29 Harapan!

Selanjutnya pertualangan untuk Helen dan Bryan, mereka akan menuju tempat vihara yang masih di tempat bukit pegunungan berastagi yaitu Taman Alam lumbini.

Taman Alam Lumbini merupakan Kabupaten Karo di Sumatera Utara terkenal karena Gunung Sinabung yang masih terus erupsi hingga sekarang. Namun, bahwa dibalik musibah yang tengah menimpa Karo, daerah ini juga menghadirkan wisata menarik yang patut untuk dikunjungi.

Sebuah pagoda berdiri megah di Desa Tongkoh, Kecamatan Dolat Rayat, Kabupaten Karo. Pagoda yang diberi nama Lumbini ini berfungsi sebagai tempat ibadah bagi umat Buddha, sekaligus tempat wisata bagi masyarakat umum.

Helen memperkenalkan tempat ini adalah kebanggaannya, alam Sumatera Utara ini memang patut diberikan jempol. Meskipun banyak yang belum di pertualangan. Ada lagi yang harus Helen jelajahi, namun karena liburan mereka tinggal beberapa hari lagi. Kemungkinan tempat yang di kunjungi tidak mencukupi untuk Helen merindukan kampungnya.

Bryan sendiri bahagia bisa berada di kampung halaman Helen, benar yang dikatakan oleh istrinya tempat Indonesia lebih indah dari negara mana pun. Bangga tentunya mencintai tanah air.

Puas dengan pertualangan di berastagi, saatnya mereka berkunjung ke Sidikalang yang letaknya lumayan jauh. Kata Helen ia ingin mengunjungi tempat wisata yang amat indah, sangat indah yaitu taman Simalem. Disana ada hotel juga sih dan ada juga pemandangan untuk romantis.

Kemungkinan mereka memang berencana akan menginap sehari di hotel tersebut. Untuk sajian makanan memang harus menguras uang banyak. Karena di sana memang terlihat mahal. Untuk Bryan tentu tidak buat istrinya kecewa. Selalu berikan apa pun termasuk untuk dirinya nanti.

"Istirahat dulu, sayang. Dari tadi kamu tidak lelah seharian jalan kaki terus?" Nasehat Bryan pada istrinya.

Dari tadi mereka jalan kaki menempuh perjalanan ke gunung Sinabung. Tentu untuk Helen tidak akan pernah lelah. Kapan lagi dia bisa seperti ini meskipun tubuhnya mulai melemah.

"Kamu mau makan jagung bakar? Suhu udaranya mulai terasa dingin. Kamu di sini dulu, aku beli jagung dulu, ya." Bryan memakaikan jaket di tubuh Helen.

Helen duduk disalah satu pondok kemudian menatap punggung suaminya yang amat perhatian banget sampai rela temani dirinya jalan kaki. Bryan melirih arah istrinya kemudian senyum padanya. Helen tentu membalasnya.

"Ini, hati - hati panas. Kamu mau rasa yang pedas atau pedas manis?" Bryan tanya lagi Helen sih sama saja enak kok.

"Yang pedas manis saja. Biar makin manis," jawab Helen senyum mulai genit sama suaminya.

"Dasar!"

Bryan mencubit hidung Helen yang merah itu. Mereka menyantap jagung bakar di tangan mereka masing-masing. Bryan tidak perlu lama memakan jagungnya karena memang dia suka dengan jagung disini. Sedangkan Helen masih belum selesai menghabiskan jagung itu.

Bryan membuka tutup botol Aqua untuk istrinya. Helen baru saja selesai menghabiskan jagung miliknya. Dibuang ke tong sampah ada disebelahnya. Helen meminum cukup banyak air. Namun saat Helen melirih ada bekas saus di sudut bibir suaminya. Bryan sontak terdiam menatap istrinya yang tiba-tiba mencium di depan umum.

"Manis," gumam Helen senyum.

****

Bryan entah kesambet setan mana dari tadi senyum terus. Helen sampai bingung lihatnya, tapi, ya, tidak masalah daripada dia merajuk dan muram karena tidak dikasih jatah bahaya nanti.

Akhirnya Helen bisa istirahat sejenak, rasanya ia mau mati saja. Merasa sangat mengantuk dan remuk badannya. Padahal hanya berjalan beberapa kilometer saja sudah lelah seperti ini. Bryan menyusul melihat istrinya sudah terlelap tanpa selimut menutupi tubuhnya.

