webnovel

Buat Perjanjian Demi Kedamaian Yang Haqiqi

Dhika mondar-mandir di kamarnya, kepalanya sakit di buat gadis itu, lebih tepat mulut tajamnya yang mengeluarkan semua kalimat tanpa di saring.

Hidung mancungnya kembang kempis nahan emosi, rasanya ingin meledak dan berteriak di depan wajah imut gadis itu tapi untuk sekarang dia menahannya, baru aja damai ini rumah.

Setelah berdebat panjang lebar akhirnya Dhika ngalah, itu sejarah dalam hidupnya. Gadis itu selalu bisa menjawab semua ucapannya kayak udah di persiapkan padahal perdebatan itu terjadi begitu saja.

Yang membuat Dhika semakin emosi, senyum mencurigakan gadis itu, sumpah demi Tuhan dia tau ada rencana licik di balik senyum manis istrinya.

"Oh, Tuhan aku bisa benar-benar cepat tua di buatnya." Keluhnya sambil menghempaskan tubuh keatas kasur dan memejamkan mata.

Sementara di kamar lain Arsyilla sedang konser merayakan kemenangannya, dia udah kayak orang gila jingkrak-jingkrak seolah ada di musik rock n roll.

Perdebatan sengit di menangkan olehnya, walau pada akhirnya mereka buat perjanjian itam di atas putih. Sebagai antisipasi di tanda tangani oleh kedua belah pihak, yang kurang matrai aja biar lebih kuat surat tersebut, tapi dia pikir nggak perlulah sejauh itu.

Dengan bangga gadis itu membaca ulang isi perjanjian bukti kemenangannya.

1. Dilarang kepo.

2. Jangan campuri urusan selama itu tidak membahayakan biduk rumah tangga (kata biduk di buat oleh Dhika) kebayangkan kolotnya tu orang? Nggak salah Arsyilla ngatain dia pak tua.

3. Ingat waktu pulang kerumah (Arsyilla bodo amat tu orang mau pulang jam berapa nggak peduli dia, tapi Dhika maksa itu di masukkan ke list)

4. Bersikap santai di sekolah (jangan cari gara-gara, menghindar sebisa mungkin, ini maunya Arsyilla, dia males selalu punya masalah di setiap tempat dengan tu orang)

5. Pergi kemanapun izin (ini Dhika juga yang maksa)

6. Selalu beraktifvitas dirumah, nggak boleh betapa dalam kamar (Dhika juga yang punya mau, ini di debatkan hampir satu jam lamanya, Arsyilla berontak abis-abisan tapi akhirnya dia kalah dengan ancaman suaminya)

'Saya tidak perduli dengan perjanjian ini, Syilla, kamu yang rugi' itulah kata-kata laknat yang keluar sampek Arsyilla nyerah, tapi paling tidak udah berusaha keras, pikirnya.

Ok, lanjut....

7. Gantian buat sarapan/bersihkan rumah (Dhika juga yang mau) Arsyilla mikir, dia mau di jadiin babu secara nggak langsung sama suami lucknutnya itu.

8. Tidak boleh punya hubungan lain selama pernikahan (hanya berlaku untuk Arsyilla) nggak adil, tapi Arsyilla nggak perduli juga, toh untuk saat ini dia lagi males punya pacar.

9. Tidur tepat waktu.

10. Selama dirumah fokus, tidak boleh pegang hp (inipun permintaan Dhika)

11. Aturan lain akan menyusul seiringnya waktu.

                      Tertanda tangan.

Pihak satu.                           Pihak dua

(Dhika)                                  (Arsyilla)

Arsyilla puas dengan isi perjanjian ini, walaupun dia hanya di untungkan di beberapa poin, itu udah cukup mencapai kebebasannya. Besok mau di potokopy biar banyak, jadi kalau ilang masih ada salinannya.

Dia tersenyum senang dengan isi pemikirannya yang briliant. Arsyilla ada niat mau nyuruh Boy tanda tangan sebagai saksi, jaga-jaga kalau Dhika tidak mengakui keabsahan perjanjian ini, tapi apa harus sejauh itu?

***

Keesokan paginya wajah gadis itu sudah secerah matahari, senyum mengembang tiada henti saat turun dari lantai dua, sudah siap dengan seragam sekolah. Untuk pertama kali selama pernikahannya yang baru seusia bayi jagung, dia tersenyum dengan ikhlas kayak gini.

Boy agak serem juga liat senyum cantik itu, kayak orang gila yang di jalan pikirnya, bentar senyum bentar tekikik geli, gadis itu menyapa pengawalnya dengan ramah setelah itu melangkah menuju dapur, hari ini jadwal Dhika yang buat sarapan.

