webnovel

2. Abraham dan Prajurit

Dia begitu teriris dengan keadaan Kerajaan saat ini. dia sangat tahu kabar yang beredar, Raja Serafin yang berkhianat dan ingin menguasai Red Xavier Crystal milik Kerajaan Sadrach. Karena itu semua hukuman harus dia terima beserta seluruh rakyat Negeri Serafin ini.

"Apakah Engkau tak memberikan maaf kepada Ayahku wahai Tuhanku? Jangan sampai orang-orang tak berdosa ini turut menanggung dosa Ayahku. Kasihanilah mereka dan juga kami," pinta gadis itu dalam hati dengan tangan memohon dan kepala yang mendongak kepada Tuhan dia.

Abraham segera meraih tangan Putri Adaline, ia menyuruh gadis itu bangkit dari posisi bersimpuhnya. Putri Adaline menatap dengan memelas dan penuh harap.

"Putri, saya mendapat perintah untuk membawa anda dengan selamat ke hadapan Yang Mulia Shem Theodorus." ucap Abraham

"Apa dia ingin membunuhku Abraham?" tanya dia sambil ketakutan.

"Maaf, saya tidak tahu Putri. Perintahnya hanya itu." Tampak Adaline sangat pilu, dirinya telah tertangkap oleh Panglima juga tangan kanan Pangeran Shem.

"Siapapun yang tak ingin terluka, jangan ada yang melawan! Aku akan bawa Tuan Putri kalian dengan selamat," Abraham sambil menghunus dan mengacungkan pedangnya yang dipegang dengan tangan kanan, ke arah para prajurit Serafin yang mungkin ingin merebut kembali Tuan putri mereka. Sedangkan

tangan kiri memegang erat tangan Adaline. Berjalan menyusuri kerumunan prajurit yang masih tersisa di dalam istana. Adaline pun tak berkutik, dia hanya seorang wanita lemah. Ia hanya berjalan mengikuti Abraham di belakang pria itu.

"Siuuutt! Hyak!" Satu prajurit hendak menyerang Abraham dari belakang, mungkin ia tak rela kalau Tuan Putrinya di cekal oleh pihak Kerajaan lawan.

Sang Putri berteriak tatkala melihat prajuritnya itu tergores lehenya, Adaline melihat darah segar menyembur di depan matanya dari leher seorang prajuritnya. Dia kaget dan semakin menangis.

Akhirnya seluruh prajurit yang tadinya berdiam diri, sekarang semua menyerang Abraham bertubi-tubi.

"Lepaskan Putri kami!" Teriak seorang prajurit lainnya. Semuanya menyerang bersamaan dengan acungan pedang tajamnya. Abraham dengan tangkas menangkis dengan pedang serta menyerang balik mereka semua. Sungguh hebat hanya dengan satu tangan ia dapat menghabisi lawan.

"Hentikan Abraham, mereka punya anak dan istri dirumah." Teriak Adaline disertai tangisan.

"Maaf Yang Mulia Putri, mereka menyerang lebih dulu." kilahnya.

Setiap Abraham melukai lawan, Adaline selalu berteriak histeris. Membuat Abraham juga kaget dan jadi tak bisa berkonsentrasi.

"Kalau Putri berteriak terus, aku tak bisa fokus menyerang mereka," tukas Abraham.

"Kasihanilah mereka Abraham."

"Oke, suruh mereka semua diam dan tidak menyerangku, maka mereka aman dariku," saran Abraham kepada Adaline.

"Semua! Tolong dengarkan aku, kalian prajurit hebat yang tersisa. Berhenti menyerang dan aku mengizinkan kalian pulang kembali kepada anak dan istri kalian. Ini perintah!" Sebagian prajurit berterima kasih dan berlari terbirit-birit meninggalkan istana untuk pulang ke rumah, namun sebagian memilih tetap tinggal. Abraham melanjutkan langkahnya menyusuri koridor istana. Suasana sudah mulai hening, semua diam tak bergerak. Hanya suara kaki kedua orang yang terdengar. Abraham dan Adeline saja.

"Crush!!!" Seorang prajurit Serafin lagi ada yang melompat hendak melukai kepala Abraham tepat di atasnya, namun Abraham yang sangat sigap itu segera menancapkan pedangnya ke perut lelaki itu.

"UUURGH!!" keluh orang itu seraya menghembuskan nafas terakhirnya.

"Aaaaaaaa!!!!" Lagi-lagi Adaline berteriak histeris sambil menutup mulutnya dengan kedua tangannya.

