webnovel

Nasib Tersial

"Tuan hentikan!" pekik Rieta, tapi posisinya yang berlutut di lantai malah terkunci oleh tubuh tegap Alvian yang membuatnya tidak bisa bergerak ataupun melawan.

Mata Rieta semakin membulat karena tangan Alvian semakin ke belakang leher nya dan jarak bibir mereka pun tinggal beberapa centi saja hingga bisa saling menempel. Bahkan mereka bisa mendengar deru napas satu sama lain.

Detik selanjutnya, Alvian menghela napasnya mendengar pekikan Rieta sebelumnya yang tepat di telinganya.

"Tenanglah! Aku hanya ingin mengambil serangga ini dari rambutmu," ujarnya seraya menyodorkan seekor lebah yang entah dari mana hinggap di rambut hitamnya Rieta. Kemudian ia berdiri kembali dan melepaskan serangga itu keluar jendela begitu saja.

Di saat yang sama Rieta pun memundurkan tubuhnya hingga berubah posisi menjadi duduk di lantai. Jantungnya kembali berpacu dengan cepat, lalu aroma cologne maskulin dari Alvian masih terendus jelas di hidungnya. Hanya karena serangga kenapa pria dingin itu membuatnya hampir tidak bisa bernapas dan jantungnya berdebar dengan kencang?

Alvian tersenyum tipis melihat Rieta yang terduduk di lantai, juga mengingat wanita itu dengan beraninya mengatakan akan membayar ganti rugi. Setahunya jika seorang wanita berada di posisi Rieta saat ini, tentu memilih untuk menikah dengannya dan bukannya menolak. Namun, wanita di depannya itu memang tampak berbeda.

"Baiklah, aku hanya akan berikan kau satu hari untuk membayarnya. Tapi, jika besok kau tidak bisa membayarnya. Maka hanya satu pilihanmu yaitu menikah denganku selama tujuh hari," tegasnya sembari memindai lekuk tubuh Rieta di balik seragam cleaning servis yang kebesaran. Ia bisa mengira berapa ukuran area dua bulatan wanita itu setelah bersinggungan sebelumnya. Satu kata baginya yaitu ideal dan sangat sempurna untuk digenggam.

Sementara itu Rieta menelan ludahnya dengan kelat setelah mendengar ucapan Alvian tentang pernikahan yang hanya sebatas tujuhh hari. Berat memang, tapi setidaknya ia akan berusaha mendapatkan uang tersebut.

Rieta memperbaiki posisi duduknya ke posisi berlutut, lalu kembali menundukkan pandangannya. "Aku mengerti, Tuan. Dan terimakasih atas kemurahan hati anda ... Apa boleh aku keluar dari sini sekarang?" tanyanya.

"Pergilah!" titah Alvian sembari mengibaskan tangannya.

Rieta pun bangun dan tegap berdiri. "Sekali lagi terimakasih, Tuan," ucapnya membungkukkan sedikit badannya, lalu membawa perlengkapan kebersihan turut bersamanya keluar.

Bersamaan pintu itu tertutup dan Rieta sudah tidak ada di ruangan itu, Alvian mengukir senyum seringainya.

"Kuyakin kau akan kembali dan memohon untuk kunikahi," desisnya.

Dua jam berlalu.

Setelah kejadian di ruangan GM, Rieta hari itu kehilangan semangat kerjanya. Berulang kali ia mengutuk dan menyesali keputusannya tentang akan mengganti uang rugi. Padahal sudah jelas tidak satu makhluk hidup pun yang bisa menolongnya saat ini.

Namun, ada satu orang yang menurut Rieta bisa membantunya dalam situasi saat ini. Itu adalah kekasihnya, Nicolas. Hubungan mereka sudah terjalin satu tahun lamanya, yaitu sejak kekasihnya yang hanya sebagai pegawai kontrak hingga satu bulan yang lalu diangkat menjadi pegawai tetap di hotel tersebut. Dan selama itu pula dirinya selalu mendukung karir kekasihnya itu.

Terdengar suara notifikasi pesan dari ponsel Rieta.

Rieta segera merogoh ponselnya yang berada di saku seragam kerjanya. Diperiksanya layar ponsel, ada pesan dari kekasihnya. Ia pun membacanya.

[ Rieta, aku ingin mengajakmu makan malam. Datanglah dan jangan terlambat].

Senyum merekah pun terbit di bibir merah muda Rieta. Rasanya ia ingin teriak sekencang mungkin karena saking senangnya.

Itu karena kemarin Rieta tanpa sengaja melihat kekasihnya itu membeli sepasang cincin di sebuah toko perhiasan. Ia yakin dalam waktu dekat akan dilamar oleh kekasihnya tersebut.