"Se...lamat pagi cek gu," sapanya sambil duduk menanti sarapan di sajikan. Udah ada segelas susu coklat yang pasti di buatkan untuknya.

"Durhaka nggak ya di layani guru kayak gini?" Celetuknya dengan kikikan geli. Mana mungkin dia merasa nggak enak hati, kalau bisa tiap hari.

"Urat saraf kamu terganggu?" Dhika sudah rapi dengan stelan kantornya, kini memakai apron, kusut lagi tu kemeja.

"Lain kali buat sarapan dulu pak, baru siap-siap." Arsyilla mengingatkan. Dhika meletakkan dua roti panggang beserta telur dadar ke masing-masing piring untuknya dan Arsyilla.

"Pak Boy nggak di buatin?"

"Saya bukan pelayannya."

"Ya apa salahnya di buatin sekalian, kan bisa sarapan bareng."

"Kamu lupa dia punya istri?"

"Apa kalau udah punya istri, udah pasti sarapan?"

"Dari pengalaman saya tidak." Dhika duduk dan langsung makan sementara Arsyilla sewot sendiri, makan sambil menggerutu dalam hati, mulut gurunya ini lihai kali nyinyir sama nyindir.

"Kalau bapak mau punya istri yang selalu mau di masakkin, nikahnya bukan sama balita kayak saya, tapi sama chef Renata."

"Saya tidak tau kalau balita ada yang bongsor." Arsyilla menutup matanya sejenak menahan emosi, mengingatkan diri jika ini masih pagi. Dia memilih diam memakan roti panggang dan telur yang tingkat kematangannya sempurna dan rasa gurih dari menteganya pas.

Dhika tau istrinya kesal, dalam hati dia senang melihat wajah istrinya seperti itu, terlebih dia tidak sarapan sendirian.

"Kita pergi sekolah nggak barengkan pak?" Dhika tidak menjawab, masih tenang dia makan.

"Daftarkan dirimu di olimpiade." Dhika malah membahas hal lain. Sebenarnya Arsyilla udah nggak mau lagi ikut olimpiade, selain alasannya guru pembimbingnya si Dhika. Fandi juga ikut olimpiade yang sama, males banget rasanya.

"Saya pikir-pikir dulu pak, otak saya mau istirahat dari rumus-rumus." Kilahnya.

"Kita sudah sepakat semalam." Tegas Dhika. Ia menatap intens wajah istrinya yang menunduk sambil ngunyah, tau kali Dhika saat ini istrinya menggerutu tanpa suara.

"Iya, itu kan maunya saya, tapi otak saya kayaknya nolak pak." Dhika menatap semakin dalam saat Arsyilla mendongak berharap gadis itu takut dan terintimidasi.

"Awas kejang saraf mata bapak, nanti cepat katarak lo." Entah apa hubungannya yang jelas Arsyilla kembali menguji kesabaran pria itu.

"Saya udah selesai, saya pamit ya bapak kepala sekolah." Arsyilla berdiri lalu sedikit membungkuk tanda hormat. Dhika tau itu ejekkan untuknya.

'Ya Tuhan tambahkan kesabaranku dalam menghadapinya'

Dengan cepat ia menyelesaikan sarapannya dan pergi untuk mengajar sebentar sebelum pergi kekantornya. Ada rapat yang tidak bisa di tinggalinya.

Jam pertama dia masuk ke kelas Arsyilla, sepanjang pelajaran istrinya terlihat kalem dan serius, tidak sedikitpun mencari masalah dengannya atau tersulut dengan rivalnya yang mencari gara-gara. Dia benar-benar menjalani isi perjanjian itu.

Mengingat hal itu kepalanya sakit, bagaimana bisa dia membuat perjanjian konyol itu. Dia suami dan berhak atas istrinya tanpa harus membuat peraturan menyebalkan itu. Tapi yang di hadapinnya ini gadis ajaib, membangkang tanpa rasa takut.

Dalam hidup Arsyilla dia hanya takut sama hantu dan psikopat, selebihnya gampil beut.

"Ci, adem banget lo." Aneth menolehkan kepala dan berucap tanpa suara.

"Puasa gue," balasnya dengan gerakkan bibir.

Alis Zanetha tertaut sempurna, menatap curiga sahabatnya. Puasa darimana? Inikan hari rabu, pikirnya. Dia menggelengkan kepalanya lalu kembali fokus pada pelajaran.

Dia berpikir, sahabatnya itu semakin lama semakin aneh, entah apa pemicunya.

selamat membaca ya, tinggalkan jejak komentar sayang kalian, kami sangat bahagia untuk itu. semoga kita selalu sehat dan bahagia dimanapun dan kapanpun.

we love u guys :)

Ardhaharyani_9027creators' thoughts
Next chapter