webnovel

Propinquity

Yerim adalah seorang gadis dengan senyum manis meneduhkan yang ingin membuka lembaran baru dan menjalani hidup yang lebih baik tanpa dibayangi ketakutan akan masa lalu. "Dont live with the past." Aksa mengenal Yerim. Ia melihat Yerim sebagai gadis lugu yang aneh. Pertemuan pertama mereka memang konyol, tak terduga, tak disengaja, dan tanpa rencana. Tetapi dari situlah mereka terus bertemu di pertemuan kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya.

alifyar · Fantasy
Not enough ratings
5 Chs

Four : Again

"Shahna mana sih?" Yerim mengetukkan sepatu fantovelnya ke paving sekolah. Hari itu sangat panas. Dan parahnya, Shahna membuatnya menunggu di luar gerbang sekolah ditemani Kalara yang sudah tampak bosan.

"Kal, kamu mau duluan? Aku nggak apa kok nunggu sendirian." Lama-lama Yerim merasa tidak enak. Ia seharian ini banyak membuat gadis bermata monoloid itu repot.

"Panas sih Rim. Tapi tenang aja, gue nggak enak kalau harus ingkar janji sama Shahna." Kalara mengibaskan tangannya santai.

"Kamu udah di jemput? Nggak enak kalau jemputan kamu nungguin gitu."

Shahna lama banget sih? Kan kasihan Kalara. Yerim membatin geram.

"Gue pulang sendiri. Ntar pake bus. Habis ini gue masih ada eskul." Kalara tersenyum tipis.

"Maaf ya Kal." Cicit Yerim. Kalara menggeleng. "Ngapain minta maaf. Santai aja Rim. Banyak yang nyuruh gue buat bantuin lo. Akhirnya gue jadi berinisiatif. Lagian seharian ini lo juga baik banget sama gue." Yerim terdiam. Tidak paham dengan perkataan Kalara barusan.

"Nih ya. Tadi jam istirahat ke dua, inget nggak Bu Cici ke kelas, terus manggil gue?" Yerim terlihat berpikir keras, sudah jelas ia tidak ingat.

"Bu Cici bilang, pas lo disuruh ke ruang TU buat lengkapin data administrasi, dateng-dateng lo kayak habis nangis gitu. Waktu ditanya, lo juga bingung kenapa lo nangis." Kalara menghembuskan napas.

"Bu Cici nanya, gue tau nggak alasan lo nangis. Barangkali lo cerita ke gueㅡ gitu katanya. Tapi gue juga nggak bisa jawab. Orang lo nggak cerita apa-apa, ya kan?" Yerim mengangguk kecil.

"Dan setelah itu, Bu Cici pesen ke gue. Kalau gue harus lebih perhatian sama lo." Yerim menggigit bibir bawahnya. Merasa sangat bersalah kepada Kalara. Kalara berada di pihak yang tidak tau apa-apa dan dia rela kerepotan dibuatnya.

"Kal, maaf ya, aku ngrepotin kamu banget." Yerim menunduk.

"Nggak. Bukan gitu. Gue nggak keberatan sama sekali. Tapi dengan segala perlakuan khusus ini, lo kenapa?" Yerim mendongak. Dahinya sedikit mengernyit. Pasalnya pertanyaan Kalara sedikit membingungkan.

"Kenapa apanya Kal?" Yerim menatap Kalara bingung.

"Rim!"

Kalara memutuskan kontak matanya dengan Yerim, kemudian menunjuk sebuah mobil toyota vios keluaran tahun 2020 berwarna silver methalic yang terparkir manis di seberang jalan dengan seorang gadis yang mengayunkan tangannya riang dari dalam mobil. "Itu, Shahna udah jemput." Ia mengalihkan pembicaraan.

Yerim kemudian ikut melihat ke arah yang ditunjuk Kalara. "Ah, Shahna udah dateng." Lebih baik dia segera pulang. Melupakan pertanyaan aneh Kalara barusan.

"Gue pamit ya Rim. Eskulnya mau dimulai nih. Bye!" Kalara berlari terburu-buru meninggalkan Yerim yang masih diam mematung di tempat.

"Bye Kal!" Netra madu Yerim masih setia memandang punggung Kalara yang lambat laun menghilang. "Dan makasih banyak." Yerim tersenyum tulus setelahnya.

***

Aksa kini tengah asik memainkan ponselnya di kursi kemudi. Membaca beberapa pesan penting dari grup eskul hingga membalas asal pesan tidak penting dari Jimy dan Taqiy yang merecokinya dengan segudang pertanyaan tidak jelas. Tukang kepo memang.

"Rim!" Gadis yang berada tepat di sampingnya membuka kaca mobil lebar -lebar sembari berteriak. Ia sedikit berdiri dan mengeluarkan sebagian tubuhnya dari kaca mobil sambil mengayunkan tangannya ceria.

"Nggak apa kan kita bareng temen aku, Sa?" Gadis itu kini kembali duduk manis di kursinya, menatap Aksa penuh harap. Aksa menoleh, ia mengangguk kalem. "Santai aja, Na."

Tak lama, seorang gadis manis dengan surai hitam tergerai terlihat berusaha menyeberang jalan. Tangannya setia memegang erat tali ransel tas soft ungunya. Yang membuat Aksa sedikit memincingkan mata adalah sebuah notes kecil yang terkalung di leher jenjang gadis manis itu, mengayun lucu mengikuti irama kakinya. Unik dan yeah aneh, batin Aksa.

