webnovel

Mengobati luka

"Kamu?!"beo Zyan mengucek matanya berulang kali. saat melihat gadis yang ia tabrak kemarin malam berdiri di hadapannya.

Gadis kemarin yang kabur! seru Zyan dalam hati.

"Zico dia gadis nya!"seru Zyan menatap Zico. Zico yang di tatap menaikan kedua alisnya seraya mengangguk.

"Oh jadi ini yang menabrak ku tadi malam, dasar laki-laki tidak punya mata!"

"Hus!"dokter Zico menarik tangan Alena agar mendekat."Jaga bicara mu Ale, dia itu teman ku. Namanya dokter Zyan,"bisik dokter Zico di telinga kiri Alena.

Seketika Alena terdiam. Manik matanya menatap wajah tampan dokter di depan itu dengan lekat. Ia menegakkan tubuhnya kembali sambil melototi Zyan.

"Eh.. eh.."kaget Alena saat Zyan menarik tangannya keluar restoran.

Dokter Zico yang melihat hal itu mau beranjak dari duduknya. Namun malah di hentikan pelayan restoran yang membawa pesanannya tadi, terpaksa dokter Zico mengurungkan niatnya menyusul Zyan.

.

.

"Lepaskan tangan ku!"Alena menghempaskan tangan Zyan kasar.

Saat ini mereka berada di depan rumah sakit.

Zyan menatap wajah cantik Alena. ia kembali menarik tangan Alena menuju kedalam rumah sakit.

"Dasar dokter tuli!"umpat Alena.

Brak!

"Aduh,"

Alena menabrak punggung kokoh Zyan karena lelaki itu menghentikan langkahnya mendadak.

"Apa kamu bilang tadi? Aku tuli?"tanpa dosa Alena mengangguk cepat.

"Dasar bocil kere!"

"Apa kamu bilang?!"Alena mengendus kesal karena Zyan mengatainya bocil kere.

"BOCIL KERE!"jelas Zyan kembali menarik tangan mungil itu.

Alena terpaksa mengikuti langkah Zyan dari belakang. Sambil mengumpati laki-laki bertubuh tinggi itu.

Dasar dokter gila! Batinnya Alena melayangkan tangannya yang terkepal.

"Siap tuh,"lirih dokter Friska. saat melihat Zyan menarik gadis muda nan cantik jelita.

"Tidak bisa di biarkan!"

"Masuk!"Suruh Zyan saat sudah berasa di depan ruangannya. Karena Alena mengakukan tubuhnya membuat Zyan kesusahan untuk langsung memasuki ruangan nya.

"Mau apa?"

"Dokter mau macem-macem ya?!"

"Dokter mesum! Pasti dokter mau apa-apain Ale kan? Ngaku aja deh, dasar dokter gadungan!"ocehan Alena membuat dokter muda itu mengendus kesal.

Bagaimana bisa Zyan di katakan seperti itu, dasar gadis bau kencur!

"Diam cerewet!"bentak Zyan. Sembari menarik tangan Alena masuk ke dalam ruangannya.

Brak!

Suara pintu tertutup dengan keras membuat Alena tak berkutik lagi. ia menutup mulutnya dengan tangannya agar suara nya tidak keluar untuk memaki-maki dokter Zyan.

Karena saat ini dirinya bisa melihat raut wajah dokter tampan itu berubah menyeramkan seperti monster.

"Duduk!"suruh Zyan dingin, sembari menepuk sebelahnya agar Alena duduk. Alena yang melihat itu langsung mendudukkan dirinya.

"Kenapa diam?"tanya Zyan meraih kotak P3K di atas naka, Sebelahnya.

Bukannya menjawab, Alena hanya diam melihat sekeliling ruangan serbaguna putih itu.

"Kamu tuli?"

"Aww!"

"Dokter Zyan!"Alena menjauhkan tubuhnya dari Zyan. Karena dokter muda itu menekan luka yang belum kering itu di lengannya dengan Alkohol.

Zyan hanya terkekeh pelan lalu menarik tangan Alena agar mendekatinya kembali.

"Dokter mau apa?"

"Mengobati luka mu,"jawabnya. Menuangkan alkohol ke kapas lalu menutulkan kapan itu ke luka secara perlahan.

"Tidak perlu dokter, aku baik-baik saja."Alena merasa tidak enak karena Zyan mengobati lukanya.

"Ini semua salah ku, karena diriku kamu jadi luka seperti ini."ujar Zyan merasa bersalah dengan gadis yatim pintu itu.