Bryan mengangkat tubuhnya lebih tinggi agar tidak mudah sakit pada istrinya. Diselimuti, diusap pipinya yang lembut dan dingin. Hidungnya masih merah, Bryan segera pergi bersihkan diri. Sebuah ponselnya berdering nyaring di luar kamar mandi. Helen sudah terlelap tidak bakal bangun lagi.

Bryan keluar dari kamar mandi dengan rambut yang basah, handuk melekat di pinggangnya mengecek ponsel miliknya dari Deon. Kemudian di telepon kembali.

"Ya ada apa?" tanya Bryan.

"Abang ada di mana sekarang?" tanya Deon.

"Sekarang ada di Villa, kenapa?"

"Villa mana, Bang?"

"Villa taman Simalem."

"Oke, sebentar lagi aku sampai ya, bang! tunggu!"

Bryan menjauhkan ponselnya dari telinga, menatap layar telepon terputus. Tidak lama kemudian suara pintu kamar menginap Bryan berbunyi.

Bryan sedang duduk melihat alam pemandangan foto di laptopnya. Pergilah dia membuka pintu dan di depan Deon, Nina, Eric, Indri, Tasya dan satu lagi Fino.

"Halo!" sapa mereka semua menyambut Bryan.

Bryan sendiri terkejut kenapa mereka bisa datang bersamaan. Terus perusahaan mereka siapa yang hendel? itu yang terus Bryan pikirkan.

"Mbak Helen mana?" tanya Deon

"Lagi tidur. Kenapa kalian pada kesini?" jawab Bryan mempersilakan mereka masuk.

Mereka masuk secara diam karena Helen sedang tertidur pulas. Bryan sih, ya, begitulah. Masih menatap dua manusia ada di depannya siapa lagi kalau bukan Tasya dan Fino.

"Kamu kenapa lihati aku begitu?" tanya Fino sewot.

"Kamu dan dia?" Bryan kok jadi bingung sendiri.

"Maksudnya Tasya? Dia istriku," tebak Fino dan menyebutkan Tasya adalah istrinya.

Bryan mendelik dua matanya lebar-lebar. Tidak percaya Tasya sahabatnya sudah menikah jadi yang waktu bertemu itu. Bryan lega kalau sahabat – istrinya, sudah punya menikah jadi dia tidak perlu cemburu lagi.

Makin ramai jadinya, Deon dan Nina, Eric dan Indri, Fino dan Tasya. Semua berpasangan. Bulan madu di sambuti oleh kemeriahan. Helen tertidur pulas tak bangun - bangun lagi.

****

Liburan sudah hampir berakhir, Helen dan Bryan serta lainnya akan berpisah di wisata ini. Waktunya kembali ke kampung halaman Helen. Katanya lumayan jauh, tidak masalah asal Bryan selalu menjaga istrinya dengan baik.

Orang tua Helen sudah kembali dari Jakarta. Liburan untuk mereka berdua sebentar lagi habis. Jadi mereka harus menggunakan waktu sehemat mungkin agar Helen sampai di Jakarta bisa terkontrol kegiatannya.

Desa kecil jauh dari tempat mereka jelajahi, Sibolangit adalah kampung kelahiran Helen. Udaranya masih serasa dingin, tapi banyak penduduk yang ramah. Helen menyambut para tetangga yang sangat dirindukannya.

Rumah sederhana Bryan sangat menyentuh banget dengan suasananya. Helen masuk disusul oleh Bryan juga. Sangat ramai berbeda di kelahirannya sangat sunyi. Begini jika berkumpul keluarga besar. Para tetangga ikut menyambut.

"Jadi, nak. Kapan punya momongan? Tak kasihan sama emak kamu? Sudah menanti kehadiran cucu." Ditanyai sama tetangga, Helen senyum.

"Mudah-mudahan secepatnya, kak," jawab Helen merasa malu ditanya begitu.

Bryan sih diam saja entah mau di bahas bagaimana, soalnya terlalu ramai sampai bingung sendiri. Hari mulai larut malam, Helen dan Bryan duduk di salah satu halaman taman rumah yang lumayan luas bisa dijadikan bola basket. Menatapi bintang yang berkumpul di langit gelap.

"Terima kasih, ya, sudah menjadi suamiku yang baik. Aku bahagia bisa sampai disini. Semoga cepat punya anak yang cantik dan lucu."

"Dan juga ganteng seperti papanya," sambung Bryan.

Bintang jatuh disana dan disaksikan oleh mereka berdua. Harapan mereka akan dikabulkan sebentar lagi.

avataravatar
Next chapter