"Cowo yang diujung ganteng banget ga sih"
"Iya bener, mukanya adem banget"
"Vibes nya pangeran-pangeran di buku dongeng"
"Liat deh badannya kekar banget"
"Mirip Junkook tauu, idol Korea itulohh"
"Wih, suaranya berat lagi. Tadi pas order aku sempat kaget, kirain BTS mampir beli kopi"
Bisik-bisik tiga orang rekan kerja Lia yang sama-sama bekerja sebagai part timer di St*rbucks.
Dalam hati Lia berkata, "gua kenal cowo yang lebih di segala bidang dibanding Rey. Kalo sampai dia datang kesini order kopi, pada pingsan lo pada"
"Liaaaa….. Liaaaaa….., dih malah bengong", kata Kym, salah satu teman kerja Lia yang paling dekat sambil menyenggol Lia
"Ha? Edgar?" kata Lia yang dikagetkan dari lamunannya
"Siapa Edgar? Tadi lo bilang namanya Rey", Tanya Kym yang bingung dengan perkataan Lia
"Ahh, bukan apa-apa. Itu dia ituuu…,pelanggan…,maksud aku Edgar….." sekarang Lia tidak bisa menyelesaikan kalimatnya.
Mungkin ini mimpi. Ia melihat Edgar berjalan kearahnya. Mengenakan kemeja hitam yang pas hingga seluruh ototnya terlihat jelas. Dipadu dengan celana katun yang mempertegas kaki jenjangnya. Belum lagi dua kancing kemejanya yang sengaja dilepas untuk memamerkan dada nya yang bidang. Benar-benar sempurna.
"Lo pulang kerja jam berapa?", Tanya Edgar dengan suara beratnya yang benar-benar khas.
Lia menggeleng-gelengkan kepalanya agar sarafnya kembali tersadar. Lia berpikir ini khayalan. Namun setelah mendengar Edgar bertanya, Lia kaget namun ia tahu bahwa itu bukan bagian dari khayalannya.
"Mm, se…se…sebentar lagikan?", tanya Lia kikuk lalu mengalihkan pandangannya kearah teman-temannya untuk menyembunyikan rasa grogi.
Teman-temannya tak merespon. Mereka masih mematung seperti baru melihat Captain America akan menyelamatkan bumi.
"Kalo gitu gua tunggu, Ice Americano nya….", orderan Edgar terputus setelah dia mendengar handphone nya berdering.
"CHA NYET", tertulis di layar handphone Edgar. Meski dibatasi meja order, Lia bisa melihat nama itu jelas terlihat di layar handphone Edgar.
"Kenapa Nyet, tumben nelfon", kata Edgar setelah mengangkat telepon itu sambil berjalan menjauh menuju keluar cafe.
Lia mengamati Edgar dari balik meja order. Ia hanya bisa memandang Edgar yang sekarang lari terburu-buru seperti dikejar malaikat pencabut nyawa. Pikirannya kemana-mana melihat nama Charlotte yang menelepon Edgar. Segera Lia menggeleng-geleng kepala nya lagi untuk kembali berkonsentrasi karena di depannya ada pelanggan yang akan memesan.
"Lagi? Itu lambung lo ga kasian apa dikasih kopi seharian. Ini cup kelima loh Rey", kata Lia ketika melihat ternyata Rey yang berdiri di depannya.
"Gapapa Lia cantik. Buat lo apa sih yang engga. Ini cup terakhir deh janji…", kata Rey tersenyum manis memohon pada Lia sambil menunjukkan jari kelingkingnya.
"Lo minum matcha aja ya. Kasian lambung lo. Gua bentar lagi kelar kok", kata Lia sambil menginput orderan Rey ke layar touchscreen dihadapanya.
"Siap tuan putri", Rey mengedipkan mata kirinya kepada Lia.
Sambil melepas apron nya, Lia memikirkan sesuatu. Sebenarnya, terkadang Lia berpikir bahwa Edgar dan Charlotte adalah pasangan paling sempurna sedunia. Ketika Edgar dan Charlotte berjalan bersama, pasti banyak orang yang mengira bahwa mereka adalah pasangan dari negeri dongeng. Visual mereka sangat serasi, tertampan dan tercantik. Kelas sosial mereka juga sama, yang paling berkuasa dan yang paling kaya. Tak ada cela jika mereka memutuskan menjalin kisah asmara. Apalagi ternyata mereka terlihat sangat dekat. Dan entah kenapa sekarang Lia…
"Nona cantik, kok bengong sih?", Tanya Rey sambil mendekatkan wajahnya ke wajah Lia.
Hampir tidak ada jarak diantara wajah mereka. Mereka terdiam sesaat.
Lalu Rey mengacak-acak rambut Lia, "Kecapean lo ya, atau lapar?, Kita makan malam dulu yok sebelum pulang"
"Mm, bolehh. Mau makan malam apa?" Tanya Lia sambil membetulkan letak kacamatanya untuk menyembunyikan kikuk nya.
"Kita lihat sambil jalan-jalan aja yok", jawab Rey seraya menarik tangan Lia
Lia melihat kearah tangannya, namun tidak menolak, ia hanya tersenyum kecil.
