webnovel

Perjalanan Cinta Riza

Riza dengan sabar menunggu kalimat yang akan diucapkan sahabatnya. "Aku suka kamu, Za" Semburat merah jambu kembali menghiasi pipi Riza, ia terkejut dan tak kuasa menahan glenyer yang tiba-tiba muncul di hatinya saat Akmal mengungkapkan perasaannya. "Aku tahu ini tak boleh karena kita tidak diperbolehkan untuk berpacaran. Tapi aku tak kuasa lagi untuk menyimpan rasa ini. Rasa yang tiba-tiba datang sejak pertama kali kita bertemu." Akmal tersenyum getir "Kamu tidak harus menjawabnya, Za. Aku hanya ingin kamu tahu isi hatiku. Jika kamu mempunyai rasa yang sama terhadapku maka berjanjilah untuk menjaga hatimu hingga kelak aku meminangmu" Riza menundukkan wajahnya semakin dalam. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya jika dalam posisi seperti ini. Bagaimana ia harus bersikap?. Hatinya terus berdzikir karena jantungnya seperti hendak meloncat-loncat. Akmal melirik Riza yang masih menundukkan kepalanya, gadis itu menatap ujung sepatu flatnya lurus-lurus. Dirinya tahu posisi mereka sedang sulit karena harus menahan gejolak, Allah memberikannya anugrah dengan mengirimkan rasa suka dihatinya. Tetapi mereka harus mampu meredamnya dengan menghindari pacaran dan bermunajat hanya pada Nya hingga suatu saat munajatnya itu akan didengar oleh Allah dan memberikan jalan yang mudah untuk mereka bersatu dalam ikatan pernikahan.

Mairva_Khairani · Teen
Not enough ratings
28 Chs

Amarah Mas Zaenal

Bismillah...

Riza tiba di kostan setelah maghrib sambil membawa tentengan yang berisi 2 box martabak bangka pemberian mam Najmi. Dirinya masuk setelah mobil yang ia tumpangi bersama mam Najmi dan Akmal tadi menghilang di tengah keramaian jalan raya di malam minggu.

Terdengar sayup-sayup suara merdu mas Zaenal dari arah gerbang kostan, melantunkan ayat-ayat suci Al-Quran yang memang rutin ia baca selepas sholat maghrib berjamaah. Setelah mengucapkan salam tanpa ada yang menjawab karena seluruh penghuninya berada di mushola menunggu waktu isya yang akan masuk sebentar lagi, Riza bergegas berniat langsung ke kamar dan membersihkan dirinya.

Adzan Isya berkumandang tepat saat ia keluar kamar mandi dan dirinya langsung menuju ke kamar untuk mengambil mukenanya, kemudian menggabungkan diri dengan yang lainnya di mushola untuk berjamaah sholat isya. Setelah sholat dan berdoa mereka semua saling bersalaman.

"Baru pulang, za?" Tanya bu Yani lembut

"Iya, bu". Riza menjawab dan tersenyum

"Anak perempuan tuh jangan sering-sering kelayaban. Apalagi berangkat dari pagi pulang udah mau Isya !" Tiba-tiba mas Zaenal menyela dengan ketus.

Riza bingung dan kaget mendengar perkataan mas Zaenal yang ketus. Baru kali ini dirinya mendengar nada bicara mas Zaenal yang meninggi. Bukan hanya dirinya yang kaget. Bu Yani juga terlihat agak kaget tapi kemudian berusaha menetralkan suasana di dalam mushola itu yang menjadi hening.

"Sudah nggak apa-apa, namanya juga anak muda. Lain kali kalau Riza main ke luar lama, izin sama ibu ya. Soalnya ibu sudah dititipi oleh orang tua kalian jadi kalian adalah tanggung jawab ibu jika di kostan ini.

"I..iya, bu. Maafkan Riza tadi lupa nggak pamit sama ibu"

"Zaenal, kamu juga kalau negur baik-baik bicaranya. Kasihan Riza sampai kaget gitu" Bu Yani mencoba meredam emosi Zaenal yang masih menatap tajam pada Riza yang tertunduk lesu.

Mas Zaenal memang sudah seperti kakak laki-laki baginya tapi Riza sungguh tak siap jika harus terkena teguran keras seperti tadi. Memang selama ini dirinya selalu pamit pada bu Yani atau mas Zaenal jika akan bepergian tapi tadi pagi ia lupa ketika suara klakson Akmal berbunyi, dirinya hanya sempat pamit pada mba Laila yang saat itu sedang ngobrol dengannya. Saat ini mba Laila juga mencoba menenangkan Riza dengan menggenggam tangannya karena posisi duduknya memang berdekatan dengan Riza.

Beberapa saat setelah bu Yani berbicara, mas Zaenal beranjak pergi tanpa menoleh dan bicara lagi, di wajahnya masih menyiratkan amarah.

"Maafkan anak ibu Zaenal ya, Za. Mungkin maksudnya bagus cuma cara menyampaikannya yang kurang tepat" Bu Yani mendekatkan posisi duduknya pada Riza dan membelai punggungnya.

"Memang Riza yang salah,bu. Maaf..." Riza memohon maaf sekali lagi dengan penuh penyesalan. Bu Yani merengkuh tubuh Riza lembut, beliau juga heran dengan sikap Zaenal akhir-akhir ini. Dirinya sering memergoki Zaenal sedang menatap lurus-lurus dari jendela rumahnya ke sebrang taman, yang merupakan bangunan kamar kostan gadis yang sekarang sedang ia rengkuh. Kali ini si gadis malah kena omelan yang tiba-tiba dan tak ia sangka. Bu Yani mencoba menerka-nerka apa yang terjadi pada anaknya.

