webnovel

Perjalanan Cinta KIRA

Shakira Chairunisa yang ingin menyelamatkan ayahnya dari kesalahan masa lalu, akhirnya setuju untuk menikah dengan seorang pemuda kaya usia 30 tahun bernama Ryan Adiantara, pemilik kerajaan bisnis Rich Tech Company. Pernikahan tanpa cinta yang dilandasi oleh dendam Ryan kepada ayah istrinya membuat kehidupan wanita berusia sembilan belas tahun itu hidup bagaikan dalam neraka. Ditambah dengan penyakit mental yang di derita Ryan, membuat semua menjadi semakin berat dari hari ke hari untuk Kira. Akankah keberuntungan berpihak pada Kira? Bisakah Kira bertahan dengan semua kesulitan yang dialaminya? Akankah Kira mampu memperjuangkan masa depan dan kebebasannya dari belenggu kekejaman Ryan? Mimpi untuk menjadi seorang scientist.. Akankah itu terwujud? Ikuti kelanjutan kisahnya dalam novel bergenre romantic - Perjalanan Cinta KIRA

Ri_Chi_Rich · Urban
Not enough ratings
102 Chs

Masalah Baru

"Kemana aja Lo kemaren?" Rini menepuk punggung Kira. dan duduk disebelah Kira. "Ra, Lu tau ga, Kak Farid kemarin nyari-nyariin Lo dikelas. Tapi Lo nya ga ada. Kecewa banget gitu mukanya, sumpah!" Rini kali ini yang bicara, sambil tangannya mengambil gelas Kira dan menyeruput es jeruk Kira.

"He eh, dah! Bener banget tu. Jadi bahan gosip anak-anak cewe, soalnya Kak Farid ngelarang tulisan Lu di whiteboard dalem Lab di hapus. Hahahahah!" Deby yang berdiri dibelakang Kira dan Rini juga ikut tertawa.

"Hah... Kau memakiku, tapi Kau juga membuat semua serba sulit untuk dirimu sendiri! Untungnya kondisiku denganmu tak sesulit kondisiku dengan Ryan. Jadi, Aku bisa ga memperdulikanmu asal Kau taj menggangguku!" Kira puas menghina Farid dalam hatinya.

"Katanya Dia nunda balik ke Jepang, ya? Padahal karirnya lagi bagus disana kan?" Kali ini Rini menyahut.

"Iya. Dia nerima buat jadi dosen di kampus ini selama tiga tahun sebelum balik lagi ke Jepang buat S3 nya." Deby bicara sambil melihat jam tangannya. 'Gue cabut dulu ya! Sepuluh menit lagi praktikum dimulai!" Deby melambaikan tangan dan pergi meninggalkan Kira, Rini, dan semua rombongan yang bersama Kira.

"Ra, Lo belom jawab Gue, kemaren Lo kemana?" Rini bertanya sambil tangannya berselancar di handphonenya.

"Gue.. Kemaren keguguran, Rin!"

"Phhhfffffhhh, Uhuk.. Uhuk!" Rini menyemburkan es jeruk yang baru diseruputnya. Untung saja didepannya makan sudah habis semua.

"Maaf.. Maaaf kakak kakak.." Rini meminta maaf pada para bodyguard di seberang mejanya.

"Ra, Lo seriusan? Lo hamil kemaren tu?" Rini menatap Kira dengan tatapan ga percaya.

Kira mengangguk. Dan tangannya menghapus air mata disudut matanya.

"Kiraaaaaa.. Hawaawawaw!" Rini memeluk Kira, mereka berdua nangis berpelukan. Yah, akhirnya ada seseorang yang berani memeluk Kira dan membuatnya nyaman menangis di pelukan seseorang.

"Aku ingin Kau yang memelukku dan menguatkanku ketika Aku kehilangan anakku. Tapi, justru sahabatku yang melakukannya. Dimana Kau? Apa Kau merasa kehilangan yang sama denganku? Atau Kau justru bahagia kehilangan anak dari rahim seorang budak sepertiku?" Hati Kira kembali mengingat Ryan saat memeluk Rini.

"Ra, yang sabar yaaaa... Lo bisa kok, punya anak yang lain entarnya! Laki Lo juga sayang banget kan ama Lo! Gue bisa lihat kemaren dari matanya waktu ngeliat Lo! Bikin iri cewek-cewek sedunia! Hahahahah" Rini tertawa menyemangati Kira. Mencoba menghibur Kira dengan mengatakan fakta yang telah dilihatnya.

