Helen berada di kamar kecil mondar-mandir kayak setrika'an. Ia sendiri tidak tahu harus bagaimana hadapi Bos-nya mendadak aneh itu.
Baik di Bryan-nya malah senyum-senyum sendiri. Mau senyum bagaimana, lihat ekspresi sekretarisnya tadi. Waktu Bryan tak sengaja mencium sudut bibirnya karena ada sisa saus sambal.
Kembali lagi ke Helen, ia menggigit jari kukunya memikirkan sesuatu agar si Bryan-nya tak asyik lakukan hal seperti tadi.
'Ya Tuhan! Apa yang harus aku lakukan?! Kenapa bisa jadi seperti ini! Bisa-bisa aku benar-benar punya penyakit jantung!' - batin Helen menatap langit di kamar kecil.
Helen yang sedang menenangkan pikirannya kemudian suara langkah kaki dari divisi lain sedang bercengkerama sambil menuju ke kamar kecil.
"Iya, kamu tidak salahkan? Masa sih, tapi bukan...." suara itu terhenti saat melirik Helen sedang menyandarkan tembok sambil menutup matanya.
"Aku dengar, Pak Bryan itu benar-benar ada berhubungan dengan sekretarisnya?" Percakapan kembali terdengar garing.
"Tahu dari mana?" tanya divisi satunya lagi. Sepertinya divisi bagian piutang.
"Masa kamu tak tahu sih? Kemarin, Cindy bagian keuangan dipecat sama Pak Bryan gara-gara bela sekretarisnya. Kamu tak dengar sudah berapa orang yang kerja di sini karena sekretaris itu," jawabnya sambil memoleskan lipstik di bibirnya.
Helen masih mendengar sangat baik, tapi dia tidak memedulikan gosip murahan ini. Otaknya sedang bekerja mencari cara untuk menghindari Bryan dari serangan mendadak tadi.
"Masa sih? Wah, gila banget itu sekretarisnya, pakai pelet apa sih sampai Pak Bryan sampai bisa lakukan hal begitu?!" balas divisi lain, mungkin bagian pembelian.
"Memangnya dia sekretarisnya cantik banget ya? Atau dia memang sudah ditiduri sama Pak Bryan. Makanya dia bisa begitu sampai Pak Bryan sayang banget sama dia," lanjutnya lagi memoleskan lipstik di bibirnya yang sudah merah merona kayak karpet merah.
Helen mendengus kasar, membuat divisi berdiri di sampingnya menoleh.
"Sudahlah, sabar menghadapi. Aaarrgh!!! Haisshh!!! Sial mulu."
BRAM!
Helen membanting pintu untuk membuang air kecil, dua divisi itu terbengong melihat sikap Helen. dua divisi tidak sadar yang mereka bicarakan itu adalah Helen sendiri.
Helen mengetuk kedua kakinya di lantai menggunakan sepatu hak tingginya. Membuat dua divisi takut memilih untuk pergi dari kamar kecil itu.
Drrtt... Drrtt... Drrtt...
Ponsel Helen bergetar memang sengaja di silent kan, agar tidak mengganggu pekerjaannya.
Bos Sinting Calling....
Helen menatap layar ponsel miliknya, diabaikan ponsel itu, kemudian dimasukkan ke dalam saku jas seragamnya. Ia lagi malas menghadapi Bos-nya. Saat ini dirinya sedang menenangkan detak jantungnya.
Bryan menatap layar ponselnya, tersambung nada panggilan. Tapi kenapa sekretarisnya tidak mengangkat, pikirnya
"Ke mana, sih, dia?" gerutu Bryan kembali menelepon Helen.
Ceklek!
"Ada yang bisa saya bantu, Pak." Helen sudah berdiri di depan pintu kantornya dengan sangat sopan dan disiplin.
Bryan yang sedang menempel ponsel di telinganya terdengar suara yang sudah dia rindukan.
"Kenapa kamu tidak mengangkat telepon saya? Kamu ke mana saja?" tanya Bryan basa-basi.
"Maaf, tadi saya sedang ke kamar kecil. Apa Bapak membutuhkan sesuatu?" jawab Helen kemudian menanyakan kembali pada Bryan.
"Tidak, cuma mau lihat kamu saja," ucap Bryan senyum dan menggodanya.
'Sabar Helen, ini hanya cobaan.' - batinnya.
