Siang begitu terik dengan udara panas yang begitu menyengat, asap dari kendaraan mengepul terus naik melewati gedung- gedung pencakar langit disertai bunyi klakson yang tak henti-hentinya berbunyi saat kemacetan panjang terjadi, sebuah ciri khas kota besar.
Sarah Frederica berdiri termenung di pinggir jalan, ia menatap sendu bangunan-bangunan megah di sekitar nya. hari ini seharusnya dia pergi mencari kerja . Tapi ia malah harus mengemas barang-barangnya dan neneknya untuk pindah dari rumah. Rumah yang memiliki sejuta kenangan di dalamnya, sejujurnya Sarah tidak rela melepaskan rumah itu namun ini hanya satu-satunya cara agar bisa terbebas dari ibunya.
Sarah seorang yang tegar dan kuat, banyak cobaan dan ujian kehidupan yang telah ia lewati tapi hanya ada satu hal yang akan membuatnya rapuh yaitu segala hal tentang neneknya adalah kelemahan Sarah.
Pikiran Sarah berkecamuk walaupun Bi Ina mau menerima mereka namun di hati kecilnya ia tidak ingin menjadi beban untuk orang lain.
Ia ingin membawa neneknya pergi dari rumah Bi Ina namun ia tidak yakin apakah ia bisa memberikan tempat tinggal yang nyaman untuk neneknya.
Sementara Sarah termenung hingga tidak menyadari sebuah mobil mewah melintas didepannya, sepasang mata nyaris tak berkedip menatapnya yang berdiri diam tak acuh dengan keadaan di sekitarnya.
Sean terkesiap menatap sosok yang selama ini ia cari, jantungnya berdegup kencang, matanya tidak berkedip menatap sosok wanita muda dengan pakaian lusuh yang berdiri diam di pinggir jalan dengan pikiran kosong. Tanpa Sean sadari mobil yang ia kendarai terus melaju perlahan bagai adegan slow motion. Mata Sean tak mau lepas menatap Sarah hingga sosok wanita itu menjauh dari jarak pandangnya. Membuat seketika tersentak.
Ketika Sean sadar apa yang harus ia lakukan namun sudah terlambat untuk mengejar wanita itu, ia sudah menghilang.
Di sisi lain Sarah Frederica menatap sendu jalanan yang ramai, hingga tak terasa taksi yang ia tumpangi memasuki sebuah kompleks perumahan kumuh.
"Mbak, kita sudah sampai," ucap sopir taksi menyadarkan Sarah dari lamunannya.
"Ah.. iya. Makasih pak" jawab Sarah.
"Iya mbak, nggak lama kan ambil barang-barangnya ?" Tanya pak sopir lagi.
"Nggak pak, cuma sebentar" jawab Sarah segera bergegas memasuki rumah mengemas barang-barangnya dan neneknya.
Sarah menghela napas berat saat menatap keadaan rumah yang baru semalam di tinggal langsung berubah menjadi kapal pecah, botol minuman, rokok dan kondom berserakan di mana-mana, sepertinya ibunya kemarin mengadakan pesta sex disini.
Sarah masuk dengan mengendap-endap ia khawatir ketahuan ibunya dan betapa leganya Sarah saat memasuki rumah sang ibu dan kekasihnya sedang tidak ada di tempat.
Sarah pun langsung mengerahkan seluruh tenaganya untuk bergerak secepat kilat mengambil barang-barang pribadinya dan neneknya, mengemasnya ala kadarnya lalu meninggalkan sertifikat rumah dan surat dari neneknya di meja makan.
Setelah itu ia bergegas pergi dari rumah jangan sampai ia bertemu dengan ibu nya apalagi dengan pria itu. "Ayo pak, jalan" ucap Sarah terburu-buru masuk ke mobil. Ia tidak membawa banyak barang hanya 2 tas dan 2 kardus
***
Pagi ini Sarah bertekad untuk mencari pekerjaan lagi, apapun pekerjaannya ia akan kerjakan selagi itu halal.
"Nek, Bibi, Sarah pamit cari kerja dulu ya." Ucap Sarah berpamitan pada Nenek Amira dan Bi Ina.
"Sarah, ini bekal mu di bawa" ucap Bi Ina.
