.

"Tentu, sayang. Aku menunggu." Mas Ryan dengan senyum lembutnya menjawab.

Aku merasa seperti seorang ratu yang sedang mempersiapkan hadiah untuk raja yang dicintainya.

Sementara aku menjauh sebentar dari layar, Mas Ryan masih melihat layar dengan antusias. Beberapa detik kemudian, aku kembali dengan membawa sesuatu yang ku sembunyikan di belakang punggung. Aku merasa seperti seorang penyihir yang sedang mempersiapkan mantra untuk membuat kejutan ini menjadi lebih indah.

Dengan hati yang berdebar-debar, aku menatap layar ponsel dengan penuh harap. Wajah Mas Ryan terpantul di sana, penuh dengan antusiasme dan kekaguman. Aku menarik nafas dalam-dalam, siap untuk memberikan kejutan ini.

"Tutup matamu, Mas," bisikku dengan lembut. "Aku akan menghitung sampai tiga, dan kemudian kamu bisa membukanya."

Mas Ryan menuruti permintaanku dengan penuh ketertarikan. Matanya terpejam, tapi hatiku berdegup kencang. Aku bisa merasakan getaran kegembiraan yang tak terbendung.

"Satu... dua..."

Nafasku tersangkut di tenggorokan saat aku mendekati angka tiga. Ini adalah momen yang aku tunggu-tunggu, momen yang akan mengubah segalanya.

"Tiga..."

Ketika dia membuka matanya, aku dengan cepat menunjukkan kejutan itu, tersenyum manis saat aku melihat reaksi terkejut yang tak terelakkan di wajah Mas Ryan. Meskipun kami berjauhan, momen video call ini berhasil menyampaikan kejutan ini dengan sempurna.

"Kamu hamil, sayang?" Mas Ryan bertanya dengan nada yang agak terkejut.

"Iya, Mas," sahutku dengan suara gemetar karena emosi yang meluap.

"Apakah kamu nggak senang dengan kabar ini?"

Aku menatap wajah Mas Ryan yang kini penuh dengan campuran kebahagiaan dan keheranan. Ini adalah momen yang aku tunggu-tunggu, momen di mana kehidupan kami akan berubah selamanya.

"Tapi, sayang, aku kan sudah berangkat ke sini empat bulan yang lalu," desah Mas Ryan sambil mendongakkan kepalanya ke atas.

Aku tertawa lembut, mencoba meredakan kekhawatirannya.

"Iya, Mas. Memang benar. Dokter bilang kandungannya sudah mencapai empat bulan, tapi masih terbilang kecil. Jadi, aku baru sadar belakangan ini," aku menjelaskan dengan penuh perasaan.

"Jangan-jangan kamu pikir aku hamil dari orang lain, ya?" tanyaku pada  dengan nada sedikit ngambek, membuatku meliriknya dengan tatapan lembut.

"Hehehe, tentu tidak, sayang. Aku hanya agak bingung tadi, mungkin terlalu bahagia ya," ujarnya sambil tersenyum manis, mencoba meredakan kekhawatiran yang muncul.

Aku  tersenyum sambil mengangguk mengerti. Dalam sekejap, suasana yang tadinya penuh dengan kebingungan dan kekhawatiran berubah menjadi kehangatan dan kebahagiaan. Kami berdua tersenyum satu sama lain, merayakan momen yang penuh makna ini dalam hubungan kami.

Dengan keintiman dan sukacita yang mengalir dalam diri, kami merajut kisah kehadiran malaikat kecil yang baru saja akan dimulai. Namun, di tengah-tengah kebahagiaan itu, ekspresi campur aduk menghiasi wajahku saat aku menatap Mas Ryan dengan perasaan campur aduk.

"Kamu akan pulang, kan, Mas?" tanyaku dengan nada penuh harap. "Kamu bisa temani aku melahirkan anak kita, kan, Mas? Kita sudah begitu lama menantikan momen ini, loh. Aku tidak bisa membayangkan harus melahirkan anakku sendiri tanpa kehadiranmu. Ummi kamu juga jarang datang untuk menjengukku di sini. Jadi, aku hanya memiliki Mama. Dan sekarang, aku selalu tinggal bersama Mama."

Wajah Mas Ryan mencerminkan kebingungan yang mendalam saat dia merenungkan jawaban yang akan dia berikan. Baru saja dia mendapat berita bahagia yang mengagetkan, sekarang dia harus menghadapi pertanyaan-pertanyaan yang membingungkan dari seorang wanita yang begitu merindukannya dengan mendalam. Suasana di layar itu terasa tegang, penuh dengan ketidakpastian tentang apa yang akan terjadi selanjutnya dalam kisah hidup kami.