"Kalau begitu saya permi—"
"Nanti siang, kamu ikut saya ke seminar. Hari ini ada seminar di Kencana Global, siapkan beberapa berkas untuk dipresentasikan," potong Bryan kemudian. Kini Helen mencatat di buku kecilnya.
"Sudah itu saja, Pak. Masih ada lagi? Supaya saya tidak bolak-balik untuk kedua kalinya," balas Helen bertanya kembali pada Bryan.
"Sudah itu saja, kamu boleh kembali bekerja," jawab Bryan, lalu Helen pun kembali ke tempatnya.
****
Kencana Global sampai di gedung tertinggi dihiasi lambang bola bumi. Helen membuka pintu untuk Bryan, tidak lupa dengan payung hitam seperti ingin berkabung seseorang yang meninggal dunia.
Bryan masuk ke dalam tetap disusul oleh Helen juga. Benar-benar kayak Raja Salman saja. Harus dikawali dulu semacam teroris menjaga ketat. Di dalam lift, Helen mengecek beberapa berkas yang ada di tangannya.
Helen tercekat diam, sentuhan dari Bos sinting kembali bikin Helen menopang jantung kembali lebih cepat seperti dari biasanya. Ini tangannya Bryan sedang berada di pinggang Helen. Ditarik perlahan membuat Helen terdiam sebentar. Jaraknya makin dekat.
"Malam ini kamu tidur di apartemenku," bisik Bryan sontak buat Helen membantah langsung
"Tidak bisa begitu dong, Pak!" Di dalam lift yang lain menoleh Helen seketika.
Helen memohon maaf tertunduk malu, kemudian Bryan senyum tipis berhasil mengerjai sekretarisnya lagi.
'Ya Tuhan, Helen, malu banget dirimu. Bryan sialan! Awas dirimu. Bakal aku jemeki dirimu jadi sayur belacan!' - gerutu Helen dalam hati menahan emosi pada Bryan.
Lift berdenting terbuka lebar, Bryan lebih dulu keluar barulah Helen menyusul. Helen benar-benar sudah seperti jeruk yang sudah mengering kecut. Bryan tahu banget kalau Helen gondok saat ini.
Selama seminar berlangsung, tangan Bryan tidak berhenti memainkan tangan Helen. Dari tadi Helen menahan untuk tidak menghajar tangannya itu.
****
Seminar akhirnya selesai, Helen menyusun berkas-berkas di meja. Seorang wanita mendekati Bryan, Helen sih biasa saja tidak mudah terpengaruh dengan keakrabkan Bryan dengan wanita siapa lagi kalau bukan Indri. Sahabat cumbunya.
Bryan mulai mencoba buat Helen cemburu padanya dengan cara mendekati Indri. Indri tentu senang bisa bertemu dengan Bryan. Helen sih lebih memilih untuk cari makanan, saat ini perutnya sedang lapar.
"Helen! Kamu Helen, kan?"
Seseorang menghampiri Helen, Helen tentu melirik orang itu. Helen masih belum mengenali orang yang menyebut namanya. "Siapa ya?" tanya Helen bingung.
Bryan memantau Helen dan Pria yang tampangnya boleh dibilang lumayan.
"Eric, masa kamu tidak ingat sih?! Eric yang dulu pernah kamu tolak semasa kuliah," jawab Eric
"Eric ... Eric ... Oh, muka yang super culun itu?" sahut Helen mulai mengingat waktu masa kuliah seorang mahasiswa tergila-gila padanya dan mengejar Helen. Sehingga Helen ifil sama orang itu.
"Nah, itu ingat. Kamu kerja di sini?" tanya Eric basa-basi.
Bryan sudah panas dengan sikap Helen sama pria mendekatinya. Indri dari tadi mengoceh tidak dipedulikannya.
"Tidak, aku kerja di PT. Bryant Grup. Kalau kamu kerja di sini?" jawab Helen lalu balik bertanya.
"Iya, aku kerja di sini. Kamu sudah makan, lebih enak kita mengobrol sambil cari makanan kuliner di sini, gimana?" jawabnya dan menawakan pada Helen. Untuk Helen sih tidak permasalahkan dia oke-oke saja.
Helen melupakan Bryan yang dari tadi memperhatikan dirinya. Helen sih cuek saja, terbebas dari mesuman Bryan. Bryan mengikuti Helen ke mana dirinya pergi. Indri sendiri malah bingung atas sikap Bryan.
"Yang, kamu mau ke mana?" Indri bertanya, "Cari makan," jawabnya langsung.