Di dalam kelas Raya dan Anna sibuk dengan ponsel mereka masing-masing. Tidak dengan Fiona ia lebih memilih membaca buku ketimbang bermain dengan ponselnya.
"Fi... Entar pulang sekolah temani gue donk ke Caffe Anak Muda, soalnya gue mau ngopi nih sama kenalan gue di Facebook he he he". Ajak Anna.
"Gue enggak bisa, minta temani saja sama si Ray". Mata Fiona masih fokus pada bukunya.
"Gue juga enggak bisa, soalnya gue banyak kerjaan di bengkel, loe berdua kan tahu kalo gue lagi di hukum sama bokap gue gara-gara ngelari'in motor bokap gue he he he". Sedangkan Ray sibuk dengan game nya.
"Tuh kan Fi, si Ray enggak bisa, jadi please lah Fi temani gue bentaran saja". Anna mengambil buku Fiona.
"Hmmm... Ya sudah, tapi enggak bisa lama-lama soalnya Mami gue hari ini pulang, gue mesti di rumah sebelum jam tiga". Ucap Fiona.
"Yeay.. Oke, makasih Fiona ku sayang. Iya tenang saja, loe enggak bakalan lama kok paling enggak nya, loe temani gue pas ketemu di awal saja, biar gue enggak kikuk banget he he he, abis itu kalo loe mau pulang enggak apa-apa deh". Anna setuju.
"Hmmm... Sini balikkin buku gue". Fiona merampas bukunya kembali dari tangan Anna.
"Loe kok tumben enggak kemana-mana?, biasanya kalo Mami loe pulang, loe selalu ke bengkel gue, dan enggak mau di rumah bahkan loe enggak pulang ke rumah". Raya menghentikan geme nya, ia melirik Fiona penuh rasa curiga.
"Enggak ada apa-apa, gue cuma pengen di rumah". Jawab Fiona.
"Hmmm... Loe enggak lagi ada masalah kan Fi?" Raya memegang pundak Fiona.
"Apaan sih loe? gue enggak ada masalah apapun." Fiona menepis tangan Raya.
Raya masih penasaran pada Fiona, terlebih lagi ia sangat penasaran tentang kehidupan Fiona. Meski mereka sudah lama bersama akan tetapi kedua teman Fiona itu tak pernah tahu kehidupan Fiona yang sebenarnya seperti apa. Bahkan mereka berdua tidak mengetahui rumah Fiona dimana. Yang mereka tahu hanyalah berteman dengan nya.
***
Fiona dan Anna sudah berada di Caffe Anak Muda. Mereka berdua duduk di bangku pojokan, dimana posisi tersebut tempat yang paling nyaman di Caffe itu.
"Fi, gue sudah cantik belum". Anna merapihkan dandanan nya dan tak lupa dengan bandonya.
"Hmmmmm... " Fiona menaikan alisnya sebelah dan sesekali melirik jam tangannya yang sudah mengarah setengah tiga. "Masih lama enggak sih An?, gue enggak bisa lama-lama nih, bentar lagi nyokap gue nyampe di rumah".
"Sabar donk Fi, paling bentar lagi dia nyampe, janji deh begitu orangnya sampe, kalo loe langsung pulang juga enggak apa-apa deh". Anna celingak-celinguk mencari sosok yang dia tunggu. Fiona mengenduskan nafas nya.
"Nah itu mereka". Anna menunjukkan ke arah dua orang cowok yang gayanya sedikit ngalay berjalan menghampiri mereka.
"Hay, sorry ya gue telat, kalian lama ya nungguinnya? Oh ya gue Dion". Salah satu dari dua cowok tersebut melirik ke arah Fiona.
"Ahh enggak kok, kita baru nyampe juga. Oh ya duduk yuk". Ucap Anna mempersilahkan duduk.
Mereka pun duduk berempat secara berhadapan.
"Oh iya gue lupa, ini kenalin teman gue namanya Felix".
"Anna". "Felix". (mereka saling berjabat tangan).
"Na... gue langsung cabut ya". Fiona bangkit dari duduk nya, memotong pembicaraan mereka.
"Tunggu dulu Fi, loe kenalan dulu sama teman-teman gue". Anna menahan Fiona pergi.
