webnovel

Perjalanan Cinta KIRA

Shakira Chairunisa yang ingin menyelamatkan ayahnya dari kesalahan masa lalu, akhirnya setuju untuk menikah dengan seorang pemuda kaya usia 30 tahun bernama Ryan Adiantara, pemilik kerajaan bisnis Rich Tech Company. Pernikahan tanpa cinta yang dilandasi oleh dendam Ryan kepada ayah istrinya membuat kehidupan wanita berusia sembilan belas tahun itu hidup bagaikan dalam neraka. Ditambah dengan penyakit mental yang di derita Ryan, membuat semua menjadi semakin berat dari hari ke hari untuk Kira. Akankah keberuntungan berpihak pada Kira? Bisakah Kira bertahan dengan semua kesulitan yang dialaminya? Akankah Kira mampu memperjuangkan masa depan dan kebebasannya dari belenggu kekejaman Ryan? Mimpi untuk menjadi seorang scientist.. Akankah itu terwujud? Ikuti kelanjutan kisahnya dalam novel bergenre romantic - Perjalanan Cinta KIRA

Ri_Chi_Rich · Urban
Not enough ratings
102 Chs

Kemarahan yanga Tertunda

Asisten Andi dengan sigap sudah membukakan mobil.

"Asisten Andi, pegang ini untukmu dan Pak Man!" Kira menyerahkan bungkusan. "Suamiku, masuklah! Aku mohon padamu.. Limpahkan saja kemarahanmu padaku nanti. Tapi sekarang masuklah.. Akan sangat memalukan bagimu jika terpancing keributan dijalan seperi ini.. " Kata-kata Kira akhirnya berhasil memasukkan Ryan ke dalam mobilnya.

"Yah, Kau boleh memukulku sepuasmu! Aku tak akan melawan. Aku akan terima!" Kira bertekad dalam hatinya.

"Aaaaargh!"

Braaaaak!

Ryan memukul pintu mobil yang ada di sampingnya.

"Aaaargh!"

Ryan yang masih kesal ingin memukul pintu mobil lagi, tapi, tangannya justru tak memukul pintu, melainkan tangan Kira.

"Aku tak ingin tanganmu terluka dengan memukuli pintu seperti itu, suamiku.. Makanya Aku menahannya." lirih hati Kira sambil menahan sakit tangannya. Tulang tangannya seakan remuk untuk melindungi tangan Ryan.

"Apa yang Kau lakukan?" Ryan melihat tangan Kira yang sudah menjadi merah setelah menahan pukulan Ryan..

"Kenapa Kau lakukan itu, hah? Apa Kau ingin Aku mematahkan tanganmu? Kau tahu seberap Kencang Aku memukul pintu ini tadi? Jawab Aku! Jangan Diam saja!" Ryan sudah kehilangan kesabaran.

"Andi, Man, sedang apa Kalian disini, Keluarr!"

Klek

Mereka berdua keluar tanpa bicara apapun.

"Man, pinjam sendok dan piring, Kita makan dulu ketopraknya!" Asisten Andi berbisik pada Pak Man setelah mereka berdua diluar

"Selesaikanlah urusan kalian di dalam sana, Aku dan Man akan menyelesaikan urusan perut Kami dulu. Terima kasih untuk ketopraknya, Kira!" Asisten Andi tersenyum simpul. Untuk kali ini, Dia ingin menikmati makan malamnya tanpa memperdulikan keributan yang dibuat Ryan di dalam sana.

"Kenapa Kalian berdua keluar? Apa yang terjadi di dalam mobil?" Farid menghampiri Asisten Andi yang duduk dan baru saja mau menyuap ketopraknya.

"Urusan suami istri.. Wikwik." Asisten Andi tersenyum pada Farid.

"Apa? Ditempat seperti ini?" Farid tak percaya, dan menatap ke arah mobil. Kebetulan, memang mobil saat itu sedang bergoyang jika terlihat dari luar.