"Jangan lupa di makan." Pesan Bi Ina lagi. "Iya Bi" jawab Sarah.
Sarah berjalan kaki tak tentu arah untuk mencari kerja, setiap ada lowongan pekerjaan baik itu part time ataupun full time ia akan datang kesana menawarkan diri untuk bekerja namun ia selalu di tolak.
Dia juga mencoba melamar ke beberapa perusahaan kecil, tapi mereka juga menolaknya. Entah itu tidak ada lowongan, lowongan sudah penuh berbagai macam alasan yang mereka berikan untuk menolak Sarah.
Bahkan beberapa dari mereka meminta uang muka padanya. "Dasar calo-calo sialan, orang cari pekerjaan ya karena ingin dapat uang bukan malah memberikan uang." Gerutu Sarah.
Hari sudah semakin siang dan Sarah belum mendapat pekerjaan satu pun.
Sarah menghela napas berat," Ya Tuhan. Kemana lagi aku harus mencari pekerjaan ?"
"Tuhan, aku harus bagaimana ? Uang yang aku dapatkan dari hasil menjual desain ku beberapa hari lalu sudah mulai menipis "
Sarah berjalan gontai menuju sebuah toko yang sedang tutup, ia duduk di sana untuk melepas lelahnya sejenak sebelum berkeliling lagi mencari pekerjaan, ia membuka bekalnya "Syukur, Bi Ina menyiapkan bekal untuk, jika tidak aku bisa kelaparan," ucap Sarah, ia tetap bersyukur walaupun bekalnya hanya sederhana nasi putih dengan tempe orek dan sambal ikan asin.
Mata Sarah berkaca-kaca memikirkan semua masalah yang tak henti-hentinya menimpanya, terkadang ia ingin menyerah untuk hidup namun memikirkan sang nenek terpaksa ia harus bangkit dan kembali berjuang
Saat tengah merenungkan nasibnya sembari menyantap bekalnya selembar brosur terbang ke kaki Sarah.
"Perusahaan Star Aurora membuka lowongan pekerjaan untuk desainer" gumam Sarah tersenyum cerah namun saat menatap keindahan perusahaan yang berdiri kokoh di sebrangnya.
Sarah menjadi ragu, perusahaan kecil saja menolaknya karena ia hanya lulusan SMA apalagi perusahaan sebesar ini.
"Ayo Sarah, di coba aja dulu." Ucapnya memandang keindahan bangunan perusahaan Star Aurora sembari memilah dan menyusun kumpulan berkas yang ia bawa agar sesuai dengan persyaratan yang ada di brosur.
Sarah merapikan sedikit penampilannya sebelum menghampiri gedung perusahaan Star Aurora, sesampainya di depan gedung perusahaan, dia langsung masuk ke dalam dan menghampiri meja resepsionis.
"Permisi Bu. Apakah disini masih di buka lowongan pekerjaannya ?" Tanya Sarah sembari memperlihatkan brosur yang ia bawa.
"Iya mbak, masih buka. Berkas-berkasnya sudah lengkap ?" Tanya wanita yang menjaga meja resepsionis dengan ramah.
"Sudah mbak." Jawab Sarah.
"Kalau begitu, silahkan tunggu di sana. Jam 2 siang nanti akan di mulai wawancaranya." Ucap wanita resepsionis menunjuk deretan kursi yang sebagian sudah di isi oleh beberapa orang pelamar dengan pakaian serba modis.
Sarah mengangguk dan dia pun berjalan ke tempat dimana banyak para pelamar yang menunggu untuk di wawancarai.
Sarah pun mengambil tempat duduk paling ujung dan dia sekali lagi melihat penampilannya di kaca kecil yang ia bawa, dia hanya memakai riasan tipis memancarkan kecantikan alami yang ia miliki walaupun pakaiannya lusuh tapi apapun yang ia kenakan pasti tetap akan terlihat cantik.
Beberapa orang mulai menatapnya, ada yang menatap sinis, ada yang merendahkan, ada pula tatapan menjijikan melihat penampilan Sarah yang lusuh namun ada pula yang menatap iri padanya.
Sarah tidak peduli dengan tatapan itu, lebih tepatnya ia sudah kebal di tatap seperti itu, Sarah hanya fokus ke tujuan utamanya hari ini yaitu mendapatkan pekerjaan.