Tolong, hentikan!! 2

"Satu… ah… lakukan saja satu…"

Yang dia maksud adalah belaian di dadanya atau dorongan tanpa henti dari bawah, tapi Ishakan mengartikannya berbeda.

"Hanya satu?" Dia terkekeh, menggerakkan tangannya ke bawah, jarinya menekan kli!torisnya dan membuat tubuhnya gemetar hebat. Dia menggoyangkan jarinya dan berbisik nakal.

"Kamu sangat serakah. Lagipula aku hanya punya dua tangan."

Dia membuatnya terdengar seperti wanita cabul, tapi ketika dia membuka mulut untuk memprotes, hanya erangan yang keluar.

Suara terengah-engah bergema di tempat kosong ini, nyaring dan jelas. Dia mencoba bergerak, tidak mampu menahannya, tapi terjebak oleh jeruji besi di depannya dan Ishakan mendorongnya dari belakang. Kejantanannya terus bergerak di dalam dirinya saat payudaranya memantul ke atas dan ke bawah, dan tubuhnya bergetar saat dia dengan cekatan membelai dan mencubit putingnya.

Lea terisak kesakitan. Seimbang berjinjit, pahanya cepat lelah, tetapi jika dia menurunkan dirinya sedikit pun, dia akan tertusuk pada kejantanannya. Dia terjebak, diliputi oleh sensasi yang dia rasakan, dan pikirannya terus menjadi kosong saat dia mendorongnya hingga dia tidak tahan lagi.

"...!"

Sesuatu sedang mencoba keluar dari dirinya. Tekanannya terlalu besar, setiap kali kejantanannya menggesek dinding bagian dalam dirinya, dia merasa ada sesuatu yang akan keluar, sehingga dia harus…

Leah segera memanggil Ishakan.

"Ishakan, haaa, tunggu…"

Dia dengan putus asa meraih lengannya.

"Tunggu…tunggu, hentikan…ah, tidak…" dia memohon.

"Apa maksudmu tidak, apakah kamu tidak begitu menyukainya?" Dia terengah-engah, mengabaikannya saat dia menggaruknya dengan kukunya yang tajam, mendorongnya tanpa henti. Dia meringkuk pinggulnya untuk membuat suaranya lebih basah, seolah-olah dia sedang mencicipinya, dan berbisik, "kamu terlalu basah di sini."

Itu memalukan, tapi dia harus mengatakan yang sebenarnya padanya. "Ishakan, sepertinya aku akan… kencing…"

Ishakan menjilat pipinya yang berlinang air mata saat dia mendorong kejantanannya lebih keras ke dinding bagian dalamnya.

"Oke. Lakukan."

"Haaa… Tolong, hentikan…"

Jarinya menggesek kli!torisnya lebih keras dan bagian dalam v@ginanya terjepit saat dia menggelengkan kepalanya dari sisi ke sisi, memohon dengan putus asa. "Tidak… ah, apa yang kamu lakukan? Aku tidak tahan, heukkkkkk!"

Kejang mengguncang tubuhnya dan kakinya lemas, tubuhnya mengejang saat dia meluncur ke bawah, tertusuk. Dia tidak tahan, dia begitu dalam!

"Ha, ahhhh!"

Pinggulnya tersentak ke depan dan aliran cairan mengalir di antara kedua kakinya, cairan bening menetes ke lantai, membasahi kaki dan pahanya. Leah mengerang, kaget dengan pengkhianatan tubuhnya, dia tidak percaya dia telah…bukannya dia masih anak-anak, itu sangat memalukan!

"Sudah kubilang padamu untuk berhenti!" dia meratap. "Mengapa….?!"

Itu tidak akan terjadi jika dia membiarkannya lalu. Dia tertegun dengan apa yang terjadi dan bingung dengan apa yang dilakukan tubuhnya. Itu bukan…kencing, tidak berbau, dan kemudian dia menyadari bahwa Ishakan sudah lama tidak berbicara.

"Ishakan…?" Dia memanggilnya dengan namanya.

Butuh beberapa saat baginya untuk merespons, suaranya terdengar tegang dan bergemuruh.

"Haa, Lea…"

Napasnya berat, serak.

"Sudah kubilang jangan bertingkah erotis…"

Tangannya mencengkeram jeruji besi sambil mengerang, dalam dan kesakitan, menjebak Leah di antara lengannya, lengannya di kedua sisi wajahnya. Pembuluh darah menggembung di setiap lengan bawah yang gemuk, otot bergetar, dan dalam genggamannya jeruji besi bengkok sambil berdecit.

"Haa…maafkan aku…" bisiknya, suaranya terdengar sedih. "Maaf…"

Dia tidak mengharapkan permintaan maaf. Lea menarik napas. Ini terasa berbahaya. Sesuatu yang aneh sedang terjadi di dalam dirinya, ketegangan dalam suaranya berpindah ke tubuhnya. Awalnya dia mengira dia hanya membayangkannya, tapi sekarang dia yakin itu nyata.

"Ish…Ishaken…" Dia benar-benar ketakutan, suaranya bergetar saat memanggil namanya. "Rasanya… aneh di dalam…"

Kejantanannya membengkak.

Banyak.