"Iya, aku insyaallah akan berusaha untuk pulang, sayang," ucap Mas Ryan dengan nada yang seakan terpaksa terpancar dari wajahnya. "Aku akan meluangkan waktu untuk pulang dan mendampingimu. Kita pasti akan lewati momen ini bersama-sama. Maafkan aku kalau aku belum bisa sering pulang, sayang."

Hanya di layar ponsel ini, saat ini kami berdua saling menyampaikan perasaan, dan meski terpisah oleh ribuan kilometer jarak dan kesibukan, Mas Ryan tetap menyampaikan komitmennya untuk bersama-sama dan momen berharga ini terpancar dengan hangat.

"Kalau anak kita lahir, mau kasih nama apa ya?" tanyaku dengan nada santai pada Mas Ryan.

Mas Ryan tersenyum, menghadirkan kilatan harapan di matanya.

"Apa ya? Kalau nama Sary, kolaborasi dari Sarah dan Ryan. Bagaimana menurutmu, sayang?" ucapnya dengan penuh kehangatan.

Dalam sekejap, ruangan itu dipenuhi dengan kebahagiaan dan antisipasi atas kedatangan malaikat kecil yang akan segera melengkapi keluarga kami.

Meskipun jarak dan waktu terpisah, kita bersama-sama merencanakan masa depan yang cerah dan penuh cinta untuk anak kita yang belum lahir.

Aku mendengarkan dengan hati yang tergetar sejenak, namun kekagumanku terhadap nama 'Sary' tampaknya tidak cukup.

"Sary? Hmm, namanya kurang bagus, terdengar seperti nama burung. Mas, mungkin ada pilihan yang lebih baik, bukan?"

Mas Ryan tertawa ringan, menunjukkan pemahaman dan kebijaksanaannya.

"Emang ada burung yang namanya Sary? Pikirkan saja nama yang kamu suka, sayang. Yang penting nanti anak kita lahir sehat dan bahagia."

Dengan penuh kecermatan, aku memperhatikan setiap kata yang terucap, lalu coba merenung sejenak untuk menemukan nama yang sempurna. Akhirnya, dengan penuh keyakinan, aku merekomendasikan nama islami yang memiliki makna kuat dan sholehah, memberikan harapan yang tumbuh bersama dengan anak kami yang belum lahir.

"Gimana kalau kita beri nama 'Aisya? Nama ini diambil dari nama wanita sholehah dalam sejarah Islam, istri Nabi Muhammad SAW. Beliau dikenal sebagai wanita yang cerdas, bijaksana, dan memiliki dedikasi yang kuat pada agama," ucapku dengan penuh keyakinan.

Mas Ryan merenung sejenak, lalu tersenyum.

"Aisya, ya? Nama yang indah dan penuh makna. Aku setuju, sayang. Aisyah, it's oke," katanya dengan penuh kehangatan.

Dengan senyum yang merekah, aku melanjutkan.

"Kalau anak kita laki-laki, bagaimana kalau kita kasih nama Zayd? Nama ini diambil dari sosok yang kuat, berani, dan memiliki keberanian dalam sejarah Islam. Menurut Mas Ryan gimana?" Tanyaku sambil menatap matanya dengan penuh harapan.

Mas Ryan memikirkannya sejenak, lalu setuju.

"Zayd, ya? Nama yang bagus. Aku suka. Nanti jika anak kita laki-laki, kita beri nama Zayd Harits Witjaksana. Kalau perempuan, 'Aisya Nukma Witjaksana," tambah Mas Ryan dengan penuh cinta dan perhatian, menambahkan nama belakang untuk calon anak kami.

Aku mengangguk setuju, hati kami berdua penuh dengan harapan dan cinta yang tak terkatakan untuk buah hati kami yang akan segera lahir.

Ini adalah awal dari perjalanan baru dalam kehidupan kami, di mana setiap nama yang kami pilih memiliki makna yang mendalam dan berarti bagi kami sebagai orang tua.

Tak ku sangka, Mas Ryan telah memikirkan begitu jauh untuk mempersiapkan nama calon anak-anak kami. Terlintas dalam pikiranku, betapa egoisnya jika aku hanya memikirkan rinduku sendiri. Namun, dengan tegas dan penuh kehangatan, Mas Ryan berkata.

"Pokoknya urusan anak beranak, kamu yang urus, ya. Aku fokus cari nafkah untuk kamu dan calon anak-anak kita."

