webnovel

Warisan Asura

"Anak muda, kau akan menerima warisanku. Warisan Asura!" suara berat bergema di tempat itu sesaat sebelum tempat suram itu menyusut dan berubah menjadi aura ungu gelap dan menyerang titik di antara alisnya. Tubuh Yama yang masih kecil terasa akan hancur kapan saja karena energi yang meledak-ledak menghantamnya. Di dunia nyata, Yama mengeluarkan keringat dingin. Matanya masih tertutup erat. Titik antara alisnya mengeluarkan darah segar dan ada ukiran mahkota ungu terbentuk samar. Ukiran itu hampir tidak terlihat bila tidak diamati dengan benar. Mata anak itu terbuka perlahan. Kepalanya terasa sakit, roh ular yang mengelilinginya perlahan menghilang dan sebuah teratai hitam tiba-tiba muncul beberapa detik sebelum Yama jatuh pingsan.

Matahari bersinar terik. Tubuh mungil yang dibalut baju sutra biru langit meringkuk dibawah selimut kelopak bunga teratai hitam. Aroma teh herbal menyebar dan memasuki indra penciumannya, dia merasa terusik dengan aroma tersebut. Matanya mengerjap beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya matahari yang memasuki matanya. Tubuhnya terasa segar. Dia mengamati pakaiannya yang telah diganti. Sesaat dia masih duduk bingung di atas teratai yang menjadi tempat tidurnya itu. Ingatan apa yang terjadi sebelumnya kembali berputar di kepalanya.

"Aku benar-benar mendapatkannya!"seru anak itu tiba-tiba. Suara kekanakannya terdengar nyaring. Di dekat jendela, lelaki tua bungkuk tengah menghirup teh herbal sambil melihat keluar. Dia tidak merasa terganggu sama sekali.

"Jadi, jalan apa yang akan kau pilih?" suara serak bertanya dengan nada rendah.

"Kakek buyut!" panggilnya setelah melihat pria tua itu. "Aku-"

"Jangan katakan jalanmu pada siapapun, cukup dirimu yang tahu. Berlatihlah dengan giat setelah ini. Kau bebas menentukan pilihanmu mulai sekarang." Kakek buyut itu melirik sebentar sebelum bangkit dari duduknya. Tubuhnya sedikit bergetar seakan bisa jatuh kapan saja. Tongkat kayu menopang tubuhnya saat dia berjalan keluar. Yama adalah anak yang pandai, dia tentu saja memahami perkataan kakek buyutnya. Menghela napas pelan, dia turun dari teratai. Saat dia turun, teratai hitam itu menghilang begitu saja. Dia berjalan menuju air terjun yang ada di belakang rumah. Sebelum pamit meninggalkan lembah, dia ingin membersihkan diri terlebih dahulu.

Air terjun mengalir deras dan jatuh menghantam tubuh mungil yang berdiri di bawah air. Tubuh telanjangnya putih tanpa noda sedikitpun. Yama berdiri menikmati air menghantamnya. Punggungnya sedikit memerah dan jemarinya mulai kecut. Dia terlalu lama berdiri disana. Untuk anak berumur 5 tahun, hal ini bukanlah sesuatu yang wajar. Namun Yama bukanlah anak biasa, dia memiliki fisik yang kuat ditambah dengan kebangkitan roh beladirinya, tubuhnya semakin luar biasa. Dia melihat batu besar di pinggir air sejenak lalu memutuskan untuk duduk disana. Dia duduk bersila dan mulai mengeluarkan roh beladirinya. Roh ular itu langsung keluar mengelilinginya, membentuk lingkaran seolah melilitnya di tengah. Kesembilan kepala ular itu seperti memayungi dirinya. Energi yang terasa hangat mengalir dan saat dia membuka mata, dia sudah berada di dimensi yang berbeda. Tempat yang penuh kesuraman dan membawa rasa sepi seperti kemarin lagi tampak di depannya. Dia melihat bayangan ungu yang samar mulai melakukan gerakan seolah mengajarinya teknik kuktivasi. Yama segera memperhatikan bayangan itu dengan seksama sebelum menirunya.

Setelah menerima Warisan Asura kemarin, Yama sekarang mengetahui banyak hal. Tempat ini adalah dimensi di dalam warisan itu sendiri dan bayangan itu tercipta dari rangkaian tulisan yang ada di dalam kitab Asura. Kitab itu ada di pojok dimensi, melayang lembut dengan cahaya emas yang diliputi aura hitam. Dia belum dapat menjangkaunya karena faktor kultivasi. Dia belum cukup kuat untuk membuka segelnya.

Tak terasa hari sudah siang, terik matahari memancar menciptakan efek pelangi saat terkena percikan air terjun. Yama membuka matanya lalu sedikit meregangkan tubuhnya. Sudah ada sedikit kemajuan namun dia masih berada di tahap dasar. Ilmu beladiri di dunia ini dibagi menjadi 7 tahapan, yaitu penempaan tubuh, pembentukan energi, penguatan roh, transformasi roh, raja beladiri, jejak dewa dan yang terakhir adalah wujud dewa. Untuk dua tahap terakhir sangat jarang di temui. Kabarnya kekuatan di tingkat itu hanya ada di Tanah Dewa yang misterius. Adapun Asura dan 9 Dewa yang menghilang memiliki kekuatan absolut di atas segalanya. Konon menurut legenda, singgasana langit diduduki oleh Sang Pembantai. Namun itu hanyalah rumor yang beredar. Tidak dapat dipastikan apakah singgasana itu benar-benar ada. Setiap tingkatan akan dibagi lagi menjadi 9 tingkatan dan setiap tingkat dibagi menjadi rendah, menengah, atas dan puncak. Kekuatan Yama saat ini berada di tahap penempaan tubuh tingkat 9 awal.