"Alaaaah Na, lagian tadi loe sudah janji sama gue, gue sudah boleh langsung cabut kalo teman-teman loe sudah datang". Fiona berbisik pada Anna memohon untuk pergi.
Kedua cowok itu melirik Anna dan Fiona.
"Bentaran saja Fi, kenalan dulu sama mereka". Paksa Anna.
"Enggak penting....!" ketus nya tanpa basa basi Fiona meninggalkan Anna bersama teman-teman barunya di Caffe.
"Maafin teman gue ya, maklum dia lagi PMS jadi memang gitu orangnya, tahu lah ya kalo cewek lagi PMS he he he". Anna mendadak kikuk.
"Iya enggak masalah kok he he he". Jawab Dion memperbaiki keadaan.
***
Dengan kecepatan tinggi Fiona melajukan mobilnya menuju rumahnya agar dia lebih dulu tiba di rumah dari pada sang Mami. Tapi dugaan nya salah, sang Mami sudah tiba di rumah satu jam yang lalu.
"Mami pikir kamu bakal enggak pulang lagi seperti biasanya". Bu Luna yang sibuk di dapur melirik anak tunggal nya yang baru tiba di rumah. Sedangkan Fiona hanya acuh.
"Yuk kita makan, ini Mami sudah nyiapin makan siang untuk kamu, Mami masakin makanan kesukaan kamu loh". Bu Luna menyuguhkan makanan kesukaan Fiona di atas meja makan.
"Huh... Masih ingat makanan kesukaan aku?". Ketusnya.
"Kamu itu kan anaknya Mami satu-satunya masa iya Mami lupa sama makanan kesukaan kamu sayang". Bu Luna menghampiri nya dan membelai rambut hitam Fiona.
"Waah enggak sangka, aku saja sudah lupa sama makanan kesukaan aku sendiri, karena yang selalu aku ingat cuma yang aku Benci saja (Fiona menekan kata Benci ketelinga bu Luna). Lagian aku enggak lapar, kasih saja sama orang lain makanan nya kalo enggak di buang saja ke tong sampah". Tegasnya menatap Mami nya penuh dengan kebencian.
"Fiona...!!!" bu Luna bernada tinggi karena emosi nya mulai terpancing.
"Upssss..., oh ya to the point saja, kenapa tiba-tiba anda memainkan peran ibu yang baik?, apa karena mau mendapatkan piala tropy ya?". Ucap ketus nya Fiona.
Bu Luna merendamkan emosinya dan berusaha untuk mendamaikan hati Fiona.
"Mami pulang karena Mami rindu sama kamu Fi, Mami juga bawa oleh-oleh makanan kesukaan kamu dari Jerman dan barang-barang branded". Bu Luna sigap menyodorkan sekotak bingkisan yang berbagai macam barang di dalam nya.
Sedangkan Fiona tak sedikit pun melirik ke arah tersebut.
"Sudahlah, jangan sok manis gitu. Aku tahu anda pasti punya tujuan lain, enggak usah berbelit-belit. Aku enggak punya banyak waktu".
Bu Luna menarik nafas nya, ia tersenyum getir karena ketahuan oleh Fiona.
"Oke, Mami jujur dan langsung saja. Tujuan Mami pulang itu untuk mengajak kamu ikut Mami ke Jerman dan stay di sana".
"Sudah kuduga..." Jawab Fiona.
"Ya Mami enggak bisa ninggalin kamu sendirian disini terus-terusan, kamu itu anak perempuan, anak Mami satu-satunya. Ntar kalo ada apa-apa sama kamu gimana? Kamu kan tahu gimana seramnya anak perempuan sendiri apalagi di kota sebesar ini apalagi ini ibu kota yang begitu kejam. Jadi Mami mohon kamu harus ikut sama Mami ke Jerman". Ujar bu Luna.
"Aku enggak akan pernah ikut Mami ke Jerman, lebih baik aku mati disini sendiri dari pada aku hidup di sana bersama kalian. Aku bukan anak kecil lagi, aku bisa jaga diri aku sendiri". Fiona pergi ke luar rumah meninggalkan bu Luna di dalam.
"Fi..... Fionaaaaa... " Bu Luna mengejarnya keluar rumah, bu Luna terpaku melihat Fiona sudah berlalu dengan mobilnya dengan kecepatan yang tinggi.