"Hah.. Andai Lo tau cara Gue bisa keguguran. Apa Lo bakalan memuji Dia kaya gini, Rin? Huffff. Semua bukan salah Dia sepenuhnya sih, Gue yang salah. Gue yang mancing Dia sampe Dia berbuat gitu!" Kira tak ingin menyalahkan Ryan, bahkan dalam pikirannya, Kira masih mengoreksi kata-katanya.

"Mau ke kelas sekarang?" Kira mengingatkan Rini, sambil mengangkat pergelangan tangan Rini, supaya Rini bisa melihat jam berapa sekarang.

"Haaah.. Yok.. Yok.. Entar ga kebagian tempat duduk PW!" Rini berdiri, Kira juga berdiri, da mereka berjalan menuju ruang kelasnya.

"Rin, Gue pinjem catetan yang kemaren dong!" Pinta Kira.

"Haaaah.. Heheheh.." Rini tak menjawab hanya tertawa menengok ke Kira.

"Lo ga nyatet?" Tanya Kira melihat reaksi sahabatnya yang pemalas.

"Hehehe.. Pinter Lo! Gue belom bilang Lo udah tau!" Rini menepuk-nepuk bahu Kira.

Kira hanya geleng-geleng kepala dan terus melanjutkan langkahnya menuju ruang kelas. Tak ingin mengobrol sambil berjalan cepat yang membuat napasnya ngos ngosan. Mata kuliah hari ini agak berat, Kira ingin menghemat tenaganya. Kelas Kimia analisis, praktikum Kimia Organik, dan Kelas energetika. Semua membutuhkan energi lebih.

Klek

Rini membuka pintu ruangan dan masuk ke dalam. Mencari tempat duduk PW nya. Karena ini kuliah besar

"Kalian, menunggu diluar, kan?" Kira memastikan pada kelima bodyguardnya.

"Tentu saja, Nyonya Muda!" Gita menjawab dan tersenyum.

"Fuuuh.. Baiklah, terima kasih." Kira masuk ke dalam dengan Sari mengikuti dibelakangnya. Kira duduk disebelah Rini seperti biasa.

"Selamat Pagi!" Farid dan Kak Desi memasuki ruangan. Kali ini tanpa senyuman, tak seperti biasanya.

"Ibu Afifah memberikan tugas pada Saya untuk Mengawasi quiz hari ini. Termasuk, mengisi kuliah hari ini. Karena ada pelatihan di luar kota, beberapa dosen di program studi Kimia tidak bisa memberikan kuliah saat ini. Mohon kerjasamanya." Farid duduk dan memberikan kertas quiz pada Desi untuk dibagikan ke mahasiswa.

"Ra.. Ra.. Tolongin Gue, Ra.. Aduuuuh, Gue belom belajar!" Seperti biasa, Rini sudah penuh harap kepada Kira. Dia tahu betapa encer otak Kira, dan Kira memang selalu membantunya bebas dari nilai D.

"Waktunya lima belas menit!" Farid yang masih tanpa senyuman, duduk bersandar dan melipat tangannya

"Ra.. Tolongin Gue!" Rini belum menulis satupun disana, sedangkan Kira menyelesaikan semuanya dalam waktu lima menit. Dia memang menulis cepat untuk menolong Rini. Diberikannya kertas ujiannya pada Rini dan langsung disalin dengan cepat oleh Rini. Kira mecoret-coret kertas kosong ditangannya, menunduk supaya semua orang berpikir Kira juga masih mengerjakan soalnya. Kira tak ingin, kalau Dia selesai dan mengumpulkan duluan, teman-temannya akan panik.

"Kira! Apa Anda tahu tujuan dibuatnya quiz?" Farid berteriak dari depan menatap ke Kira, hingga semua mata juga tertuju pada Kira.

"Untuk melihat kemampuan mahasiswa dalam memahami pelajaran sebelumnya atau untuk mengetahui persiapan mahasiswa sebelum memulai pelajaran." Kira menjawab dengan menatap mata Farid.

"Lalu apa yang Anda lakukan? Merasa hebat sehingga berusaha menolong memberi contekan?"

Deg

Kira tak bisa menjawab untuk yang ini. Kira tak menyangka kalau Farid akan menangkap basahnya memberi contekan. Karena Kira sudah sering melakukan ini, tapi tak pernah ada yang tahu.