"Putri, anda berteriak lagi. Saya jadi terkejut. Mohon maaf Putri, saya harus menutup mulut Putri, agar tidak mengganggu saya." Abraham meminta pita yang terikat di gaun Adaline, yang terpasang di pinggangnya.

Ia segera mengikatkan pada mulut Adaline dengan cepat sambil matanya tajam mengarah ke segala arah untuk tetap waspada. Ia mengajak Adaline berlari agar segera menemui Pangeran Shem di luar istana.

Ia terus berlari bersama dengan menghunus pedang dan menghajar siapa saja yang menghalanginya, tapi membiarkan tetap hidup mereka yang berdiam diri.

"Yang Mulia! Saya telah menemukan Putri Adaline, tapi Raja dan Ratu saya tidak melihat mereka." Teriak Abraham tatkala melihat Pangeran Shem.

"Bawa kesini dia Abraham!" balas Shem kepadanya.

Mata Adaline yang masih dipenuhi tangisan itu tampak menatap penuh harap iba terhadap Sang Pangeran Shem. Sembari dirinya diserahkan oleh Abraham kepada Sang Putra Mahkota.

Shem dan mereka berdua segera menepi dari pertempuran yang panjang siang ini.

"Apa yang terjadi Adaline? Ayahmu sungguh pengecut dalam hal ini."

Shem sangat marah dengan mata melotot meneriaki Adaline. Shem lalu membuka ikatan mulut Adaline.

"Aku sungguh tidak tahu Shem, semua tiba-tiba terjadi," Putri Adaline menggeleng kepala dan menatap ke arah bawah.

"Satu bulan aku pergi meninggalkan Negeriku untuk mengurus semua koloni dan pemerintahan wilayah selatan. Tiba-tiba aku pulang dihadapkan dengan kabar mengejutkan ini!" tambahnya sambil mendekati Adaline.

"Aku sungguh sangat menyesal Shem, dan ketidaktahuanku juga menjadi masalahku. Aku tidak tahu apa yang terjadi? Apakah kau akan membunuhku Pangeranku?" Adaline meraih tangan Shem.

Shem melirik lengannya yang dalam genggaman Adaline. Hatinya begitu rindu dengan kekasihnya ini karena satu bulan yang lalu ia meninggalkannya, dan belum pernah bertemu sama sekali, namun situasi sangat fatal yang diciptakan oleh Raja Ignasius, Ayah Adaline. Menyebabkan Shem harus tetap waspada, dia tak tahu apakah Adaline juga punya niat tersembunyi atau tidak?

"ABRAHAM!!! Bawa dia ketempat yang aman. Aku akan menemuinya nanti!" Perintah Shem kepada Abraham.

Shem segera berlalu pergi dan membiarkan Abraham membawa Adaline menaiki kuda bersamanya. Adaline menatap penuh harap kepada Shem, tapi sepertinya semuanya pupus. Shem menampakkan sikapnya yang tak biasa, dia misterius. Dan Adaline menyimpan seribu tanya dalam dadanya. Ia menatap Shem yang masih menyerang prajuritnya yang tersisa, sampai hilang dari pandangan matanya. Dia menangis dengan hati yang teriris. Mau dibawa kemana dirinya? Akan diapakan dirinya? Sungguh ia sangat ragu juga sangat takut hukuman yang akan diterimanya nanti.

Abraham terus memacu kudanya membawa Adaline, dia mencari tempat yang aman seperti perintah. Ia menemukan kastil tua yang agak jauh dari istana Serafin.

"Tempat apa itu Putri? Kastil tua itu?" tanya Abraham

"Dulu tempat tahanan wanita dikurung bila melakukan kesalahan, tapi sudah sekian bulan ditinggalkan karena kami telah membangun ruang tahanan yang baru," jawab Adaline.

"Putri akan berada disana sampai Pangeran Shem datang," tukas Abraham.

"Abraham, katakan padaku. Apa aku akan dibunuhnya?" tanya Adaline menahan getaran di dadanya. Dia sangat takut mati untuk saat ini.

"Sekali lagi mohon maaf, saya tidak tahu ada niat apa Pangeran Shem memintamu untuk ditahan disini," imbuhnya.

Ia memasuki kastil itu dengan menuntun tangan Adaline. Abraham mengajaknya menuju lantai yang paling tinggi. Agar dia aman sesuai perintah Pangeran.

Salam Hangat readers, semoga terhibur. Dukung penulis dengan berikan komentar, review dan jangan lupa lempar power stone ke buku ini. Terima kasih dan jangan lupa bahagia.

Lika_FRcreators' thoughts