webnovel

Pradhika's Bloody Incident

Pradhika's Triplet yaitu Siji Pradhika, Yuji Pradhika dan Reiji Pradhika mengalami hal buruk saat mereka berupaya mematahkan kutukan yang dialami oleh Reiji. Mereka terjebak di tempat aneh dan mengalami peristiwa yang mengerikan. Tempat itu hanyalah lubang setinggi orang dewasa yang tidak memiliki celah lain untuk keluar. Mereka bertiga harus memutar otak untuk dapat keluar dari tempat aneh itu. *** Lalu, mereka mengalami kejadian aneh yang lainnya karena kedatangan seseorang yang mengaku paman mereka, yang berasal dari Korea Selatan. Lelaki itu adalah saudara kembar non identik Tuan Yudha Pradhika, ayah dari Pradhika's Triplet. Namun, terjadi permasalahan yang rumit di antara dua saudara itu sebelum Tuan Yudha diadopsi oleh keluarga Pradhika dan diboyong ke Indonesia. Siji Pradhika yang sedang mengikuti pertukaran pelajar ke Busan, Korea Selatan, harus bertemu dengan saudara ayahnya itu. Dan kisah berdarah-darah itu pun dimulai. *** "Aku tidak akan puas sebelum menuntut balas pada Yudha dan keturunannya." Seseorang yang bernama Lucca menatap foto-foto Tuan Yudha dan keluarganya yang tertempel di dinding suatu kamar yang gelap. Pandangan mata lelaki itu tertuju pada salah satu foto dari putra kembar Tuan Yudha. "Aku akan memulai balas dendamku pada kamu, Anak Manis," lirihnya sambil menyeringai. Peristiwa rumit semacam apalagi yang akan dihadapi Pradhika's Triplet? Apakah ini ada hubungannya dengan masa kelam ayahnya yang tinggal di panti asuhan? Dan ada misteri juga tentang terbakarnya Panti Asuhan yang menyimpan cerita kelam itu.

Zanaka · Horror
Not enough ratings
220 Chs

Mengorek Informasi

Tuan Yudha baru masuk lagi ke rumah utama ini. Entah apa yang ia lakukan di luar rumah. Saat mendengar suara televisi yang menyala, Tuan Yudha tertarik dan mendapati bahwa anaknya yang menyalakan televisi di ruang tengah. Tuan Yudha tertarik dan mendekat ke arah Siji.

"Hassh! Lama-lama Abang bisa mati berdiri jika terus-terusan dikejutkan seperti ini, Pa," gerutu Siji. Masih menekan dadanya yang berdegup kencang.

"Jangan berlebihan deh, Bang! Papa 'kan tadi manggilnya cuma pelan, kenapa reaksi Abang begitu, coba?" protes Tuan Yudha.

Melihat reaksi anaknya yang berlebihan itu, membuat Tuan Yudha kesal. Ia memukul kepala bagian belakang Siji dengan pelan, seperti biasa.

"Papa! Apa masalah papa dengan abang sebenarnya, sih?! Kok dari tadi abang terus-menerus ditindas?" Siji kembali memekik, tidak terima. Bisa-bisa gegar otak juga jika ia diperlakukan seperti oleh seluruh orang di rumah ini.

Tdak hanya Yuji, bahkan saat ini pun papanya juga sangat suka memukul kepala Siji. Siji bahkan merasa sebagai orang yang sering ditindas di mana pun ia berada.

"Tidak perlu berlebihan, Abang!" sahut Tuan Yudha. Ia mengambil langkah, dan kini duduk di sofa sisi yang lain. "Kenapa belum tidur juga, Bang?" Tuan Yudha mengulangi pertanyaannya.

"Abang tidak bisa tidur. Mungkin karena tadi sudah sempat tidur beberapa jam."

"Kamu tadi sebenarnya ketiduran atau pingsan sungguhan sih, Bang? Kalau tidak papa bangunkan, pasti abang sudah menggigil kedinginan! Terus kalau sampai menggigil sampai tiada, bagaimana?" gerutu Tuan Yudha, kesal setengah khawatir.

Tuan Yudha masih mengingat jelas bagaimana wajah pucat Siji di dalam mimpinya tadi. Tuan Yudh begitu takut jika anaknya itu benar-benar meregang nyawa tepat di depan matanya.

"Papa bener-bener khawatir tau, Bang!"

"Ahahaha, mana ada hal seperti itu, Papa. Aku belum pernah melihat ada kasus seseorang mati karena ketidur di lantai, Pa." Eric menanggapi. Ia tidak tahu apa alasannya, tapi ia merasa jika papanya itu terlihat begitu polos melebihi Reiji, di situasi-situasi tertentu.

"Bisa saja, Abang! Kalian bertiga ini lahir dengan organ-organ dalam yang belum sempurna semuanya. Dan kalian bertiga tidak bisa berada di suhu yang sangat dingin. Papa takut jika Abang mengalami hipotermia atau semacamnya gitu." Tuan Yudha meracau. Sepertinya, kejadian dalam mimpinya tadi, begitu membekas di dalam ingatannya. Jadi, seolah-olah mimpi tadi adalah kenyataan.

"Ahahaha, itu tidak mungkin, Papa. Ini Jakarta bukannya kota yang memiliki 4 musim. Abang dan adek-adek memang tidak bisa bertahan jika berada di suhu dingin, seperti suhu di pegunungan. Kalau suhu dingin ruangan saja, apalagi di kota Jakarta, tentu saja abang masih dapat bertahan, Papa. Sedingin apa pun lantai kita."

Siji menyahut. Ia malah tersenyum haru melihat papanya yang terkesan begitu mengkhawatirkannya itu.

"Lalu, kenapa kamu pingsan tadi, Bang?"