"Kalau Tuan Muda marah, Dia bisa melakukan dimanapun dengan Nyonya Muda." Asisten Andi membuka lagi pembicaraan. "Cinta itu memang buta.. haaah!" Asisten Andi menarik napas. "Terima kasih padamu yang sudah membuat Tuan Muda berhasrat tadi!" Asisten Andi tersenyum pada Farid.

"Aku permisi!" Farid pergi meninggalkan Asisten Andi.

"Hahahah.. Aku puas! Aku ingin sekali mengganggumu dari tadi karena Kau sudah berani mempermainkan hati Tuan Muda. Sekarang, kena Kau! Pasti tak bisa tidur semalam nanti. Hahahah" Asisten Andi berdendang Ria dalam hatinya sambil menikamati suapan pertama keropraknya.

"Apa benar yang dikatakan asistennya itu? Akh.. Perasaanku jadi ga enak seperti ini, menyebalkan!" Farid mengendarai motornya dengan sangat marah pergi begitu cepat meninggalkan jalan bendungan hilir.

Tapi, apakah betul yang dikatakan Asisten Andi tadi? Mereka sedang menyatukan diri?

- Setelah Asisten Andi dan Pak Man keluar

Ryan menarik cadar Kira dengan paksa. Kini Dia dapat melihat wajah Kira yang sudah menangis.

"Apa yang Kau tangisi? Kakak alumnimu yang memboncengmu dengan motornya tadi pagi? Atau pacar doktermu yang menjemputmu dengan mobil merahnya? Jawab Aku!" Ryan sudah mencengkram dagu Kira dengan sangat kasar. Tak ada belas kasihan, tak ada rasa sayang yang dari tadi ditunjukkan olehnya. Amarah Ryan sudah sampai ke puncaknya. Amarah yang sempat reda, mencuat kembali setelah kata-kata Farid terngiang dalam pikirannya.

"Oh, Ya Rob.. Ternyata Dia tahu.. Astaghfirulloh.. " Tak ada lagi keingingan untuk membela diri dalam hati Kira. Dia memilih pasrah menerima semua kemarahan Ryan.

"Berdua.. Kalian mau berdua-duaan setiap harinya dalam laboratorium itu? Kalian mau membuat alasan ingin mewujudkan cita-citamu dan berdua-duaan di lab? Besok kalian berani berdua-duaan, lusa kembali boncengan motor berdua, lalu seminggu kemudian kalian berdua dibelakangku menyalurkan nafsu iblis kalian di ranjang kan? Jawab Akuuuuu!"

Plaaaaak!

Buuuuug!

Ryan menampar Kira dengan tamparan yang belum pernah sekencang ini sebelumnya, menjatuhkannya di lantai mobil., berkali kali memukul tubuh Kira, perut kira, hingga darah keluar dari mulutnya, Ryan masih tak sadar. Ryan membanting Kira ke badan mobil sehingga mobil terlihat berguncang dari luar. Tak ada ampun, kata-kata Farid telah melukai hati Ryan sangat dalam. Tak ada lagi belas kasihan Ryan tak berhenti, walaupun darah sudah mengalir dari bibir, hidung, dan kepala Kira. Hingga akhirnya, setalah kurang lebih lima belas menit bertahan, tubuh mungil Kira tak sanggup lagi bertahan dan Kira kehilangan kesadaran.

"Apa pembelaanmu padaku, hah? Jawab Aku! Jawaaab!!" Ryan mengangkat kedua bahu Kira. Mengguncang-guncangnya, tapi tak ada jawaban. "ShaKira Chairunisa!"

"Oh tidak, Apa yang Aku lakukan? Aku memukulinya hingga seperti ini? Apa ini perbuatanku?" Ryan hampir tak percaya dengan apa yang dilihatnya.

"ShaKira .. Sha..Kira!" air mata Ryan bahkan mulai jatuh karena ketakutannya, Kira tak bangun.. Tak lagi membuka matanya..

Ryan meraih handphone di kursinya.

