Cahyo terkikik melihat ulah Clara. Bagi Clara sendiri, ia merasa apa yang ia lakukan itu hal biasa. Ia sedang stress dan pil penenang serta ulah nakal sepertinya bisa meredakan kegalauannya.
“Mama berani juga ya.” Cahyo memuji.
“Papa keberatan?” tanya Clara sambil berkacakpinggang menghadap suaminya dengan tatap nakal.
Payudara isterinya itu 35A. Sebuah angka dan ukuran yang menurutnya kecil. Tapi bukan itu yang membuat Cahyo memuji keberaniannya. Entah mengapa sekilas ada rasa dalam dirinya yang justeru ingin mempertontonkan tubuh isterinya di depan umum. Jadi, kalau saja ulah Clara akan membuat dirinya jadi terpergok oleh orang lain, ia tak keberatan dan malah justeru berharap itulah yang akan terjadi. Cahyo harus mengakui bahwa sejauh ini upaya Clara mengikuti gym sepertinya berhasil. Itu ditunjukkan dengan tubuh lekuk biolanya yang tetap indah.
“Papa nggak keberatan dengan Mama begini di depan jendela?”
“Awas lho Ma, rumah tetangga itu sepi, tapi bukan berarti gak ada orang.”
Dibegitukan Clara malah makin nakal. Ia menantang dengan berdiri menghadap jendela yang terbuka. Cahyo tertawa terbahak.
“Ya udah terusin deh. Terusin sana! Mama bugil juga Papa pun nggak keberatan.”
Cahyo kaget dengan ucapan yang baru saja ia lontarkan. Clara? Terlebih lagi. Ia sudah menantang suaminya, dan kaget karena kini ia ditantang lebih besar. Wanita itu tersenyum, mengangguk, dan memutuskan untuk meladeni tantangan Cahyo.
Dan pria itu membelalak. Terperangah kaget ketika semenit kemudian ia tak bisa melarang ketika wanita itu melepas yang tersisa dan tampil sepenuhnya bugil di depan jendela!
Yang ada dalam pikiran Clara: “lu pikir gue takut, hah?”
Yang ada dalam pikiran Cahyo: “seandainya ada tetangga yang liat.”
Cahyo tak tahan lagi dan langsung memuji. “Mam, you’re damned sexy.”
“Thank you.”
“Mama nge-waxed bulu kemaluan?”
“Baru seminggu ini.”
Clara tentu takkan pernah menyebutkan bahwa ini memang ulahnya yang mengantisipasi pertemuan berikut dengan Gilang.
“Bagus sih kalo dibotakin gitu. Makin seksi aja kamu.”
Dikomentari begitu, Clara malah menggeleng kepala. Pura-pura merendah ketika ia mengatakan: “Toket Mama kan kecil.”
“Still. Kamu tetap seksi buat Papa.”
Cahyo lalu bangkit, menghampiri Clara yang kini duduk dan bahkan berbaring di sofa lain yang berada dekat jendela. Dan Clara tahu apa yang Cahyo inginkan sudah mulai memberikan private show, ketika mendadak mereka mendengar pintu masuk terbuka.
“Selamat siang!” tanya Velove yang baru tiba di rumah sepulang dari sekolah dengan ditemani Lyn dan Fathur.
Ucapan salam berikutnya tak terlontar karena mata Love kini terbelalak melihat kakak dan iparnya yang berada di sofa tengah dalam posisi yang siap bercinta! Lyn pun tak kalah terbelalaknya. Terlebih Fathur yang bukan hanya terbelalak, tapi juga menyungging senyum lebar.
Reaksi Clara dan Cahyo tentu tak sulit ditebak. Mereka spontan berhamburan, tidak jadi meneruskan asyik-masyuk mereka. Wajah keduanya merah padam menahan malu. Terlebih Clara karena terciduk telanjang di depan pria lain yang ada di sana. Fathur, kekasih Lyn, sahabat puterinya.
*
Kehidupan pasca kepindahan rumah benar-benar merupakan hal menarik. Rumah mereka memang berada di pinggir kota. Tapi itu juga jadi faktor kelebihan rumah karena mereka jadi tinggal di lingkungan yang masih asri, hijau, sejuk.
Izin pendirian klinik masih terus dilakukan oleh Clara dengan bantuan dari Cahyo seberapa yang ia bisa lakukan. Hari ini urusan selesai lebih cepat dan ini membuat Clara memiliki waktu sekian jam lebih lama di rumah. Velove sudah menelpon dia dan menyatakan akan pulang magrib, dan Cahyo baru akan tiba di rumah seperti biasa nanti sekitar pukul 7 malam. Untuk makan malam ia tidak perlu kuatir. Dengan sinyal internet yang bagus, nanti ia tinggal memesan secara online.