"Bukankah ini terlalu lambat? Aku setidaknya harus berada di tahap pembentukan energi saat meninggalkan lembah." gerutunya, bibir mungilnya sedikit dimonyongkan dan wajahnya cemberut kesal.

Mungkin akan luar biasa bagi orang diluar sana saat memiliki tahap penempaan tubuh tingkat 9 bahkan kecepatan kultivasi Yama akan di anggap tingkat atas. Namun bagi Yama sendiri ini tidak berarti apapun. Adapun kecepatan kultivasinya masih dianggapnya terlalu lambat. Dia ingin lebih cepat dan lebih kuat. Orang lain mungkin akan muntah darah bila tahu hal ini. Bahkan kakek buyut yang mengasuhnya dapat dipastikan syok mengetahuinya. Anak ini abnormal, baru kemarin dia membangkitkan roh beladirinya dan sekarang sudah berada di tahap 9 penempaan tubuh namun tidak puas dengan kecepatannya.

Menghentakkan kaki kecilnya dengan ringan, Yama melompat ke dalam air. Dia mengalirkan energi ke dalam kepalan tangannya dan meninju permukaan air. Saat tinju itu menghantam permukaan air, air langsung menyembur ke atas sedangkan tubuh telanjang Yama terus masuk ke dalam air sambil mengalirkan energinya. Setelah beberapa saat, Yama kembali ke permukaan dan berenang ke tepi. Dia mengambil pakaian sutranya di ranting pohon lalu memakainya. Air masih menetes di rambutnya yang basah, namun anak itu tampak tidak peduli. Dia kembali ke rumahnya dan menemui kakek buyut yang saat itu sedang memainkan guqin.

Alunan musik lembut yang berasal dari petikan senar guqin seperti membawa ketenangan dan kedamaian tersendiri. Kakek buyut memainkannya sambil menutup mata, menikmati setiap petikan jarinya. Yama duduk sambil memperhatikan hari keriput yang memetik senar. Dia menunggu sampai lagu selesai dimainkan. Beberapa saat kemudian, bunyi guqin berhenti. Kakek buyut membuka mata dan melihat Yama duduk di sebelahnya.

"Tahap penempaan tubuh tingkat 9?" gumam Kakek Buyut dengan pelan, dia tersentak kaget saat merasakan aura energi yang dipancarkan Yama. Dia menatap Yama dengan takjub. "Kau maju begitu cepat. Hal ini mengakibatkan aura energimu sedikit memancar tak terkendali."

"Benarkah?"

"Aku sarankan jangan naik ke tahap berikutnya sebelum kau bisa menyembunyikan aura energi petarungmu. Entah apa yang akan terjadi bila orang lain tahu akan hal ini. Hanya ada 2 kemungkinan, kau akan diburu oleh berbagai sekte untuk dijadikan murid atau kau akan dibunuh oleh mereka saat kau menolak."

"Bukankah aku akan terlindungi bila masuk ke dalam sekte besar?" tanya Yama dengan heran.

"Tidak semua yang terlihat itu nyata. Terkadang mempunyai kekuatan besar akan menimbulkan bencana. Saat memasuki sekte, jangan tunjukkan dirimu yang sesungguhnya. Roh beladirimu ataupun teknik kuktivasi bawaan rohmu, sembunyikan itu sedalam mungkin. Jangan menunjukkannya bila kau tidak dalam keadaan yang membahayakan nyawamu." Pria tua itu menepuk pelan bahu Yama, dia menasihatinya dengan lembut. Sedikit kekhawatiran terpancar di matanya.

"Kalau begitu, bagaimana bila sekte mengharuskanku untuk memanggil roh beladiri?" Mata Yama berkedip beberapa kali, tatapannya seperti kucing penasaran saat ini.

"Gunakan teratai hitam. Benda itu adalah senjata roh pada awalnya saat aku menemukanmu. Tapi semakin hari energi roh yang ada mulai meningkat perlahan dan kemungkinan akan berubah menjadi senjata dao dimasa depan."

Mata Yama berbinar terang, dia pernah membaca buku tentang senjata dao. Senjata itu sangat kuat dan langkah. Kemunculannya akan menimbulkan pertumpahan darah. Orang akan memperebutkannya dengan cara apapun. Tetapi teratai hitam milik Yama sedikit berbeda. Seolah benda itu terikat pada Yama sebagai pemilik tetap, bahkan kakek buyut tidak bisa menyentuhnya. Saat dia menemukan bayi Yama di atas teratai dan hendak mengambil bayi itu, teratai itu melayang ke arahnya kemudian menghilang sebelum Kakek Buyut itu menyentuhnya. Hingga kini, teratai itu menjadi pelindung Yama ketika dia tertidur dan akan menghilang saat Yama bangun. Kakek Buyutnya sudah menceritakan hal itu padanya jadi saat tahu teratai itu bisa menjadi senjata dao, dia sangat senang. Senjata dao yang tidak bisa diambil, hancur bila pemiliknya mati. Itulah kesimpulan yang Yama dapat saat ini.

"Kakek buyut, aku akan berlatih menyembunyikan auraku. Setelah itu aku akan pergi." tegas Yama. Matanya memancarkan tekad dan keyakinan yang kuat. Kakek buyut itu hanya mengangguk dengan senyuman aneh di wajahnya. Kemudian Yama langsung berlari kecil menuju altar tempat dia memanggil roh beladiri kemarin. Disana masih ada formasi sihir. Formasi itu bisa membantunya melatih auranya, itu yang pernah dikatakan pria tua itu beberapa tahun yang lalu saat dia diajari membuat formasi sihir.