"Sepertinya tidak banyak anak yang datang ke sini?" tanya Elya saat ia dan Atria sudah berada di taman yang terletak di samping sekolah.
Sebenarnya taman ini masih satu lingkup dengan sekolah, dan berada dalam kawasan sekolah. Tapi tidak banyak anak yang datang berkunjung ke sini, alasannya apalagi kalau bukan karena jauh, apalagi mereka menghabiskan istirahat di kantin. Setelah itu mereka lebih memilih langsung menuju ke kelas masing-masing daripada harus berjalan lagi menuju taman.
Atria dan Arda adalah orang yang sering datang ke taman ini, meskipun begitu bukan berarti tidak ada siswa dan siswi lainnya yang datang ke sini. Terkadang ada beberapa anak yang ke sini, itu pun jika mereka akan membicarakan masalah yang serius atau bersifat rahasia, sehingga mereka membutuhkan waktu dan tempat yang lebih privasi. Taman ini juga selalu dibersihkan oleh bapak penjaga sekolah, jadi taman ini bukan taman yang diabaikan begitu saja.
Atria sendiri menyukai taman ini karena tempatnya yang rindang sehingga cocok untuk membaca buku, daripada ia berada di kelas. Biasanya di kelas akan lebih berisik sehingga membuatnya tidak bisa berkonsentrasi, atau ia berujunga mengobrol dengan yang lainnya.
Selain karena tempat yang rindang, alasan lainnya karena tempat ini begitu damai dan juga tenang. Bagi Atria ini sangat penting, karena setiap hari ia harus berinteraksi dengan banyak orang, mulai dari sekolah hingga tempat ia bekerja, itu membuatnya lelah.
"Mungkin karena mereka masih pada makan siang, atau memilih untuk langsung ke kelas."jawab Atria kemudian.
"Iya juga sih, kalau dilihat letaknya, aku mending langsung ke kelas aja. Coba aja kalau letaknya enggak jauh dari kelas, mungkin tempat ini sudah ramai saat jam istirahat."ucap Elya yang juga menyukai tempat ini. Atria setuju dengan apa yang dikatakan Elya, faktor letak taman ini yang menjadi pengaruh kenapa anak-anak jarang datang ke sini.
"Ah tadi kamu mau baca ya, aku malah ngajakin kamu ngobrol. Maaf."Elya merasa tidak enak. Elya yang tadinya duduk di sebelah Atria kini pun beranjak dari tempat ia duduk.
"Kamu mau ke mana?" tanya Atria melihat Elya yang berdiri dari duduknya.
"Ah ... aku hanya mau melihat-lihat bunga di sini. Aku enggak tau kalau taman di sini punya beberapa bunga yang menyegarkan mata."ucap Elya sembari menunjuk ke salah satu bunga yang tak jauh darinya.
"Itu karena Bapak dan Ibu yang menjaga tanaman ini menyukai bunga, jadi mereka menambahkan bunga, sebelumnya juga tidak seperti ini."Atria menjelaskan.
"Berarti mereka, baru bekerja di sini?" tanya Elya lagi, bunga-bunga ini masih sangat kecil.
"Mungkin baru tujuh bulanan, yang lama soalnya kembali ke kampung halaman mereka."jawabAtria sembari mengangguk.
Elya kemudian berbalik mendekati bunga yang tidak berada jauh dari mereka itu. Melihat Elya yang mulai tertarik dengan bunga, Atria pun membuka novel yang sedari tadi berada di tangannya. Atria juga membawa stabilo bersamanya, karena jika ia menemukan kata-kata atau kalimat dalam buku yang ia sukai, maka ia akan menandainya dengan Highliter atau stabilo ini.
"Nih." Atria yang baru saja membaca satu halaman kemudian mendongak ketika Arda tiba-tiba datang dan menyodorkan sebuah novel kepadanya.
"Apa ini?" tanya Atria bingung, ia belum menerima novel yang disodorkan Arda itu.
"Novel." jawab Arda singkat, Arda pun duduk di sebelah Atria.
"Maksud aku kenapa tiba-tiba kamu ngasih aku ini?"tanya Atria lagi, tentu saja ia mengetahui bahwa yang diberikan Arda itu sebuah novel. Apalagi Atria kenal betul dengan cover novel tersebut, itu adalah novel yang selalu ia inginkan, Atria memang sering membicarakan tentang novel itu kepada Arda.
"Ya udah diambil dulu sih!"Arda sedikit memaksa karena Atria masih belum menerima buku yang saat ini masih berada di tangannya itu.
Atria melihat buku itu, ia tampak ragu untuk beberapa saat. Atria kembali beralih menatap Arda, Arda meyakinkan Atria melalui matanya, dan kemudian barulah Atria mengambil buku tersebut. Atria menatap buku itu, tentu saja Atria sedikit ragu, Atria sempat berpikir bahwa Arda sedang menginginkan sesuatu, karena Atria tidak pernah menerima sesuatu secara gratis.
"Apa yang kamu mau?" tanya Atria kemudian, Arda menoleh ke arah Atria.