Situasi ini membuat dirinya nyaman ketika menelpon Gilang.
“Kamu udah terima paket kiriman dariku, manis?”
“Ya.”
“Sudah dicoba?”
“Sudah,” Clara tertawa lepas. “Kamu gila ya.”
“Gila kenapa?”
“Nggak nyangka yang kamu kirim itu bikini.”
“Bagus kan?”
“Bagus apanya. Itu bikin aku jadi seperti gadis nakal.”
“You are…. not.”
“Dasar.”
“Tiga hari lagi kita jadi nge-gym bareng kan?”
“Mmm…. Y-ya.”
“Dan kamu pakai apa yang aku baru beli.”
“No!”
“Yes, honey.”
“Di pertemuan sebelumnya, kamu selalu bergairah. Kenapa sekarang aku harus pakai bikini untuk membuatmu bergairah?”
“Apa salahnya?”
“Salah, Gilang. Kalo kupakai begitu….. aku jadi merasa jadi…. sangat nakal. Itu bikini yang sangat kecil, transparan. Ahh…. Aku tidak berani.”
“Itu hanya pikiranmu. Ayolah, kamu akan memakainya, dan kamu akan menyukainya.”
Dipaksa begitu membuat Clara sangat tidak nyaman yang kemudian membuat ia memutuskan begitu saja pembicaraan ketika Gilang belum selesai bicara.
*
Sudah sangat lama Love mengetahui bahwa hubungan pacaran antara Lyn dengan Fathur memang sudah sangat jauh. Kedekatan antara dirinya dengan Lyn membuat ia mengetahui bahwa sahabatnya untuk mempunya beberapa pasang lingerie lengkap dengan bra, panty dan garter belt-nya. Tak bisa disangkal bahwa tiap kali Lyn mempertontonkan – baik sebagian maupun seluruhnya – pada Love, ia selalu kagum. Kagum karena Lyn jadi memiliki keseksian tubuh berkali lipat.
Pantas saja Fathur begitu ‘takluk’ pada Lyn karena pria mana yang takkan tahan melihat pacarnya ketika sudah memakai balutan pakaian thong seksi seperti itu? Dimaksudkan untuk membuat Fathur tetap lengket padanya, gadis itu jadi suka memakai kapan pun dia pergi ketika bareng dengan Fathur. Dan dengan memakai pakaian dalam seperti itu, sudah hampir pasti ML akan dilakukan keduanya.
Sebagai seorang yang pernah merasakan persenggamaan tapi belum punya pacar lagi, hal ini pernah disarankan Lyn padanya. Ia menyarankan agar Love mengikuti langkahnya kalau memang ingin hubungan dengan pacarnya kelak berjalan langgeng.
Lyn suka menatap Love dengan sedih. Velove itu dulu punya pacar yang kemudian merenggut kegadisannya. Lyn tak tahu siapa orangnya karena Velove tidak pernah menyebut siapa pelakunya. Tapi dari sepotong info hasil ngulik yang ia dapat dari Love, ia nampak tidak bahagia dalam pacarannya. Bisa jadi itu yang membuat hubungan mereka berjalan singkat tepatnya 6 bulan. Velove itu tak sampai 160 centimeter tingginya. Mungkin 158, sehingga dengan berat 49 kilogram bisa dikatakan sangat proporsional. Matanya hijau karena neneknya berdarah Kaukasus, Eropa. Kulitnya sangat putih mendekati pucat dengan rambut kemerahan yang panjang menjuntai melewati bahunya. Banyak orang mengira dia sedikit mirip Kirsten Dunst, meskipun jelas jauh lebih cantik....dan jauh lebih seksi.
Kendati begitu Lyn suka aneh sendiri karena Love terlihat tidak puas dengan penampilannya. Menurutnya ukuran payudara yang ia miliki terlalu kecil. Ia berharap seharusnya lebih besar dari sekedar 34B. Itu membuat Love menganggap asetnya yang paling menarik hanya bokongnya yang imut dan kakinya yang jenjang.
Dulu sekali, Love menganggap bahwa daya tarik seksnya membantu. Salah satu bukti adalah bahwa sebagai pengemudi baru, dia bisa lolos dari beberapa tilang dengan cara memberikan senyum pada petugas polisi pria dan membiarkan roknya naik sedikit sehingga petugas bisa melihat pahanya. Dia menyadari betapa banyak sekali pria senang melihatnya, dan ia senang membiarkan mereka melihati dirinya.