"Yaa ... Tuhan, ampuni kami ya Tuhan ... bagaimana ini bisa terjadi? Padahak hanya keluar sebentar saja di sekitar Istana. Apakah tidak ada yang melihat pemaksaan itu? Apa tidak ada yang melihat kejahatan itu? Kita akan mati Panglima Abraham. Dia adalah calon istri Pangeran ... Perempuan yang dicintainya. Bagaimana jika Pangeran tahu?" Paman Elliot mengusap-udap wajahnya sendiri seakan tidak percaya akan apa yang menimpa Masyayel, Putri Adaline itu.
"Padahal dia sangat sempurna melakukan penyamaran sebagai pelayan, tapi masih terpancar kecantikannya itu sehingga membahayakan dirinya jika dilihat oleh orang lain. Aku tidak menyangka akibat kecerobohanku bisa terjadi hal sefatal ini, Panglima Abraham," sesal Paman Elliot sambil memukul-mukulkan kepalanya dengan tangannya sendiri. Dia menangisi kesalahannya di depan Abraham. Abraham hanya menatapnya sambil tak mengerti apa yang harus dia lakukan juga untuk Masyayel.
Dengan sigap Paman Elliot menyadari penyesalannya itu tidak ada gunanya. Semua tidak akan mengubah apapun, semuanya terlanjur terjadi. Ia segera bangkit dan mencari ramuan serta obat untuk diminumkan kepada Masyayel dan dengan dibantu oleh Abraham untuk memasukkannya dengan perlahan ke mulut gadis itu. Serta ada ramuan juga yang ia oleskan ke tubuh Masyayel. Agar kulit-kulitnya segera segar dan pulih kembali. Paman Elliot mengelus-elus kening gadis itu dan berharap gadis cantik yang nampak sayu itu segera membuka matanya dan menyapa dirinya seperti sehari-hari dengan keceriaannya.
Begitu pula Abraham. Sang Panglima masih kebingungan dan memikirkan apa nanti yang akan dia terima setelah Pangeran Shem pulang. Dia berjalan kesana dan kemari secara mondar-mandir juga menunggu Masyayel siuman. Agar semua bisa mengetahui pokok permasalahan dan apa yang terjadi sebenarnya kepada dirinya itu.
Abraham bersumpah kepada dirinya sendiri jika menemukan pelaku kurang ajar itu, ia tidak akan mengampuninya. Bahkan akan membunuhnya seketika itu juga. Dia mengepalkan kedua tangannya penuh dendam. Penjahat itu harus dihukum mati! Sungguh tidak ada ampun bagi penjahat istana atau penjahat rakyatnya pun!
"Panglima Abraham, Pangeran berpesan kepadaku agar Masyayel tidur di kamar Pangeran jika beliau sedang tidak diistana, dengan harapan agar Masyayel nyaman dan bisa mengobati sedikit rindunya diperlakukan sebagai seorang putri lagi. Tolong pindahkan dia ke kamar Pangeran sekarang. Dia akan beristirahat disana." Paman Elliot berkata.
Abraham segera menuruti dan mengangkat tubuh gadis itu, lalu berjalan untuk memindahkannya ke kamar Pangeran. Masyayel dibaringkan di ranjang super empuk dan kamar yang sangat indah ini. Dengan kenyamanan yang ada. dia berharap mampu mempercepat kesadaran Masyayel. Abraham masih terus berada disamping Masyayel. Dia ingin menemaninya sampai dia siuman. Ia ingin memastikan bahwa Masyayel benar-benar bisa sehat kembali meskipun perlu waktu untuk menyembuhkan luka dan sakit tubuhnya itu serta trauma psikisnya yang pasti akan ia rasakan seumurnya hidupnya. Ia tak menyangka Masyayel yang harusnya aman dalam penjagaannya ini bisa menjadi korban perkosaan karena kelalaian Paman Elliot yang tidak mewaspadai keadaan ini. Yang ia harapkan semoga tidak hari ini Pangeran kembali dari tugasnya itu. Mungkin besok saja, ya mungkin besok Masyayel akan lebih baik kondisi kesehatannya dan lebih bisa diajak berkomunikasi.
Tapi yang ia takutkan. Bagaimana jika Pangeran benar-benar datang hari ini? Apa yang akan ia katakan kepada Pangeran? Apakah yang sebenarnya atau ia harus rahasiakan apa yang terjadi sebenarnya dari Pangeran? Sungguh Abraham dalam dilema.