Setelah berhasil menyeberang, gadis itu terlihat mengamati sebentar mobil Aksa, tak lama ia pun mendekat dan masuk mobil.

Nggak ketuk dulu kek, minta ijin masuk. Asal main nyelonong aja. Aksa menggeleng syahdu.

"Kamu dari mana aja sih Na? Oh iya, tumbenan nggak pakai mobil yang biasanya?" Gadis itu bertanya sambil mendudukkan diri di jok belakang dan menutup pintu mobil dengan santai.

"Aku nggak enak tau sama Kalara." Aksa yang penasaran kemudian melihat gadis itu dari kaca belakang mobil.

Sebentar, kok kelihatannya nggak asing?

"Udah ngomelnya? Diem, nih aku tadi beli seblak dulu."

"Makasih Shahna. Eh iya, makasih juga kang Ujang." Aksa mendelik. Apa? Yang tadi dimaksud kang Ujang itu dia?

Shahna menatapnya sambil menahan tawa. Kemudian memukul pelan bahu Aksa sambil tertawa keras.

"Dia ngira kamu kang Ujang, Sa." Aksa meringis. "Nggak tau kali gue ganteng gini."

Shahna kembali tertawa geli. "Rim, kenalin."

Aksa kemudian kembali melirik kaca belakang mobil. Meneliti gadis yang berada di jok belakang sambil terus mencoba mengingat-ingat. Dia seperti pernah bertemu dengan gadis itu, tapi dimana? Sepersekian detik kemudian matanya membulat.

"Lo?!" Kali ini Aksa berbalik dan bertatapan langsung dengan mata gadis itu. Tangannya masih memegang kantong plastik putihㅡberisi seblak yang masih tampak hangatㅡsambil menatap Aksa keheranan. Shahna juga terlihat sama herannya.

"Lo cewek yang nge prank itu kan?!" Gadis yang berada di jok belakang itu kini mendelik bingung. Tangannya tiba-tiba bergetar, membuat suara gemerisik kecil yang berasal dari kantong plastik yang dipegangnya. "A...a...apa?"

"Lo cewek yang hampir buat hape gue nyium lantai itu kan! Habis itu pura-pura nangis biar gue kasihan!" Aksa tak salah lagi. Gadis yang duduk di jok belakang mobilnya itu adalah gadis yang tadi ia temui di lorong kelas IPA.

"Aksa, udah jangan marah-marah dong." Kali ini Shahna menengahi. Gadis itu menghembuskan napas panjang.

"Aku juga nggak tau bakal kayak gini." Shahna menyelipkan surainya ke belakang telinga. Mengulum bibir sambil menyilangkan kedua tangannya.

"Sa, aku nggak tau Yerim punya salah atau masalah apa sama kamu. Aku juga nggak tau kronologi pastinya kayak gimana. Otomatis aku juga nggak bisa mutusin kamu atau Yerim yang salah." Aksa memijat pelipisnya pelan, kemudianㅡlagi-lagiㅡmelirik kaca belakang mobil dan kembali memperhatikan gadis itu. Kepalanya menunduk dengan badan yang masih bergetar. Ia juga menutup mata sambil terus mengatur napasnya yang menderu hebat. Aksa jadi merasa sedikit bersalah.

"Aku yakin Sa, kalau Yerim punya salah, dia bakalan langsung minta maaf. Aku tau banget Yerim kayak gimana. Dia selalu jadi yang pertama buat minta maaf. Jadi please, tolong kamu maafin dia ya, hem?" Shahna menyentuh halus pundak Aksa. Matanya terlihat memohon.

Aksa menarik napas seraya mengangguk pelan. Ia kemudian menggusap tengkuknya canggung. Kenapa tiba-tiba ia jadi emosi dan berteriak ke gadisㅡyang Aksa dengar dari Shahna bernama Yerimㅡitu? Shouldn't be rude to strangers! Lagian Yerim juga sudah meminta maafㅡwalaupun malah membuatnya merasa bersalah dan ditipuㅡoke lupakan. Aksa akui dirinya terlalu netink berpikir bahwa gadis itu menangis untuk memohon rasa kasihan kepadanya. Mungkin gadis itu memang cengeng. Tapi apa Yerim benar-benar secengeng ini? Ia bukan sedang diculik atau disandera, tapi lihat. Tubuhnya bergetar hebat bahkan dengan napas yang tak beraturan. Bolehkan Aksa menyebut itu 'terlalu berlebihan'?

"Udah Rim, tenang ya. Nggak apa. Aksa tadi emosi. Lagian kalau kamu buat kesalahan, pasti bakalan langsung minta maaf kan?" Shahna menenangkan Yerim. Menepuk pelan punggung tangannya dan sesekali mengelusnya halus. Yerim terlihat mengangguk tipis, kemudian meneguk ludahnya keras.

"Maaf sebelumnya. Aku pernah buat salah sama kamu, tapi aku lupa untuk alasan tertentu. Kalau kamu masih belum nerima permintaan maafku di awal, aku minta maaf lagi deh." Yerim menggerakkan jarinya gelisah.

"Maaf..." Yerim terdiam sejenak.

"Aksa Rim. Namanya Aksa." Shahna tersenyum.

"Aksa, maafin aku."

***