"Bukankah seharusnya kamu bilang makasih."ucap Arda yang tidak terima dengan sikap Atria yang mencurigainya seperti itu.
"Makasih buat bukunya."ralat Atria kemudian menyadari sikapnya itu. Namun bagi Atria wajar saja jika ia bersikap curiga terhadap Arda saat ini, anggap saja sebagai bentuk perlindungan diri, karena tidak biasanya Arda seperti ini.
"Komik yang kamu cari udah ketemu?" tanya Atria setelah tak ada jawaban dari Arda.
"Udah habis."jawab Arda sembari menggeleng.
"Katanya baru rilis?" tanya Atria lagi.
"Kan udah aku bilang, itu komik banyak yang mau, banyak peminatnya jadi udah diburu yang lain."ucap Arda sedikit kesal karena ia tidak mendapatkan komik yang ia mau itu. Atria sendiri tidak begitu mengetahui komik apa yang di maksud Arda, karena Atria tidak begitu tertarik untuk membaca komik.
Sepertinya Atria melupakan bahwa saat ini ia tengah bersama Elya, meskipun saat ini Elya tidak berada di dekatnya, namun jarak Elya dari mereka tidak begitu jauh. Tanpa Atria dan Arda sadari, sedari tadi Elya sedang memperhatikan mereka berdua, mereka terlihat sangat akrab. Jadi Elya bertanya-tanya apakah Atria dan Arda berpacaran, namun setelah mengamati mereka berdua sepertinya itu tidak seperti apa yang saat ini ada dipikiran Elya.
Setelah meyakinkan apa yang dilihatnya saat ini, Elya berjalan mendekati Arda dan Atria. Arda dan Atria masih terlihat mengobrol, langkah kaki Elya berjalan pelan untuk menghampiri Atria dan Arda.
"Ehem." Elya berdehem saat ia sudah dekat dengan Atria dan Arda, Atria dan Arda yang sedang mengobrol pun mendongak menatap Elya.
"Lo kamu di sini juga."ucap Elya berpura-pura terkejut, Elya bersikap seolah-olah ia dan Arda sudah saling mengenal.
"Kamu kenal Arda?" tanya Atria ketika melihat ekpresi Elya, Atria melirik Elya dan Arda secara bergantian untuk menemukan jawabannya.
"Iya."jawab Elya terlihat senang, Arda kembali dalam model dinginnya.
"Jadi orang yang kamu kenal di sekolah ini maksud kamu Arda?" tanya Atria memastikan, Elya mengangguk sekali lagi,
"Meskipun sebenarnya kita baru kenal beberapa hari sih."ucap Elya, bagi Elya dua hari itu sudah masuk dalam waktu yang lama. Arda juga tidak membantah apa yang Elya katakan, jadi Elya pikir itu bukan masalah besar dan Arda menyetujuinya.
"Ah, aku udah selesai membaca komiknya, kalau kamu mau aku bisa bawain besok."Elya yang masih bersikap seolah-olah ia mengenal Arda.
"Kalian ke toko buku bareng?" tanya Atria kemudian.
"Ketemu di sana." Jawab Arda singkat, tentu saja Atria penasaran, ketemu di sana atau memang sudah janjian buat bertemu di sana. Meskipun tengah penasaran tapi Atria tidak mungkin menanyakan lebih jauh lagi.
"Jadi kamu berada di kelas berapa?" tanya Elya kepada Arda.
"XI. 4" jawab Arda datar.
"Berarti dekat dari kelas kita ya,."ucap Elya kepada Atria, Atria hanya tersenyum menanggapi Elya.
Elya kemudian melihat sebuah buku yang saat ini berada di pangkuan Atria, ia melihat bahwa buku itu buku yang diberikan Arda kepada Atria. Elya tentu saja yakin kalau mereka tidak pacaran, karena Elya lebih mudah menebak hal-hal yang seperti ini, anggap saja ia ahli dalam mengamati hal yang berbau asmara.
"Terus buku itu, kamu beliin Atria dalam rangka apa, Atria ulang tahun?" tanya Elya dengan maksud tertentu.
Atria menggeleng, ia juga tidak tahu kenapa Arda membelikannya novel ini. Elya ingin memastikan apa yang ia yakini, agar ia bisa menentukan apa yang harus ia lakukan kedepannya.
"Kalian pacaran?" tanya Elya tiba-tiba.
"Enggak." Arda yang menjawab pertanyaan Elya itu.
Atria terkejut dengan apa yang dikatakan Arda, meskipun ia tahu Arda mengatakan kebenarannya, tapi ntah kenapa dadanya saat ini terasa sakit. Atria yakin bahwa ia tidak menyukai Arda sama sekali, tapi ucapan Arda justru membuatnya merasakan sesuatu yang aneh dari dirinya, Atria tidak menyukai perasaan ini.
Meskipun ia tahu Arda mengatakan kebenarannya, tapi ntah kenapa dadanya saat ini terasa sakit. Atria yakin bahwa ia tidak menyukai Arda sama sekali, tapi ucapan Arda justru membuatnya merasa aneh.
_Perfect In Your Dream_