***
Abraham masih menunggu dan menemani Masyayel yang masih teebaring pingsan di ranjang itu. Dia menatap gadis itu terus dan berharap gadis itu segera membuka matanya. Dia sangat sedih, dan sangat dipenuhi penyesalan. Keselamatan Putri Adaline adalah pertaruhan nyawanya.
Abraham masih menahan kantuk karena minimnya waktu tidur tadi, karena situasi terjaga sehingga ia tak bisa tidur pulas seperti biasanya. Semilirnya angin dingin dini hari menyapu wajah Abraham membuatnya makin mengantuk meskipun sambil menjaga Putri Andaline di kamar Pangeran Shem.
Tak lama sayup-sayup terdengar suara tangis lirih namun setengah merintih, "Abraha ... aaammm, hiks hiks hiks, kau kah itu?" Masyayel mencoba meraih tangan Abraham dan ingin membangunkannya. Ia meraih dan berhasil memegang tangan itu. Membuat Abraham langsung terkaget.
"Yang Mulia? Kau sudah siuman?" Seketika Abraham meringsut dari kursinya. Dia bersimpuh dan menundukkan kepalanya karena kesalahan dia yang tidak waspada akan keadaan tuan Putrinya.
"Ampuni aku, Yang Mulia. Mohon katakan hukuman apa yang harus aku terima," ucapnya berkali-kali karena beban rasa bersalahnya yang teramat besar.
"Ini bukan salahmu, sungguh. Ini semua salahku sendiri. Bukan juga Paman Elliot. Aku yang terlalu menyepelehkan keadaan. Aku termakan oleh kepercayadirianku yang terlalu tinggi." Dia semakin keras menangisnya.
"Aku ... Aku sudah hancur sekarang Abraham. Pangeran akan membuangku, tapi ... jika aku bernasib sial, aku akan diserahkan kepada Kerajaan dan akan dihukum pancung! Mana mau Pangeranmu itu dengan perempuan kotor seperti aku? Aku sudah menjijikkan Abraham." Masyayelpun tak kalah dirudung penyesalan pula.
"Aku dan Paman Elliot yang akan mati, Yang mulia Putri. Semua bencana ini terjadi karena kesalahan kami berdua. Kami terlalu bodoh dan ceroboh tidak bisa menjagamu. Pangeran akan membantai kami berdua dengan sadis, mengingat Putri adalah orang yang paling dicintainya. Ampuni aku Putri,"
"Tidak! Kalian tidak tahu menahu tentang kejadian ini. Kalian tidak ada sangkut pautnya dengan tragedi ini. Aku lah yang bodoh dan tolol! Kalian tidak akan mendapat hukuman apapun!! Aku akan bicara sendiri dengan Pangeran. Jika dia masih mau mendengarkan aku." Masyayel masih tergolek lemas, namun bicaranya sudah sangat jelas.
"Putri, katakan bagaimana bisa terjadi seperti ini? Kemana saja Tuan Putri? Harusnya memberitahu aku dulu,"
"Aku pikir hanya berjalan-jalan di sekitar istana tidak masalah, aku juga banyak menemui orang yang ramah, tapi aku tidak menyangka ada orang jahat pula diantara mereka. Aku tidak tahu ada yang menguntit dan membaca situasi pagi itu." Masyayel menceritakan detail semuanya kepada Abraham. Abraham tampak berkali-kali menggeleng-gelengkan kepalanya sambil memejamkan mata. Keluarlah dendam dan amarahnya. Tangannya mengepal geram namun tak tahu harus ia hantamkan kepada siapa! Dia sangat marah dan akan membunuh siapa saja yang biadab itu.
Berkali pula Abraham mencoba mengelus punggung Putri Adaline karena tangisnya semakin meronta-ronta. Abraham merasa pilu mendengar nasib tragis sang Putri.
Abraham mencoba menyentuh kening Putri Adaline, ia merasa sedikit lega karena demam dan panas tinggi gadis itu telah turun.
"Putri, aku akan meminta pelayan membawakan makanan dan Tuan Putri apa butuh air hangat? agar merasa lebih baik dan lebih segar."
"Aku akan meminta Paman Elliot menyiapkannya. Tuan Putri tunggu disini. Aku akan segera kembali." Abraham segera memanggil Paman Elliot dan memberi kabar bahwa Masyayel telah siuman. Ternyata Paman Elliot telah menyiapkan makanan untuk Masyayel, dia sendiri yang request kepada pelayan sendiri.