*Restoran Pangsit*
"Bener kan, enak pangsit disini. Gua tuh ya urusan kuliner mah jago", kata Rey sambil memperhatikan Lia yang sedang menikmati mie pangsit yang mereka pesan.
Lia hanya mengangguk-angguk dan sibuk menikmati tiap gigitan yang masuk ke dalam mulutnya. Rey yang melihat ekspresi Lia yang menggemaskan tidak bisa melepaskan matanya dari wajah Lia. Sangking asyiknya Lia makan, ia tidak menyadari bahwa ia makan belepotan.
Rey yang melihat bibir Lia belepotan langsung membersihkannya menggunakan jempolnya. Bekas belepotan itu dijilat manis oleh Rey dari jempolnya. Lia yang melihat Rey melakukan itu tiba-tiba tersedak.
"Lo gapapa Lia?, makan nya pelan-pelan aja", kata Rey sambil memberi segelas air putih.
Setelah meneguk air dan batuknya reda, Lia kembali menatap Rey sambil memperbaiki kacamatanya lagi.
"Nona cantik, itu tadi ciuman ga langsung. Kapan-kapan langsung, pokoknya ga sekarang", kata Rey dengan senyum tenang lalu kembali menyeruput mie nya,
Lia yang mendengar hal itu tiba-tiba terbatuk lagi. Buru-buru Lia menenggak air putihnya. Rey yang melihat wajah manis dan lugu Lia hanya tersenyum melihat tingkah polos Lia.
*Di Stasiun Bus"
Mereka duduk di bangku stasiun bus tanpa jarak. Lengan kanan Lia dan lengan kiri Rey benar-benar menempel. Rey sengaja melakukannya tapi Lia sama sekali tidak menjauh.
"Lo ga tau ada restoran pangsit enak dekat tempat kerja lo?" Tanya Rey memecah keheningan diantara mereka
"Gua ga pernah makan diluar selain disekolah, gua selalu makan bareng nenek"
"Tapi hari ini lo makan bareng gua"
"Iyanih, gabisa gua tolak. Biar bagaimanapun lo teman pertama gua disekolah, mana mungkin gua nolak.
Tiba-tiba Rey mendekatkan wajahnya kearah pipi Lia, Lia kaget. Lalu Rey berbisik kearah telinga Lia, "Sekarang emang teman, tapi gua gamau kita selamanya Cuma jadi teman". Lalu Rey merapikan rambut Lia yang tergerai sebahu ke belakang telinga Lia.
Wajah Lia benar-benar merah sekarang, bahkan telinganya juga. Atau jangan-jangan Rey bisa mendengar detak jantung Lia yang begitu cepat.
"Nih pangsit buat Nenek", kata Rey menyerahkan paperbag yang dari tadi ia pegang
"Ohh..a..a..i..iyaa, buat Nenek, makasih Rey"
"Yok, bus nya yang itukan?" Tanya Rey dan seperti biasa selalu meraih tangan Lia.
Lia yang masih salah tingkah ikut berdiri lalu membetulkan posisi kacamatanya yang sebenarnya sama sekali tidak berubah.
Di dalam bus, Lia dan Rey kembali hening.
Lia memutuskan memulai percakapan sekaligus menutupi grogi nya karena duduk disamping Rey, "Kenapa motor lo ditinggal di tempat kerja gue?
"Kenapa Lia cantik? Lo suka naik motor gua biar bisa meluk-meluk gua ya? Tanya Rey iseng pada Lia
"Eng….engga kokkk", sekarang wajah manis Lia memerah lagi
"Kalau begitu, gua aja yang senang dipeluk sama lo"
"Emang motornya nanti ga hilang ditinggalin di parkiran gitu aja? Terus lo pulang gimana?
"Akhirnya tuan putri khawatirin gua. Tenang aja Lia cantik, gua bisa naik taxi nanti. Tapi sekarang gua pengen naik bus nganterin lo sampai rumah."
"Bingung gua, aneh lo Rey. Punya motor bagus tapi malah milih naik bus"
Rey kembali mendekatkan wajahnya kedepan wajah Lia, sangat dekat, lalu Rey berkata, "Gua serius Lia sama lo. Kalua harus naik bus tiap hari buat bareng lo, gua pasti lakuin." Tatapan Rey sangat serius dan sangat dekat. Mereka mematung sesaat. Segera Lia memalingkan wajahnya dan melihat kearah jendela bus. Lia takut sedikit saja bus itu rem mendadak, maka bibir mereka akan bersentuhan.
Dari jendela, Lia melihat seorang Pria berlari. Lia teringat kembali pada Edgar. Pikirannya jauh melayang pada Edgar yang tadi meninggalkannya tanpa sepatah katapun. Hari ini adalah hari yang melelahkan. Tanpa sadar Lia menyandarkan kepalanya ke bahu lebar milik Rey. Lihatlah senyum bahagia Rey. Sayangnya Rey tidak tahu gadis yang ia kejar itu pikirannya sedang mengejar pria lain.