"Apa Anda merasa hebat dan merasa memiliki hak khusus di kampus ini membuat Anda bisa semena-mena?"

Kira tak menjawab lagi. Semua mahasiswa diam dan tertunduk. Mereka juga tak bisa mengerjakan tugasnya karena keributan yang dibuat Farid.

"Apa Anda pikir Anda sudah menjadi hebat dengan menyingkirkan semua dosen yang tidak Anda sukai?"

"Saya tidak pernah menyingkirkan siapapun! Saya juga tidak pernah merasa hebat!" Kira berdiri kali ini.

"Lalu apa yang Anda lakukan dengan profesor Rendi? Rektorat memecatnya karena permintaan suami Anda! Hahaha.. Anda yang berbuat keributan di kelasnya, Anda yang menyalahkannya! Apa Anda pikir mahasiswa seperti Anda bisa menjadi sukses dan berhasil? Anda hanya bisa berhasil karena bantuan licik dari orang dibelakang Anda! Apa Anda sadar betapa rendah perbuatan Anda? Berlindung dibalik kekayaan suami Anda! Memamerkan betapa besar kuasa yang Anda miliki di kampus dengan semua bodyguard yang Anda bawa! Ya.. Ya... Saya akui Anda cukup pandai, tapi Anda juga cukup licik! Seorang wanita yang berusaha mendapatkan semua impiannya dengan cara licik! Sekarang, Anda juga berbuat licik dikelas Saya. Mencoba mengelabui Saya, dengan membantu memberikan jawaban pada rekan Anda. Fuuuuh.." Farid bertepuk tangan. "Sebaiknya Anda ikutan kontes pemilihan peran utama sebagai artis yang pandai bermain drama, daripada berada dikelas ini!" Farid masih menatap dingin ke arah Kira.

"Baiklah, Saya mengakui kesalahan Saya. Apa mau Anda sekarang?" Tanya Kira jelas. Kira tak berusaha menolong dirinya sendiri atau membantah.

"Keluar dari kelas ini! Nilai quiz Anda nol. Dan perbuatan Anda memberikan contekan sudah saya rekam! Perbuatan Anda bukan perbuatan bijak. Saya akan meminta kamous untuk meninjau ulang beasiswa Anda! Saya rasa itu bukan suatu masalah, toh Suami Anda kaya, kan? Dia pasti mampu mmembayar semua kebutuhan kuliah Anda!" Farid menggoyangkan handphonenya dan tersenyum sinis.

Kira mengambil tasnya dan hendak keluar kelas.

"Tunggu! Itu semua bukan salah Kira, Saya yang memaksanya memberikan contekan. Biar Saya yang keluar kelas! Dan satu lagi, Anda tidak berhak untuk membuat Kira kehilangan beasiswanya. Kira bukan orang yang memanfaatkan orang dibelakangnya untuk maju dan sukses. Andai Anda melihat betapa buruk perlakuan Prof Rendi pada Kira, Anda pasti melakukan hal yang sama seperti yang Suami Kira lakukan selama Anda punya kuasa. Saya sudah lama menjadi temannya. Dan Saya tahu, sahabat Saya bukan orang yang licik yang melakukan segala cara untuk mendapatkan impiannya! Bahkan untuk semua kebutuhan dikampus ini, Kira tak pernah meminta belas kasihan Suaminya! Kalaupun Anda melihat bodyguard didepan sana menjaga Kira, Saya yakin, semua itu karena Suaminya Kira sangat khawatir dengan Kira yang masih lemah karena baru saja keguguran kemarin!" Rini berbicara berapi-api tanpa jeda. Kata-kata terakhirnya membuat riuh suasana dikelas. Semua mata memnadang pada Kira tak percaya.

"Rini, sudahlah!" Kira berkata pelan. Lalu mengambil tasnya dan melangkah turun menuju ke pintu luar.

"Kira, tunggu! Gue ikut keluar sama Lo!" Rini berlari mengejar Kira.

"Anda jangan khawatir, Saya cukup tahu diri atas kesalahan yang sudah Saya buat dan Saya menerima konsekuensinya untuk dikeluarkan dari kelas." Kira pergi meninggalkan kelas dan meninggalkan Farid yang terdiam menatapnya.

"Kenapa dadaku sesak seperti ini?" Farid tak menjawab apapun, tapi hatinya justru mengomentari sesak yang terasa dalam hatinya.