" eh sya..kamu udah bangun? gimana kondisi kamu? apa udah lebih baik ?" tanya Toni lembut
" ya Ton, aku sudah lebih baik sekarang. aku harus pulang Ton. aku nggak mau merepotkan kamu terus. " Risya bangkit dari ranjang dan ingin pergi.
" pulang kemana? " tanya Toni ketus
" ke kampung ke rumah orang tuamu yang sudah kamu sakiti? atau ke rumah suami kamu ? yang sudah menyakitimu?" nada suara Toni semakin keras. jujur Toni sangat takut jika Risya memilih kembali pada suaminya. langkah Risya terhenti mendengar perkataan Toni yang dirasa ada benarnya juga. kemana dia akan pulang. tadinya satu2nya tempat pulang adalah suaminya Arul. Risya ingin melupakan semua kenangan buruk itu dan memilih kembali pada Arul. Dia ingin memaafkan suaminya karena ternyata dia mulai merindukan suaminya setelah berpisah selama 5 hari ini. Tapi bayangan suaminya dan suara bu Dela di telpon membuat hatinya seperti meledak dan terbakar api cemburu.
" entahlah Ton..aku hanya merasa tak pantas tinggal disini. bagaimanapun aku wanita bersuami dan kamu adalah lajang. apa kata orang nanti ?"
"untuk apa kamu perduli kata orang, sya? kita nggak melakukan apapun yg merugikan orang lain."
" Tapi ini salah Ton. "
" sya kamu masih belum sembuh. dan aku sudah bilang kepada tetangga bahwa kamu kerabatku. dan kamu sedang sakit. please, Sya jangan buat aku khawatir dengan memaksa pergi dengan kondisi sakit seperti ini ?"
" Tapi Ton,..."
" Tenanglah, jangan khawatirkan omongan orang. lagipula ini apartemen. aku hanya perlu minta ijin pada pengurus. dan aku sudah melakukannya. kamu jangan khawatir." Toni membujuk Risya untuk tetap tinggal di apartemen miliknya.
" aku janji kamu boleh pergi jika kamu sudah sembuh. " Toni membimbing Risya agar kembali ke ranjangnya. hati Risya bimbang, jujur dia ingin bertemu dengan Arul. Dia ingin menyelesaikan masalahnya dengan Arul. dia nggak mau menghindari masalah. walau mungkin harus berpisah dia ingin berpisah baik-baik. Dia tau bahwa lusa Arul akan pergi ke Jepang. mungkin tidak akan ada kesempatan lagi baginya. Tapi dia nggak mau dipermainkan oleh Arul. bagaimana jika Arul lebih memilih bu Dela daripada dirinya.apa hatinya siap menerima semua itu.
" Ton, kamu tau dimana hp ku?" tanya Risya. Dia harus menghubungi Arul.
" tidak Sya. aku tidak tau kamu membawa Handphone. Coba kamu cari di tasmu. "
" tidak ada Ton. " kata Risya sambil mengacak2 tas nya.
" apa mungkin terjatuh sya? "
" Ya Allah...gimana ini ?" Risya menjadi panik. bukan karena hp itu yg membuatnya panik tapi banyak kenangan dengan hp itu. dan hp itu adalah hp pasangan hadiah pernikahannya dengan Arul. Risya mengobrak-abrik tasnya. dengan membabi buta, dia sampai lupa kalo masih ada jarum infus yang menancap di tangannya dan gerakannya membuat tangannya berdarah.
" Stop Sya. " cegah Toni yang melihat darah yang mulai naik ke selang infus ditangan kiri Risya.
" lihat gerakanmu membuat tanganmu berdarah. itu sangat berbahaya untukmu Sya. aku akan membelikanmu handphone baru. tenanglah.aku akan membelikanmu handphone yg terbaru. tenanglah. "
" tidak Ton hanphone itu sangat berharga untukku. itu adalah kado dari teman suamiku sebagai kado pernikahan kami. dan handphone itu dijual couple atau berpasangan.itu tidak tergantikan Ton. aku harus menemukannya, aku nggak bisa kehilangannya. " jawab Risya dengan mata berkaca-kaca.
