webnovel

Siapa Kamu

Pagi hari yang sangat cerah, sinar mentari juga mulai masuk kedalam kamar melalui sela-sela jendela. Namun, semua itu tak mengganggu tidur nyenyak dua manusia yang tengah berpelukan sangat erat.

Siapa lagi jika bukan Mei Chin dan Morgan. Mereka seakan-akan tak peduli ini pukul berapa, yang mereka tahu hanya kenyamanan, kehangatan, juga rasa tenang dalam hatinya.

"Hmmm ...." Erang Mie Chin terus menggeliat. Badannya terasa sakit semua, ditambah rasa sakit yang terus melanda kepalanya.

Morgan yang merasakan pergerakan Mei Chin, tersenyum simpul. Dengan mata yang masih terpejam, Morgan langsung memeluk erat Mei Chin.

Bukan hanya memeluk. Tetapi, Morgan juga mencium pipi Mie Chin hingga beberapa detik ciuman itu beralih ke bibir tipis, berwarna merah delima itu.

"Egghh!" Erang Mei Chin saat Morgan melumat bibirnya sangat menuntut.

Mei Chin tentunya membalas apa yang dilakukan Morgan, hingga mereka tersulut gairah yang menggoda. Dia sendiri merasa sangat bergelora karena permainan mereka dan saat rasa itu ada di puncak ubun-ubun, tiba-tiba kesadaran mereka full saat mereka saling menyebutkan nama pasangan mereka masing-masing.

"Laura?"

"Shen?"

Mereka pun saling membuka mata saat merasa ada yang tak beres. Mereka saling tatap, dan dalam hitungan detik mereka berteriak sangat kencang.

"Ahhhh ...."

Buuggg ....

Mei Chin menendang Morgan sangat kencang, hingga lelaki itu terjatuh dari atas ranjang. Sungguh Mei Chin merasa dunia ini kiamat langsung, saat dia sadar yang mencumbu dirinya bukanlah Shen, melainkan lelaki asing bertubuh atletis itu.

"Astaga, apa yang kau lakukan. Sakit bodoh," umpat Morgan berusaha berdiri dari posisinya.

"Si-siapa, kamu!" seru Mei Chin penuh kegugupan. Bahkan, Mei Chin langsung mengambil selimut untuk menutupi seluruh tubuhnya.

"Seharusnya aku yang tanya, siapa kau sebenarnya? Oh ya, aku baru ingat. Semalam kau ada di klub, terus mengajakku mabuk," balas Morgan yang langsung mendapatkan gelengan.

"Kapan! Jangan mengada-ngada ya, aku tidak pernah mengatakan hal itu. Jangan-jangan kau penculik, dan kau ingin mengambil kepe--"

Spontan Mei Chin melihat tubuhnya sendiri, dan betapa terkejutnya dia melihat tubuhnya tak memakai baju. Tubuhnya semakin menegang, saat dia baru sadar, jika lelaki di hadapannya ini juga tak memakai apapun.

"Aaakkkhhh! Dasar cabul, tolong ada penculik, tolong aku di perkosa lelaki gila tolong—"

"Uumpptt!" Morgan langsung membungkam mulut Mei Chin dengan tangannya. Morgan sangat terkejut mendengar teriakan Mei Chin, yang paling kesal Mei Chin menuduh dirinya cabul.

"Diam!" bentak Morgan penuh kepanikan.

Morgan tak ingin semua orang mendengar ucapan Mei Chin, bisa-bisa harga diri yang dia jaga selama ini hancur karena tuduhan palsu Mei Chin.

Mei Chin terus meronta-ronta. Mei Chin kesulitan bernafas, sehingga dia memutuskan untuk menarik barang berharga Morgan. Ya, Mei Chin menarik adik kecil Morgan yang mulai bangun karena ciuman bergairah tadi.

Kraukk!

Morgan terdiam, dia merasa ada yang pecah tapi bukan bukan telur ayam. Rasanya sangat sakit, tapi tidak berdarah. Morgan menatap kebawa dengan penuh keringat dingin dan betapa stresnya Morgan saat merasakan sakit luar biasa.

"Akkkhh, sialan, shit, Fuck!" umpat Morgan terus memegang adiknya. Sungguh dia merasa sangat sakit, bahkan adiknya yang tadi bangun tiba-tiba pingsan langsung.

Sedangkan Mei Chin merasa sangat bersalah, dia menutup mulutnya takut. Astaga, aku telah menyakitinya. Ap-apakah dia akan mati, oh sungguh aku tak sengaja. Bagaimana ini.

"M-maafkan aku, sungguh aku tak sengaja," ucap Mei Chin penuh ketakutan.