Mungkin di saat yang tepat itu dirinya akan memberanikan diri meminta tolong tentang masalah yang dihadapinya saat ini.

"Ah, aku harus pakai baju apa ya nanti." Rieta kegirangan sendiri di lorong hotel dan tanpa sadar menabrak seseorang ketika memutar punggungnya.

Mata Rieta langsung membelalak ketika tahu orang yang ditabraknya adalah Alvian. Pria yang dalam hitungan jam sebelumnya memarahinya habis-habisan.

"Ma-mafkan aku, Tuan. Aku tidak sengaja membuat pakaian anda kotor," sesalnya mencoba menyentuh pakakan Alvian.

Namun, Alvian membuang napas kasarnya sembari menepis tangan Rieta."Perhatikan langkahmu dan bekerjalah dengan benar!" tegasnya seraya berlalu dari tempat itu dengan langkah angkuhnya.

"Iya, Tuan. Akan kuingat." Rieta sedikit membungkukkan tubuhnya sampai pria itu menghilang dari pandangannya. Entah kenapa nasib sial terus datang padanya sejak GM di hotel tersebut diganti. Padahal selama satu tahun terakhir di hotel itu hidupnya masih terbilang tenang dan damai.

Belum selesai Rieta dengan nasib sialnya, seseorang memanggilnya untuk membersihkan toilet wanita di lantai lima.

Seharian itu hingga menjelang pulang, entah berapa toilet dan ruangan yang harus dibersihkan oleh Rieta bersama rekan kerjanya. Namun, tidak sekalipun ia mengeluh tentang pekerjaannya tersebut. Baginya pekerjaan apapun asalkan halal dan menghasilkan uang, maka akan dilakukannya. Jika dihitung entah berapa pekerjaan yang dilakoninya selama ini. Tentu bukan pekerjaan yang mudah karena dirinya hanya lulusan SMP dan tidak sempat menyelesaikan SMA sehingga hanya mendapatkan pekerjaan kasar saja.

Tidak lama kemudian, satu persatu para pegawai di gedung hotel dan area sekitarnya itu pulang karena waktunya jam kerja usai. Termasuk dengan Rieta.

Gadis berbintang zodiak aries itu pun berdiri di pinggir jalan dan agak menjauh dari gedung hotel, untuk menunggu seseorang. Sengaja dilakukannya karena tidak ingin orang-orang mengetahui hubungannya dengan sang kekasih. Bukan tanpa alasan. Ia hanya ingin mereka bekerja tanpa beban dengan cara merahasiakan statusnya.

Namun, rupanya hari itu Nicolas mengirimkan pesan bahwa tidak bisa mengantar pulang karena ada pekerjaan yang belum selesai, sama seperti hari kemarin.

Meskipun begitu, pria itu berjanji akan bertemu nanti malam untuk acara makan malam mereka. Rieta pun membalasnya dengan tulisan yang mengatakan tidak apa-apa dan akan pulang dengan menaiki bis.

"AWAS ...."

Mendadak sebuah teriakan dari para pengguna jalan membuat Rieta yang berada di pinggir jalanan terkejut bukan kepalang. Bersamaan bola matanya yang membelakang karena pakaiannya basah kuyup, terkena cipratan genangan air dari kendaraan roda empat yang baru saja lewat.

Sebelumnya, orang-orang tadi berteriak agar Rieta mundur karena akan ada mobil yang lewat.

Napas Rieta naik turun karena pakaiannya tak hanya basah, tetapi juga kotor. Terlebih lagi dirinya hari itu memakai setelan pakaian warna terang.

"Sial. Seenaknya ya bawa mobil. Apa dia tidakk punya mata ...." Rieta terus saja menggerutu sambil menepuk sia-sia pakaiannya yang tidak mungkin bersih begitu saja.

Tanpa Rieta sadari mobil merah yang telah mengotori pakaiannya tersebut berhenti lalu memundurkan kendaraanya itu dan kembali ke tempatnya berdiri, lalu tampak sepasang sepatu pentopel hitam turun dari mobil.

"Apa kau baik-baik saja?" tanya suara yang kurang 24 jam itu tidak asing di telinga Rieta.

Rieta dengan berdecak kesal menghentikan kegiatannya, lalu menoleh pada sumber suara.

"Dasar orang gi--" Ucapan Rieta pun terputus ketika orang yang berbicara dengannya adalah tidak lain Alvian, GM menyebalkan yang membawa sial untuknya.

Di saat yang sama ekor matanya menangkap sosok sang kekasih di sebuah mobil yang melaju dan bersama seorang wanita.