webnovel

Prince Charming Vs Gula Jawa

Memiliki kekasih ganteng, pintar, dan populer sama sekali tidak terlintas dalam pikiran Kanya. ⁣ ⁣ Tapi siapa sangka dirinya yang hanya gadis biasa-biasa saja, bisa digilai seorang laki-laki tampan, bergelar Prince Charming di Kampusnya, bernama Naren. ⁣ ⁣ Tentu saja, hubungan itu tak semulus harapan. Karena banyak gadis yang menginginkan Si Prince untuk bisa jadi kekasih mereka. ⁣ ⁣ Akhirnya, karena suatu sebab hubungan mereka kandas. Tapi kemudian, Kanya bertemu dengan Naren kembali setelah lima tahun. ⁣ ⁣ Apakah Kanya akan kembali pada Naren? Atau dia akan berpaling pada Kenan, teman laki-laki yang selalu menemaninya selama Naren pergi?

Yuli_F_Riyadi · Urban
Not enough ratings
174 Chs

Part 14

KANYA

"Gambarnya bagus sih, tapi ada sesuatu yang beda dari gambarmu kali ini. Gimana ya? Menurutku kamu menggambarnya kurang maksimal nggak seperti biasanya," komen Nadine saat sudah melihat beberapa hasil gambar sketsaku. Tapi lantas kemudian dia menatapku dengan mata sedikit melebar.

"Astaga Kanya! Jadi kamu beneran belum pernah jatuh cinta?'

Aku berdecak. "Apa hubungannya sih Mbak?"

"Aku udah beberapa kali menggunakan desaign kamu. Dan hasilnya luar biasa. Tapi kali ini kamu mengerjakannya seperti setengah hati. Ada apa denganmu? Aku pikir tema kali ini nggak terlalu sulit untuk menghasilkan gambar yang uwaw."

"Jadi desaignku gak cocok ya Mbak?"

"Desaign ini bagus, tapi nggak sesuai ekspetasiku." Nadine menggeleng kecewa. Dan aku mendesah.

"Kamu bisa cerita padaku kalo ada masalah," wanita berkulit putih itu menatapku.

"Aku nggak ada, masalah apa-apa. Yang bermasalah itu Mbak. Nggak biasanya minta desaign bertema cinta."

Lagi-lagi Nadine tertawa. "Memangnya kenapa? Wanita itu identik dengan cinta."

"Kecuali kalo Mbak Nadine memang lagi jatuh cinta."

Nadine mengibaskan tangan. "Nggak kok. Aku selalu jatuh cinta pada orang yang sama tapi nggak pernah berhasil. Jadi nggak ada hubungannya. Kamu taukan sebentar lagi bulan februari. Bulan yang kata orang bulan cinta itu harus aku manfaatkan dengan launching produk baru bertemakan cinta."

Aku melongok. Lebih pada kalimatnya yang pertama. Seorang wanita cantik seperti Nadine terjebak cinta pada orang yang sama tapi tidak pernah berhasil. Maksudnya apa ya?

"Itu... Jadi Mbak nggak lagi jatuh cinta?"

"Kalo kamu anggap menunggu seseorang yang suka menggantungkan perasaan itu bisa disebut jatuh cinta."

Hah?

Dan aku semakin tidak paham. Sedetik kemudian sebuah notif dari ponselnya mengalihkan pandangannya. Dia tersenyum membaca isi pesan dari benda persegi itu.

"Ternyata dia di Surabaya."

"Hah, siapa?"

"Pria itu."

"Pacar Mbak Nadine?"

Dia menggeleng. "Itu hanya keinginanku. Kamu tau aku selalu ditolak saat mengajaknya pacaran." Lalu wanita itu tertawa.

Aku malah takjub. Seorang wanita cantik seperti dia? Ditolak? Laki-laki jenis apa yang menolak pesona Nadine?

"Laki-laki bodoh mana yang berani menolak kamu Mbak?"

"Rasanya aku harus menyerah saja. Kamu pun mengakui aku cantikkan? Tapi nggak buat pria itu. Ah, aku bahkan kalah saing sama seseorang yang nggak berwujud."

"Aku semakin bingung deh Mbak. Kalah saing sama yang nggak berwujud? Maksudnya apa?"

"Dia mencintai wanita lain yang bahkan aku sendiri nggak tau wanita itu beneran ada atau nggak."

Hah! Ribet banget. Aku semakin bersyukur tidak terlibat sesuatu yang rumit bernama cinta. Cukup sekali dulu itu. Dan sekarang sama kali tidak berminat.

"Secara logika aku yang harusnya memenangkan hatinya dong. Tapi si keras kepala itu sepertinya sudah buta."

"Bodohnya dia."

"Dia memang bodoh. Tapi kenapa aku bisa jatuh cinta pada laki-laki bodoh itu ya?" Nadine tertawa lagi. Kali ini terdengar sumbang.

"Aku akan mengenalkannya padamu. Dia lagi otw, mungkin bentar lagi dia datang. Kita makan siang bareng yah."