Morgan tak menjawab, dia masih memukul-mukul kasur. Kepalanya sangat pening, dan dia merasakan sakit luar biasa di area intimnya.

Mei Chin menangis, sungguh dia tak bermaksud seperti itu. Mei Chin memutuskan untuk keluar kamar, tetapi sebelum keluar dia melilitkan selimut ke tubuhnya.

Mei Chin keluar dari kamar dengan linangan air mata, dia sangat takut lelaki itu mati. Jika sampai mati, kemungkinan besar dia akan dipenjara seumur hidup.

"Tolong ... tolong ...."

Mei Chin terus berteriak, hingga sang pemilik rumah menghampirinya dengan tatapan bingung.

"Ada apa, Nona?" tanya Mety penuh tanda tanya.

"To-tolong lelaki itu, aku ... aku tak sengaja menarik pusakanya, tolong dia kesakitan!" seru Mei Chin terbata-bata. Dia masih sesegukan, dia sangat ketakutan hingga sampai seperti ini.

"Maksudnya bagaimana, Nona?" Kini Suami Mety yang bertanya.

Mei Chin semakin histeris, dia tak tau harus bicara seperti apa. Bagaimana cara untuk menjelaskan, jika dia tak sengaja menarik adik kecil lelaki asing itu.

"Ikutlah denganku, dia kesakitan. Aku tak sengaja menarik kencang adik kecilnya, dan sekarang dia ... dia akan mati, jika tidak segera ditolong."

"Apa!"

***

Mei Chin memandang Rold membantu Morgan mengompres adik kecil Morgan, sedangkan Mety dia menyiapkan makanan untuk mereka.

Setelah mengetahui apa yang sedang terjadi, pasang suami-istri itu langsung memanggil dokter. Dokter mengatakan ini hanya perlu di kompres sampai rasa sakitnya hilang, dan dokter meresepkan obat pereda nyeri agar Morgan tak terlalu tersiksa.

Sedangkan Rold semakin bingung dengan kedua pasangan ini, padahal jelas-jelas mereka yang mengatakan pasangan kekasih. Tapi, setelah melihat tindakan mereka Rold jadi ragu.

'Apa mereka ini sedang ada masalah ya? Kalau iya, aku harus berbuat sesuatu agar mereka bisa baikan lagi. Tidak bagus juga kalau pasangan suami-istri sedingin ini,' gumam Rold.

Karena ingin membantu mereka cepat baik kan, Rold memutuskan untuk pergi dari hadapan mereka dan membiarkan mereka saling bicara.

"Nona, tolong pegang ini sebentar. Aku mau ke toilet sebentar, setidaknya ada yang memegangi ini," kata Rold.

"Ha!" Mei Chin sungguh terkejut mendengar ucapan Rold. Bagaimana dia bisa melakukan itu, dia tak ingin berkontak fisik lagi dengan lelaki gila itu.

"Iya, tolong sebentar saja," pinta Rold.

"Aku tidak bisa," balas Mei Chin menundukkan kepalanya.

Seketika Morgan memutar kedua bola matanya, dia sangat kesal pada Mei Chin. Padahal semua ini karena dia, dan bisa-bisanya dia tak ingin bertanggung jawab.

"Kau yang telah membuatku seperti ini, setidaknya tanggung jawab. Apa salahnya memegang sebentar, ini sangat sakit bodoh!" Morgan marah besar.

Dia merasa kesakitan tetapi Mei Chin masih tak mau bertanggung jawab, jangankan memegang, dari tadi dia terus menjauhinya dengan keadaan masih mengenakan sprei untuk menutup tubuhnya.

"Ayolah, Nona. Aku sudah tidak tahan, lagian istriku juga masih sibuk di dapur. Harapanku hanya Nona saja," bujuk Rold.

Mei Chin terdiam, dia berpikir sejenak. Haruskah dia mendekati Morgan, dan memegang adik kecilnya. Walaupun memakai handuk, tetapi dia tak mau.

Apalagi Mei Chin masih ingat betul bagaimana kerasnya benda yang dia tarik tadi, tetapi sekarang Mei Chin melihat adik kecil Morgan terlihat lembek.

Apakah aku membuatnya impoten? Astaga, aku jahat sekali. Sungguh tadi aku melihat benda itu sangat panjang juga besar, tetapi kenapa sekarang jadi segitu. Apakah aku melukainya, ya Tuhan apa yang harus aku lakukan! serunya dalam hati.

Perlahan-lahan Mei Chin mendekati Morgan, dan menggantikan Rold. Dengan perasaan berdebar-debar, Mei Chin mengangkat tangannya untuk bersiap memegang adik kecil Morgan.

"Ma-maaf ...."