Sambil tertawa tipis, dia menambahkan,

"Aku insyaallah akan jadi tulang punggung yang tangguh untuk keluarga kita." Suara tawanya yang khas menambah kelegaan dalam janji kesetiaan dan kepedulian.

"Gimana Mama dan keadaan rumah, sayang? Apa kabar mereka?" tanya Mas Ryan dengan senyum hangat melalui layar.

"Mama baik-baik aja, Mas. Dia selalu merindukanmu. Rumah juga dalam kondisi baik. Oh iya, Mama juga menanam bunga baru di halaman depan. Kamu tahu kan Mama sekarang suka banget sama kebun bunga," ceritaku dengan senang.

Mas Ryan mendengarkan dengan penuh perhatian, menangkap setiap kata dengan cermat. Dalam jarak yang menjauhkan antara kami, kami tetap merasakan kehangatan dan kebersamaan dalam setiap percakapan kami, menguatkan ikatan cinta ini i.

"Aku ikut senang mendengarnya. Aku merindukan semua orang di rumah dengan sangat, sayang. Semoga suatu hari aku bisa kembali dan bersama-sama kita bisa menikmati waktu di rumah," ujar Mas Ryan dengan harapan yang penuh di dadanya.

Waktu pun terus berjalan, seiring dengan suara tawa dan cerita yang mengalir melalui layar ponsel, membentuk landasan puitis dari kisah kita yang teranyam. Lebih dari satu jam, kami saling menatap dalam keintiman digital, merajut kata-kata yang mengisi ruang di antara kami, di tengah kelanjutan waktu yang tak terbatas.

Layaknya aroma kopi yang menyelimuti ruangan, momen itu menjadi simfoni virtual yang menyentuh hati, membawa kehangatan jarak yang tercipta dalam percakapan yang tak terbatas.

"Aku harus lanjut bekerja, sayang. Ingat, jaga kesehatanmu dan jangan lupa istirahat. Aku selalu mendoakan yang terbaik untukmu dan calon bayi kita," ucap Mas Ryan dengan senyum hangatnya saat berpamitan.

"Terima kasih, Mas. Aku akan menjaga diriku dengan baik. Sekarang, aku ingin turun ke bawah dan bertemu dengan Mama," jawabku dengan lembut.

Mas Ryan memberikan peringatan dengan penuh perhatian, "Dan ingatlah untuk menjaga pola makanmu dengan baik, sekarang kamu sudah menjadi ibu hamil. Aku percaya kamu bisa melakukannya dengan bijak. Sampaikan salamku pada Mama, ya, sayang."

Setelah saling berpamitan, aku melangkah turun ke bawah dengan langkah penuh makna, membawa nasihat dari Mas Ryan dan kisah kenangan di kamar masa kecilku, seolah-olah langkahku mengikuti alunan sebuah lagu yang membawa kedamaian dan kehangatan hati.

Dengan hati yang gembira setelah bercerita tentang panggilan video dengan Mas Ryan, aku turun mencari Mama. Langkah-langkahku mengembara kesana-kemari, membuka setiap pintu yang mungkin menyembunyikan kehadirannya. Di dapur, ruang makan, hingga ruang tamu, namun Mama tak tampak.

Sekejap panik menyelinap saat ruangan terasa sepi. Aku pun berteriak.

"Mama!"

"Mama!"

Dengan nada kecemasan, berharap untuk mendengar suara lembutnya yang menyahut dari suatu tempat.

Dengan hati yang penuh pengertian, aku mencoba mencarinya di kamar tidurnya. Kulihat sosok wanita memakai mukena berwarna putih, tunduk dan khusyuk menghadap kiblat. Ternyata, Mama sedang dalam kesunyian, menyempurnakan shalat Dhuha. Kedamaian dalam gerakan dan khusyuk di wajahnya membuatku tak ingin mengganggu momen sakral itu.

Aku berdiri sejenak di ambang pintu, memberikan ruang untuk ibadahnya sebelum bersama-sama menyapa dengan senyum damai dan pelukan hangat setelah shalat selesai. Seperti alunan lagu suci yang memeluk hati, momen itu membawa kedamaian dan ketenangan yang sungguh indah.

Di ruangan itu aku masih berdiri, tersentuh oleh keheningan yang mengelilingi Mama ketika dia menyempurnakan shalat Dhuha. Saat doa-doa lembutnya menyentuh langit-langit hati dengan khusyuk dan penuh hikmat, aku merasa seperti menjadi saksi atas pertemuan dua dunia yang berbeda namun saling terhubung.

Ketika merasakan kehadiranku, Mama menoleh ke belakang, menyapa dengan mata yang berbicara lebih dari kata-kata.

