webnovel

episode 3

Zein Zulkarnain mengambil secangkir teh yang ada di atas meja kecil di depannya, ia menyesap sedikit teh tersebut lalu meletakkan kembali."Benar, Selir Utama sangat teliti..." Ia sengaja menggantung.

Sekar Wangi tersenyum penuh kepuasan karena merasa Putra Mahkota Bintang Tenggara telah kalah darinya.

"Tapi ... Apakah mentri yang yang selir maksud sudah melihat dengan benar apa yang terjadi pada rakyat di desa kecil itu? Misalnya... Desa Sungsang." Zein tersenyum tipis.

Menteri Arya Satya menegang ketika Zein menyebut nama desa tersebut, ia tidak tahu darimana Sang Pengeran bisa mengetahui desa pelosok yang dikabarkan telah terjadi wabah penyakit menular.

Pria bermta safir itu melirik Arya Satya dengan ekor matanya, ia tahu kalau sekarang pasti Menteri kerabat Sekar Wangi tersebut sedang ketakutan lantaran ketahuan melakukan sebuah kesalahan.

"Pangeran Mahkota, Ayah sudah mendengar kalau di desa itu telah terjadi bencana berupa penyakit menular. Ayah juga sudah menyuruh orang untuk mengirimkan bantuan berupa sambako, tenaga medis juga perlengkapan istirahat kesana. Itu semua ditangani Mentri Arya secara langsung." Jaya Negara menanggapi ucapan putra pertamanya membuat senyum Sekar Wangi semakin meremehkan Zein.

"Sayangnya bantuan itu tidak sampai 100% , Ayah. Aku sudah memeriksanya, bentuk pangan apapun dari pemerintah tidak masuk kesana kecuali hanya sedikit saja. Melihat itu, aku tidak tega dan memberikan bantuan pribadi untuk mereka dari ku. Bukankah seharusnya kalau memang untuk rakyat, berikan saja pada rakyat tanpa perlu potongan apapun dan alasan apapun untuk menyulitkan mereka." Sang Pangeran menatap geram sang Menteri bagian kesejahteraan masyarakat.

Arya Satya terkejut dengan semua perkataan sang Pangeran, dia tidak menyangka kalau dirinya dikalahkan oleh seorang Pangeran yang belum tahu urusan negara, tapi ia tidak boleh tinggal diam harus memikirkan cara untuk membantah semua tuduhan tersebut.

"Pangeran Mahkota, Anda sungguh keterlaluan menuduh saya. Sebagai Menteri kesejahteraan Masyarakat, saya telah berusaha melakukan pekerjaan semaksimal mungkin. Tapi perjalanan kesana membutuhkan biaya sangat besar, terpaksa saya harus mengurangi dana dari pemerintah untuk menggaji para petugas," kilah Arya.

Zein menatap lurus pria 50 tahun tersebut." Berapa harga minya 1 liter, sehingga kau harus menghabiskan dana 100 juta untuk membeli 1 liter minyak? Apakah maksudmu aku hanya asal bicara?! Kau jelas sudah menggelapkan dana bantuan untuk rakyat, kau membelanjakan tidak sesuai anggaran. Sekarang kau mengatakan kalau uang itu untuk menggaji petugas, apakah menurutmu aku tidak tahu bahwa kau memerintahkan panglima perang bersama beberapa prajurid untuk mengantarkan bantuan tersebut?! Mereka mengatakan padaku, bahwa gaji mereka adalah langsung dari pemerintah yaitu gaji sebagai prajurid, bukan dari biaya yang kau katakana itu. Kau sungguh melakukan kecurangan untuk memperkaya dirimu sendiri, kau seorang petugas negara tapi kau sama sekali tidak memikirkan rakyatmu." Zein menatap Arya Satya dingin.

Arya Satya terdiam, ia sangat terkejut mendengar setiap kata dari Zein, siapa sangka kalau seorang Zein Zulkarnain bisa menemukan semua bukti itu. Selama ini dia berpikir kalau sang Pangeran keluar Istana hanya untuk bermain atau mempelajari ilmu beladiri, tapi rupanya juga menyelediki tentang kecurangan dirinya, bahkan memeriksa buku laporan keuangan.

Zein mengernyit merasakan nyeri tiba-tiba menyerang jantungnya, ia hampir saja tubuhnya terluka saat menghadapi siluman hingga dalam perjalanan terakhir menggunakan kekuatan terlalu banyak, kini efeknya sangat terasa.

Bruk …

Arya Satya langsung berlutut di hadapan Raja Jaya Negara, dia sengaja pura-pura menyesal untuk melindungi diri dari hukuman berat akibat penggelapan dana bantuan untuk rakyat kecil.