"Maaf.."

"Tidak perlu minta maaf dokter. Ini salahku juga, karena tidak melihat kanan kiri saat menyebrang."ucap Alena sedikit meringis karena rasa perih di lengannya.

Zyan yang melihat hal itu segera meniup-niup luka Alena agar gadis itu tidak merasa ke perihan.

Alena yang melihat tingkah Zyan Seketika terpaku melihat dokter muda nan tampan itu meniup lukanya.

"Apa masih perih?"tanya Zyan terus meniup-niup luka itu.

Zyan mengerutkan keningnya kerena tidak mendengar jawaban dari gadis di depannya itu. Kepala Zyan mendongak menatap wajah cantik Alena tanpa polesan apapun terlihat mulus, putih, dan bersih sedang menatapnya.

"Apa aku tampan?"kaget Zyan menggoyang bahu Alena.

"Hah!"Alena yang tersadar mengalihkan pandangannya gugup.

"Kamu terpesona dengan ketampanan yang ku miliki hem?"tanya Zyan pede, sembari merapikan kerah bajunya.

"Tidak!"Elak Alena.

"Jujur saja aku tidak akan marah, tidak baik jika memuji seseorang dalam hati."goda Zyan membuat Alena menatapnya tajam.

"Selesai mengobati luka ku atau aku akan pergi dari sini!"kata Alena mengalihkan pembicaraan.

"Ya,"jawab Zyan kembali mengobati luka Alena sambil menahan tawanya.

"Nama mu Alena?"

"Iya,"

"Nama yang cantik, sama seperti orangnya."puji Zyan membuat pipi Alena langsung merah merona.

"Tapi bohong,"lanjut Zyan terkekeh pelan.

"Tidak lucu!"Alena memanyunkan bibirnya kesal.

.

.

"Ale! dari mana aja kamu? Ninggalin pekerjaan yang belum selesai, niat kerja atau niat jadi pelakor?"

"Apa sih mbak! Orang Ale dari rumah sakit, tuh dokter Zyan tadi ajak Ale.."

Mbak Caca mengerutkan keningnya."Dokter Zyan?"Alena mengangguk.

"Bohong kamu! Mana mungkin dokter Zyan yang tampan itu mau mengajak gadis gembel kaya kamu."kata mbak Caca membuat hati Alena sedikit tercubit.

Alena menghembuskan nafas panjang. mengelus dadanya sabar, menghadapi titisan pencabutan nyawa ini.

"Ini buktinya,"Alena menunjuk perban serta plester yang di tempelkan oleh Zyan tadi.

"Dokter Zyan yang menempelkan ini."lanjutnya.

Mbak Caca memutar bola matanya malas. Tidak tau kenapa dirinya sangat tidak menyukai Alena dari pertanyaan gadis itu masuk kerja, ada perasaan iri terhadap pelayan restoran itu. padahal jabatannya lebih tinggi di banding Alena. Mungkin karena setiap bos datang Alena selalu di kasih pesangon dan dirinya tidak.

"Sudah-sudah kembali bekerja sana!"usir mbak Caca.

Alena pergi dari hadapan mbak Caca menahan amarahnya, menuju belakang.

"Dasar titisan pencabutan nyawa!"

"Sok cantik lagi! Masih cantikan aku lah, dari pada dia. Dasar titisan pencabutan nyawa!"umpat Alena mengelap meja kasar.

"Siapa titisan pencabutan nyawa?"

Deg!

Alena menggenggam lap erat-erat ia memejamkan matanya kemudian membalikkan badan.

"Alena?"orang itu mengguncang tubuh Alena yang diam sedang memejamkan mata itu.

Alena membuka matanya perlahan. Samar-samar gadis itu melihat siapa yang berada di depannya itu, Alena membuka matanya setelah kedua bola matanya menangkup orang itu.

"Eh mbak Sari hehe.."Alena menggaruk kepalanya tidak gatal.

"Kamu tbr?"

Alena mengangkat satu Alisnya."Tbr apa mbak?"tanya Alena tidak maksud yang dikatakan mbak Sari itu.

"Tidur berdiri!"saru mbak Sari tertawa.

Alena yang melihat itu menggaruk tengkuknya melihat tingkah mbak Sari yang menurutnya aneh.

Gila! Batin Alena.

"Siapa titisan pencabutan nyawa Ale?"tanya mbak Sari setelah menghentikan tawanya.

"Ada deh mbak, tidak usah kepo!"

"isshhtt,"mbak Sari berdecak sebel.