"Mendekatlah ke sini, sayang!" panggil Mama dengan penuh kelembutan, dan aku pun beranjak mendekat, merasakan getaran kehangatan dalam seruan itu.

"Mama, kenapa tiba-tiba shalat Dhuha?" aku bertanya dengan kebisuan yang tulus, ingin mengetahui lebih dalam alasan di balik keputusan Mama.

Mama menjawab dengan suaranya yang sedikit parau.

"Pahala sholat Dhuha itu seperti embun yang menyapa dedaunan pagi. Malam tadi, Mama mendengarkan ceramah dan kisah-kisah indah tentang keutamaan shalat dhuha, dan Mama merasakan ada panggilan untuk merasakan keberkahan di setiap waktu pagi. Emangnya nggak boleh apa, Mama shalat Dhuha? Aneh-aneh aja kamu, Sarah," kata Mama sambil mencolek daguku dengan lembut.

"Nggak aneh sih, Ma. Malah bagus kalau Mama shalat dhuha, biar lancar terus urusannya" jawabku singkat.

Dalam momen itu, terdapat keindahan yang tak terungkapkan dalam keheningan dan kelembutan yang terpancar dari hati Mama.

Ia memberi pengertian dan kebijaksanaan, serta menunjukkan pentingnya mendekatkan diri pada Sang Pencipta di setiap waktu, bahkan di tengah kesibukan dan keriuhan dunia.

Seperti sebuah lukisan yang dipahat dengan cinta dan keheningan, momen itu mengukir memori indah yang akan selalu terpatri di dalam hati.

Mama, dengan lembutnya, membuka tirai di hatiku yang kusut. Pagi ini bukan sekadar kehilangan waktu, melainkan kehilangan ruang suci yang biasanya kuciptakan di setiap langkah doa. Dalam detik-detik itu, aku merasa seperti karakter dalam buku yang kehilangan halaman penting yang menciptakan kelengkapan kisah hidupku.

Airmataku merembes perlahan, menari di ujung kelopak mata, menjadi saksi bisikan perasaan yang sulit diutarakan. Mama, dengan penuh kelembutan, meraih airmata yang turun di pipiku. Jarinya seperti menyapu kegalauan yang melintas, membawa kehangatan di setiap sentuhan.

"Air mata ini, semoga ia menjadi semacam doa yang terurai," bisik Mama dengan suara lembutnya. Dalam keheningan itu, terasa ada kekuatan penyembuhan dari sentuhan dan kata-kata yang tulus.

Dengan senyum lembut, Mama menyapaku.

"Mama tahu pasti kamu rindu dengan Ryan, kan?" Hatiku tersentuh oleh kebijaksanaan beliau yang selalu dapat merasakan getaran perasaanku.

"Tadi aku baru selesai video call dengan Mas Ryan. Kami berbagi cerita, tawa, dan dalam kehangatan itu, aku tidak kuat menahan kerinduan. Sambil tersenyum, aku memintanya untuk pulang ke sini tahun ini." Aku menjawab dengan suara yang penuh kehangatan.

Dalam momen itu, Mama dengan bijaknya mengerti bahwa panggilan video tidak bisa menyamai kehangatan pelukan langsung. Ia mendengar lebih dari kata-kata, meresapi kerinduanku yang terus berkobar di setiap detik yang kita lewati secara terpisah.

Aku mengusap pelan sisa-sisa air mata yang masih menetes di pipiku, dengan rasa haru dan cinta yang mengalir. Seperti irama yang mengalun dalam keheningan malam, momen itu membangun jembatan yang menghubungkan hati yang terpisah oleh jarak, namun tetap bersatu dalam cinta dan pengertian yang mendalam.

"Emangnya Mama selesai shalat tadi doa apa?" tanyaku pada Mama, penuh dengan rasa ingin tahu yang membara di hatiku.

Mama tersenyum lembut, meresapi momen kehangatan di antara kita.

"Pastinya, Mama berdoa untuk almarhum ayah dan Kakakmu. Mama juga mendoakan keselamatan dan kebahagiaan untukmu, terus untuk Ryan sebagai mama satu-satunya," ujarnya dengan penuh kehangatan. Mama berhenti sejenak, seakan merenungkan kata-katanya.

"Dan yang paling penting, Mama selalu berdoa agar keluarga ini segera diberkahi dengan kehadiran cucu." Kata-kata Mama, seolah menjadi lembaran doa yang mengalun indah, disertai dengan cubitan lembut di pipiku, sebagai ekspresi cinta dan keinginan tulusnya.