"Andi, dimana Kau! Cepat naik! Kita ke rumah sakit sekarang!"

Ryan memangku Kira, memakaikan kembali cadarnya,

Klek

Andi menutup pintu tak ada kata-kata dari bibir Asisten Andi setelah melihat jas Ryan banyak terdapat noda darah dan Ryan sudah duduk dilantai mobil, memeluk dan menangisi Kira.

"Tunggulah di IGD. Keponakanmu baru saja membuat masalah."

Send

Asisten Andi baru saja mengirim pesan kepada Dokter Lusi. Memastikan tak ada dokter lain yang bertanya macam-macam di IGD.

Sepanjang perjalanan, hanya ada satu kata yang terus di ulang-ulang oleh Ryan.

"ShaKira Chairunisa.. ShaKira Chairunisa.. ShaKira Chairunisa.."

Tapi Kira tak bangun. Tak ada tanda-tanda Kira akan bangun. Membuat Ryan semakin panik.

Mobil melaju cukup kencang, Pak Man tahu kondisi didalam mobil. Dia juga tak ingin terjadi sesuatu dengan Kira. Apalagi melihat Tuannya sampai menangis seperti sekarang, hal yang tak pernah dilakukan Ryan sejak meninggalnya kedua orangtuanya.

"Tuan Muda, Kita sudah sampai." Andi segera turun dan membuka pintu mobil untuk Ryan.

Ryan turun menggendong Kira.

"Aaah.. Tu... Tuan Muda.." Wajah Asisten Andi sangat panik

"Ada apa?"

Asisten Andi tak menjawab, hanya menunjuk pada darah yang menetes dari kaki Kira, rok Kira sudah berlumuran darah, bahkan celana Ryan yang tadi memangku Kira juga sudah berlumuran darah.

"Tu.. Tuuan Muda.." Asisten Andi membantu menyangga tangan Ryan supaya tubuh Kira tak terjatuh. Karena seakan-akan tenaga Ryan sudah hilang saat melihat tetesan darah itu..

"Ryan, apalagi yang Kau buat?" Lusi setengah berlari menghampiri dua orang lelaki yang saling menyangga tubuh seorang wanita.

"Da..rah.." Ryan melihat ke arah darah, Dia ingin memberitahu Lusi, tapi bibirnya tak bisa berkata-kata lagi.

"Oh, dear.. Ryan, ayo bawa ke dalam!"

Ryan mengikuti Dokter Lusi membawa Kira ke dalam

"Panggil dokter obsgyn!" Minta Dokter Lusi pada perawat di IGD.

Ryan meletakkan Kira di dipan.

"Kau mau apa?" Ryan mencegah dokter Lusi yang ingin membuka cadar Kira.

"Kau ingin Aku menbantumu kan?"

"Baiklah, sebentar saja!" Ryan melepaskan tangan dokter Lusi.

Dibukanya wajah Kira, lalu Dokter Lusi menutupnya lagi. Sesuai dengan izin dari ponakannya, yang hanya sebentar.

"Kau membahayakan nyawanya, Ryan!"

Ryan tak menjawab apapun hanya menggigit bibir bawahnya, hingga Dokter Lusi dapat melihat warna darah dibibir Ryan dan kemudian Ryan memalingkan wajah, mendongak menatap langit-langit atas.

"Aku akan bunuh diriku sendiri apabila terjadi hal buruk padanya!" Ryan berikrar dalam hatinya.

Kreek

Gorden di buka.

"Kau? Apalagi sekarang yang Kau lakukan pada Sha Sha?"

"Apa Kau Dokter Obsgyn?" Dokter Lusi yang sangat profesional menengahi antara ponakannya dan Dokter Willy. Tak penting baginya perasaan dua lelaki didepannya, yang penting adalah keselamatan pasiennya, Kira.

Willy mengangguk..

"Periksalah! Dia sepertinya keguguran!"

"Apaaaaa?" Ryan dan Willy berteriak berbarengan.