"Ya sudah, sekarang makan malam dulu yuk" Bu Yani mengajak mereka makan malam dan gadis-gadis kostan melangkah ke kamarnya masing-masing untuk menyimpan mukena mereka terlebih dahulu sebelum menuju ke ruang makan.

Riza teringat 2 box martabak yang tadi dibelikan mam Najmi untuknya. Ia akan membawakan untuk kawan-kawan sekostannya satu box dan satu box lagi untuk bu Yani.

Riza menyebrangi taman, menuju rumah bu Yani dengan ditemani oleh mba Dian. Setelah tiga kali mengetuk, bu Yani membuka pintu.

"Apa ini, Za?.

"Martabak, bu. Tadi ibu teman Riza yang membelikan ketika di jalan mau pulang"

"Kenapa malah dikasihkan buat ibu, nanti Rizanya bagaimana?"

"Ini masih ada satu ko, bu" Riza menunjukkan box martabak yang ada di tangan kirinya.

Tangan bu Yani menerima martabak yang diulurkan oleh tangan kanan Riza dan mengucapkan terimakasih. Riza dan mba Dian membalikkan badan menuju ruang makan setelah bu Yani menutup pintu rumahnya.

Riza meletakkan box martabaknya di meja makan.

"Wiiih... enak nih. Boleh dimakan, Za?" Tanya mba Heni.

"Boleh banget, mba. Emang Riza bawain ini buat mba-mbaku tersayang"

"Makasih, adek emesh yang tantik" Mba Dian berseloroh dengan mimik lucu. Riza tergelak tapi kemudian diam lagi.

"Ayo makan, martabaknya buat bekal nonton motoGP aja" Laila berbicara seolah-olah nonton motoGPnya di suatu tempat yang jauh, ia menyodorkan piringnya ke arah Riza.

"Aku nggak makan malam lah,mba. Lagi diet"

"Gayamu tuh, dek. Diet-diet segala, bilang aja lagi nggak nafsu makan gara-gara sikap mas Zaenal tadi" mba Dian tersenyum jahil menebak-nebak suasana hati Riza yang sayangnya memang benar.

Riza menghela nafas berusaha mengusir rasa galau di hatinya.

"Sudah jangan dipikirin, dek. Mungkin mas Zaenal lagi ada masalah. Ayo sekarang makan dulu" Mba Ratih kembali mengulurkan piring yang tadi di tolak oleb Riza dan telah mengisinya dengan sedikit nasi.

****

Zaenal memang sedang ada masalah. Masalah dengan hatinya, yang ia sendiri tak bisa menerjemahkannya. Yang ia tahu akhir-akhir ini ia sedang senang menatap di balik jendela rumahnya ke sebrang taman. Di sebrang taman itu terdapat bangunan kamar kostan, dimana biasanya seorang gadis dengan sikap tenangnya kadang muncul ke luar masuk kamarnya dan melakukan aktivitas lainnya.

Tapi sejak tadi dirinya terasa hampa karena sudah seharian duduk di tempatnya mengamati, gadis yang ditunggunya tak juga muncul semenjak terdengar suara klakson mobil di depan kostan. Gadis itu langsung mengambil sling bag dan mengunci pintu kamarnya kemudian melangkah dengan tergesa setelah berbicara sebentar dengan Laila.

Malam ini setelah sholat isya berjamaah ia baru menyadari bahwa gadis yang sejak tadi di tunggunya sudah berada di mushola dan menjawab pertanyaan ibunya. Ia senang tetapi kemudian ingat jika dirinya sejak tadi

merasa diabaikan. Kekesalannya ia tumpahkan begitu saja di depan ibunya dan gadis-gadis kostan yang lain.

Sebenarnya ia merasa menyesal setelah menegur dengan keras dan berkata ketus pada gadis kecil itu. Sikapnya tadi baru kali ini dilakukannya. Ia tak menyangka kata-kata itu akan keluar dari mulutnya, mimik kaget terlihat diwajah yang biasanya tenang. Ibunya juga nampak agak kaget dan mencoba menenangkannya. Membuat hatinya semakin merasa bersalah, tetapi tetap saja egonya yang bertindak dominan sehingga ia keluar dari mushola masih dengan amarahnya.

Beberapa saat setelah ia masuk, sayup-sayup terdengar pintu rumah yang diketuk dan terdengar suara gadis berbicara sebentar dengan ibunya. Ia melihat ibunya meletakkan box di atas meja makan saat dirinya bermaksud mengambil air dingin di dalam kulkas untuk menyejukkan hatinya yang sedang panas.

Gadis bernama Riza itu berhasil menyita perhatian seorang Zaenal, meskipun ada empat gadis lainnya di kostan itu namun pesona wajah cantiknya tak dapat ia abaikan. Dirinya juga menyukai sikapnya yang pendiam dan tenang yang membedakannya dengan gadis-gadis lainnya. Kecerdasannya juga nampak saat mereka terlibat pembicaraan umum ataupun diskusi mata pelajaran yang tak dikuasainya tetapi dengan cepat dipahami setelah dirinya mencoba memancingnya sedikit dengan clue-clue yang diberikannya.

Beribu alasan akan dapat ia ungkapkan jika ada seseorang yang menanyakan mengapa dirinya memilih Riza.

****

Assalamualaikum..

Hai readers, terimakasih sudah terus membaca.

Jangan lupa subscribe dan beri vote nya ya, agar author lebih semangat lagi menulis ceritanya(^v^).