Para pejabat yang hadir terkejut dengan apa yang dilakukan Arya Satya, meski begitu mereka tidak merasa heran sedikitpun. Selama ini kecurangan Arya Satya sering terdengar tapi tidak ada yang berani angkat bicara karena Sekar Wangi sebagai Selir Utama menjadi pendukung pria tersebut.

Jaya Negara dan Ratu Prameswari tercengang mendengar bukti kejahatan Mentri kesejahteraan masyarakat tersebut, selama ini Sekar Wangi selalu memuji kalau saudaranya itu adalah orang yang jujur dan selalu mencintai rakyat, tapi sekarang justru terlihat menyedihkan setelah Zein membongkar semua kejahatannya.

"Menteri Arya, apakah yang dikatakan Pangeran Mahkota itu benar?!" Suara sang Raja meninggi, sorot mata pria itu nampak murka, orang yang paling dipercaya rupanya melakukan kecurangan.

"Benar, Yang Mulia. Saya telah melakukan kesalahan, tapi ini saya lakukan karena terpaksa. Mohon Yang Mulia mengampuni saya." Arya Satya masih berusaha membela dirinya.

Zein Zulkarnain menghela nafas melihat sikap munafik Arya Satya, bersujud seakan menyesali kesalahan tapi ia yakin kalau itu semua hanya untuk mengelabui orang saja."Bukankah harusnya kau tahu bahwa seorang itu harus bersujud pada orang tertentu? Missal Istri pada Suami, Anak pada Ibu? itu juga kalau memang diizinkan, tapi coba kamu lihat dirimu sendiri. Kamu sujud hanya untuk menutupi kesalahan, setelah itu kau akan melakukannya lagi. Suggguh Tindakan konyol."

"Pangerah Mahkota, kenapa hatimu sangat kotor? Aku sangat menyesal setelah melakukan itu, lagipula aku hanya melakukan sekali, tapi kau sudah menghakimiku seakan aku melakukan berulangkali." Arya Satya menoleh pada Zein, tatapan matanya penuh kebencian.

Zein menyunggingkan senyum sinis."Sekali kau bilang? Apakah kau ingin aku menunjukkan semua bukti kejatahan mu?"

Arya Satya semakin menundukkan kepala, ia memiliki firasat buruk tentang ini."Aku tahu salah, aku akan menerima hukuman apapun yang Yang Mulia berikan."

Prameswari sangat paham bagaimana sifat buah hatinya, sekali mengatakan sesuatu tidak akan pernah bisa diubah, seorang manusia yang selalu berusaha bersikap adil meski terhadap keluarga sendiri.

"Putraku, redakan dulu kemarahanmu. Ibu sangat mengerti maksudmu, sekarang Paman Menteri sudah mengerti dan bertaubat. Ibu yakin kalau kamu bukan orang yang pendendam dan tidak bisa memaafkan orang."

Zein memalingkan muka mendengar ucapan sang Ibu, Wanita itu selalu memperlakukan dirinya seperti anak kecil hingga membuatnya merasa malu meski sangat menyenangkan karena selalu mendapatkan kasih sayang seorang Ibu.

"Ibu, berhentilah berbicara seakan aku ini masih kecil."

Prameswari tersenyum simpul melihat wajah Zein sudah merah."Baiklah, Ibu hanya tidak ingin kau sakiti hatimu sendiri dengan marah berkelanjutan pada manusia tak berahlak."

Zein Zulkarnain bangkit dari tempat duduknya lalu berjalan ketengah dan menunduk hormat terhadap kedua orang tuanya."Ayah, saya permisi."

Zein membalikkan tubuhnya, baru beberapa langkah tiba-tiba jantungnya seperti tertusuk sebilah pedang, ia mencoba untuk menahan rasa sakit itu.

Bruk …

"Zein!!!" Prameswari berteriak histeris melihat tubuh sang buah hati tersungkur di karpet merah.

"Yang Mulia!" Mahesa segera menghampiri sang majikan.

"Panggil tabib sekarang!" Jaya Negara memberikan perintah, ia segera turun dari singgah sana dan menghampiri buah hatinya. Dengan kedua tangannya sang Raja membantu Putranya itu bangkit, tidak peduli dirinya adalah seorang Raja atau apapun ia tetap seorang Ayah yang tidak akan tega membiarkan sang buah hati terluka.

Dapur Istana …

Tak …

Tak …

Arsy memotong sayuran, di sampingnya adalah Ezra, ia memasukkan bumbu dapur ke dalam wajan berukuran besar. Mereka sengaja diperintah untuk membuat masakan yang banyak untuk menyambut kembalinya sang Pangeran mahkota, Raja bahkan mengundang para tamu dari kerajaan lain serta kestaria dari berbagai perguruan terkenal yang ada di Bintang Tenggara.