"Kok Mbak Nadine masih mau aja sih diajak ketemuan. Diakan udah phpin Mbak."

"Dia temanku Kanya. Ditolak sebagai pacar masa iya mendadak aku jadi nggak mau berteman. Kita itu bukan abg lagi."

Kali ini aku yang tertawa, menyadari pikiranku yang kekanakan. Nadine bukan wanita lemah, aku tahu.

Cinta itu rumit dan menyakitkan. Bahkan untuk seorang yang cantiknya bak bidadari seperti Nadine. Padahal aku yakin, di luar sana dia masih bisa mendapatkan pria mana pun yang lebih menghargai perasaannya. Tidak terjebak dan terpaku hanya pada seseorang yang bahkan mencoba menyelami hatinya pun enggan.

Sebuah ketukan di pintu membuat wajah Nadine sumringah. Dengan lantang ia menyuruh orang yang masih di balik pintu itu masuk. Pintu terbuka, dan yang terlihat adalah seorang laki-laki yang wajahnya sengaja di tutupi dengan bunga buket lily besar. Konyol. Tapi itu membuat tawa Nadine pecah.

Ini kah orang yang php-in seorang Nadine. Dan dia masih saja bersikap sok romantis membawakan Nadine sebuket bunga. Nadine berdiri menyongsong sosok itu.

"Baiklah, itu cukup mengejutkan. Sekarang aku ingin mengenalkanmu pada desaignerku yang manis ini. Turunkan bungamu itu."

Aku ikut tersenyum melihat Nadine yang nampak ceria. Dia tambah cantik. Laki-laki itu menurunkan buket bunganya.

Senyumku lenyap seketika, mataku agak sedikit melebar.

Begitu pun laki-laki itu saat tatapannya jatuh tepat ke arahku. Wajah terkejutnya tidak bisa disembunyikan.

Lima tahun, aku tidak pernah melihatnya lagi. Sebuah luka yang belum sepenuhnya kering terasa membasah kembali. Dia laki-laki yang pernah mengisi hari-hariku dan dia juga laki-laki yang sudah menorehkan luka yang membuatku enggan untuk mengenali apa itu cinta. Naren, dia berdiri tepat di hadapanku.

Wajahnya masih semenawan dulu. Tubuh kokohnya berbalut kemeja panjang dengan lengan yang dia gulung sampai ke siku. Kami masih saling menatap dalam diam. Bibirku terkatup rapat. Bahkan aku merasakan gigiku saling terkait kencang.

"Naren, dia Kanya. Art desaignerku. Penjualanku laris manis selama aku memakai desaignnya yang keren-keren. Tapi kali ini dia mengecewakanku, desaign yang bertema cinta yang aku ingin tidak dia buat secara maksimal."

Nadine mengenalkanku pada Naren dengan sangat antusias. Membuatku tersadar. Aku langsung mengalihkan pandanganku padanya.

Naren yang lebih dulu mengulurkan tangannya. Dia masih belum melepas tatapannya padaku. Ragu aku menyambutnya.

"Apa kabarmu?" tanyanya.

"Apanya yang apa kabar? Bahkan kalian baru bertemu. Harusnya kamu sebutin nama. Ya ampun Naren," protes Nadine membuatku salah tingkah.

"Oh ya, aku Naren."

"Kanya," balasku lalu segera melepaskan tangan.

"Jadi, Naren. Kita makan siang?" tanya Nadine.

"Mmm, okeh."

"Kanya ayo!"

"Mmm, sorry aku kayakya nggak bisa Mbak. Ada janji makan siang dengan klien." Aku mencari alasan agar bisa segera pergi dari sini.

"Oya? Tadi kamu nggak bilang begitu?"

Aku melirik Naren.

"Iya aku lupa. Baik, kalo gitu aku pergi dulu ya mbak sebelum terlambat. Nanti aku perbaiki sketsaku lagi."

Aku bergegas meraih tasku.

"Sayang sekali yaah. Oke. Nanti aku telpon lagi yah."

"Baik Mbak. Aku permisi dulu ya."

Aku buru-buru keluar dari ruangan Nadine. Ini tidak baik buatku. Sesuatu yang ada di dalam dadaku berdegup cepat. Setelah berhasil melewati Naren, aku bernapas lega.

Astaga. Ini perasaan apa? Sudah lima tahun berlalu. Hanya terkejut. Aku yakin tidak ada yang perlu aku khawatirkan.

Naren, kenapa aku bisa bertemu dengannya di sini? Jadi, laki-laki yang Nadine ceritakan adalah Naren. Aku merasa sial. Dari sekian banyak laki-laki kenapa harus Naren? Kenapa aku harus bertemu dengannya lagi? Entah mengapa, perasaanku mendadak tidak enak. Salah satu alasanku agar bisa segera menyingkir dari sana. Terutama untuk menghindari tatapan Naren, yang sedari tadi tak mau lepas.