"Sebegitu berhargakah Handphone itu bagimu Sya ? daripada keselamatam dirimu sendiri. Lihat darah di selang infus itu sudah semakin naik Sya." Toni berusaha memegang tangan Risya agar berhenti mencari.
" Kamu nggak akan ngerti....kamu nggak akan paham." jawab Risya semakin emosi dan melihat selang infus ditangannya lalu dengan kasar mencabut infus tersebut.
" aau..." darah mengucur dari tangan Risya
" cukup Sya..apa yang kamu lakukan?" Toni memegang kedua bahu Risya dan melihat wajah sayu Risya.
"maaf.." seru Risya lirih tanpa mau melihat Toni.
Toni lalu memeluk Risya. Toni tau Risya ingin menghubungi Arul suaminya. Toni sangat sedih melihat Risya seperti itu.
Mungkin memang sudah tidak ada kesempatan baginya mendapatkan Risya. karena Risya begitu kacau terpisah dari suaminya. Tidak bisakan sedikit saja kamu belajar mencintaiku Sya...Tolong cintai aku Sya. ucap Toni dalam benaknya. Hatinya menjerit karena cintanya tak berbalas, namun lebih sakit ketika melihat Risya yang tak punya semangat hidup seperti ini.
" Kamu ingin menelpon suamimu? kamu ingin bertemu dengannya." tanya Toni lembut..
" Risya tak mampu menjawab. hanya mampu terdiam dalam pelukan Toni dan meneteskan airmata tanpa suara. Risya seperti mayat hidup yang tak lagi memiliki ekspresi. Toni tak tega melihatnya begitu.
" Ok Sya temui suamimu dan selesaikan masalah kalian. aku akan mengantarkanmu. Tapi tolong jangan Diam saja seperti ini. kamu boleh marah, memukulku atau apapun yang ingin kau lakukan Sya. tapi aku mohon jangan diam seperti ini. kalo ingin menangis, menangislah yang keras, marahlah semaumu Sya. pukul aku jika kamu mau. " Toni semakin khawatir ketika Risya hanya diam menatap kosong ruangan itu. hatinya benar-benar terguncang...
" Ton, .."
" Ya."
" Apa semua laki-laki itu pembohong ?"
" tidak semua sya. aku tidak pernah bohong padamu."
" Kamu Yakin ?"
Toni melepaskan pelukannya dan menatap wajah Risya. " maksud kamu ? "
" entahlah...aku hanya merasa nggak bisa percaya dengan laki-laki. "
" Aku ngerti Sya. mungkin suamimu begitu menyakitimu. tapi nggak semua laki-laki itu sama seperti Dia. "
" dan apakah semua wanita itu bodoh ?"
" tidak....wanita itu unik Sya. tidak bodoh. "
" apakah aku begitu bodoh jika aku memilih memaafkan Dia?" bisik Risya lirih seolah bicara pada dirinya sendiri. namun terdengar oleh Toni.
"Sebegitu besarkah cintamu padanya Sya? Andai aku yang kamu cintai sebesar itu. aku pasti tidak akan pernah menyakitimu." batin Toni
" istirahatlah besok aku akan mengantarmu menemui suamimu. kamu selesaikan masalahmu dan ikuti kata hatimu. " Toni membantu Risya tidur diranjang dan menyelimutinya. Dia lalu keluar dari kamar Risya. tak mampu lagi rasanya dia menahan sesak dan cemburu di hatinya. andai aku dapat menghiburmu Sya dan bisa menggantikan sosok suamimu itu.
*******
Arul kembali ke rumah kontrakannya. Hatinya merasa sangat sepi. biasanya ada celoteh Risya saat pulang ke rumah. menyambutnya mencium punggung tangannya dengan takdim lalu menggelayut manja dan menggandeng tangannya masuk ke dalam rumah. membuatkan secangkir Kopi untuknya. ya Arul benar-benar merindukannya. Arul mengambil HP nya. Dia ingin sekali mendengar suara Risya. mungkin sekarang Risya sudah mau mengangkat telponnya dan juga merindukan dirinya.
Arul lalu menelpon Risya.
" Kring....kring....
" Angkat telponnya sayang....ayo...please..angkat...aku sangat merindukanmu sayang. "
Di kamarnya Toni hanya memandang HP Risya yang terus berdering. Hatinya bimbang antara memberikan telpon itu atau tidak.