Aku memegang tangan Mama dengan penuh kelembutan, meletakkannya di atas perutku yang mengandung harapan dan impian. Sambil tersenyum, aku berkata.

"Doa Mama, sungguh, sudah dikabulkan oleh Allah." Suasana hangat dan damai menyelimuti ruangan, seakan kebahagiaan itu dapat terabaikan, bersarang dalam detak jantung yang memompa ikatan kasih antara kami.

Seperti irama yang mengalun dalam keheningan malam, momen itu membawa keberkahan dan harapan yang tak terbatas, merajut hubungan kasih yang tak tergoyahkan di antara kami.

Aku menyodorkan test pack yang tadi kuceritakan ke Mas Ryan kepada Mama. Sontak, Mama terkejut dan berucap,

"Masya Allah, kamu hamil, Sarah?" Dengan mata berbinar-binar, Mama bertanya, memancarkan kebahagiaan yang memenuhi ruangan.

"Iya, Mama," jawabku sambil tersenyum lebar dan penuh kebahagiaan.

Mata Mama bersinar lebih terang lagi, dan dengan suka cita yang tak terhingga, beliau tak henti-hentinya mengucapkan Alhamdulillah. Tangannya lembut mengelus perutku, dan dengan penuh kegembiraan, ia berkata.

"Alhamdulillah ya Allah, Akhirnya, aku punya cucu." Suasana kehangatan dan kebahagiaan merajut ikatan cinta antara tiga generasi, menciptakan momen yang tak terlupakan.

Seperti lukisan indah yang diwarnai dengan nuansa kelembutan dan kegembiraan, momen itu menjadi kenangan yang dikenang dengan penuh kasih sayang dalam perjalanan kehidupan kami.

"Eh, Ryan sudah tahu belum? Kamu sudah memberitahu Ryan?" Tanya Mama berbisik sambil kegirangan.

"Udah, Ma. Pas video call tadi aku menunjukkan ke Mas Ryan. Dia sangat senang," ucapku dengan syukur.

Suasana kegembiraan Mama membuat ruangan terasa lebih hidup, dan aku bisa merasakan getaran kebahagiaan yang terpancar dari wajahnya. Senyumnya yang cerah seolah-olah menjadi sinar matahari yang menerangi hatiku yang penuh harapan.

"Dia pasti senang sekali, ya? Sebentar lagi Mas Ryan akan menjadi ayah yang hebat," ujar Mama dengan penuh keyakinan, suaranya penuh kehangatan dan dukungan.

Saat itu, aku merasa seperti terbang di awan-awan kebahagiaan, berada di sisi Mama yang selalu memberi dukungan dan kekuatan. Kami berdua, di tengah cahaya hangat yang menyelimuti ruangan, merasakan kehadiran Mas Ryan dalam hati dan doa kami. Seperti sebuah syair yang terukir indah di langit biru, momen itu menjadi bukti cinta dan dukungan yang hebat.

Dalam lautan emosi yang meluap-luap, hatiku terombang-ambing di antara gelombang kegembiraan dan syukur yang menghanyutkan. Setiap kata dan sentuhan dari Mama membawa suasana yang begitu hidup, seolah-olah ruangan ini dipenuhi oleh cahaya kebahagiaan yang tak terpadamkan. Keceriaan yang memancar dari wajah Mama memantulkan sinar harapan di dalam hatiku yang penuh dengan impian dan doa yang akan segera terwujud.

Dalam momen itu, rasa syukur memenuhi setiap serat dalam diriku. Bagaimana tidak, setiap detik yang kami lewati bersama Mama adalah momen yang berharga dan tak terlupakan. Keberadaannya membawa kedamaian dan kehangatan yang mengalir seperti sungai yang tenang, mengisi hatiku dengan ketenangan yang tak ternilai harganya.

Namun, di balik kegembiraan dan syukur yang mengalir dalam diriku, terdapat juga kerinduan yang mendalam. Kerinduan untuk berbagi momen ini dengan Mas Ryan, untuk melihat senyumnya yang cerah dan mendengar suaranya yang penuh kebahagiaan. Setiap detiknya menjadi pengingat akan cinta yang begitu dalam dan janji yang tak terucapkan namun terasa begitu nyata di dalam hatiku.

Dalam kehangatan dan kebahagiaan ini, aku merasakan diriku seperti bunga yang mekar di pagi yang cerah, meresapi sinar matahari yang memeluknya dengan hangat. Begitu indahnya momen ini, di mana cinta dan harapan bersatu dalam satu irama yang harmonis, menciptakan lukisan kehidupan yang penuh dengan warna dan keindahan.

*****