webnovel

Audy

Audy berjalan pergi menuju mobilnya yang sudah menunggu di samping kantor Adrian. Sebelum membuka pintu mobil ia melambaikan tangannya ke arah Adrian.

Adrian yang melihat Audy melambaikan tangan di keluarkan tangan kanannya dari saku membalas lambaian tangan Audy. Tidak kalah dia tersenyum manis menemani kepergiannya.

Dengan pandangan yang masih menatap ke arah mobil Audy yang sudah melaju jauh di depannya. Ia masih tetap berdiri di depan kantor dengan menatap pemandangan jalan sekitar. Terlihat seorang wanita muda di ganggu oleh dua pria.ia hanya diam tak menghiraukan wanita itu. Wanita itu sadar sadar ada seseorang melihat ke arahnya ia berteriak minta tolong ke Adrian.

"Tolong.. Tolong aku. " teriak wanita itu di ujung jalan.

"Hah..  Dasar. Wanita, lagian kenapa juga dia bermain dnegan laki-laki seperti itu." gumam Adrian acuh. 

Ia hanya melihat gadis itu dari depan gedung perusahaanya. Ke dua matanya masih tak mau beranjak dari sana. Adrian mengerutkan keningnya. Melihat beberapa orang di sana. Ke dua matanya fokus pada wanita yang sepertinya tak asing baginya. 

Kenapa juga aku perduliin wanita itu. Lagian dia bukan siapa-siapaku. Gak penting juga. Gumamnya dalam hati. 

Dia mulai membalikkan badan berjalan masuk ke dalam kantor. Entah apa yang ada di fikiranya Langkahnya terhenti dan mulai membalikkan badan. "Bukanya dia wanita yang menolong aku kemarin." gumam Adrian. dia baru teringat wajah wanita itu samar. dalam satu tarikan napasnya. Adrian mulai berlari keluar menolong wanita itu.   

"Lepaskan dia!" teriak Adrian dengan menunjukkan jari pada ke dua pria itu.

"Ada pria yang mau jadi, jagoan ternyata." ucap salah satu pria itu dengan lantang. Mulai di pukulnya Adrian oleh ke dua pria itu. Namun adrian bisa menepis semua pukulan yang di berikan ke dua pria itu. Tidak butuh waktu lama Adrian bisa merobohkan ke dua pria itu dengan mudah. Tanpa ada luka atau goresan sedikitpun di tubuhnya.

"Jangan pernah ganggu dia lagi, lebih baik sekarang kalian pergi dari hadapanku" teriak Adrian. Dengan tangan yang membersihkan jas hitam yang membalut badannya. Dengan nada tinggi pada kedua pria itu. Membuat ke duanya menggeram kesal.

Wanita itu, segera bersembunyi di balik punggung Adrian. Saat ke dua mata laki-laki asing itu melotot tajam ke arahnya. Ke dua tangannya, mencengkeram jas hitam yang melekat di punggung lebar Adrian. 

"Saya tidak menganggu dia. Tapi dia punya hutang pada kami." ucap salah satu laki-laki asing itu. 

Laki-laki itu melirik tajam ke arah wanita di belakangnya. Membuat wanita itu takut. Dan segera melepaskan tangannya. 

Adrian mengeluarkan uang dari saku jasnya. "Berapa hutang dia?" tanya Adrian. 

"5 juta." ucapnya.

"Kenapa dia hutang sangat banyak." tanyanya. 

"Tanya saja padanya." 

Adrian menghela napasnya dan segera memberikan uang sebesar yang mereka minta.

Tanpa banyak bicara ke dua pria asing itu berdiri dan berlari pergi dari hadapan Adrian.

Dengan ke dua tangan kembali di masukkan ke dalam saku celananya. Ia berkata "Mereka udah pergi, lebih baik kamu juga pergi dari sini" ucap Adrian sinis tanpa melihat atau sedikit melirik wajah wanita cantik di depannya.

"Baiklah, terima kasih tuan" kata gadis itu dengan membungkukkan badan ke arah Adrian. Tanpa menjawab Adrian melangkahkan kaki pergi dari tempat kejadian itu.

Wanita itu, hanya bisa melihat dia melangkah pergi di depannya. Dia hanya melihat punggung bidangnya dari belakang yang perlahan sudah pergi menjauh. Dan semakin jauh darinya.

"Dasar pria aneh!" decak kesal wanita itu mulai membalikkan badan berjalan pergi dari tempat itu. 

***

Wanita cantik dengan rambut panjang, terikat satu. Dia mulai pergi ke tempat di mana dia bekerja. "Gawat, aku telat!" ucapnya. Berlari menuju ke tempat kerjaanya. Ia terus berlari hingga sampai di tempat ia bekerja. Dengan napas tak teratur ia menghadap ke bos tempat ia bekerja.

Hingga sampai tepat di depan toko roti tempat dia bekerja. Wanita itu mencoba mengatur napasnya sejenak. 

"Maaf saya, terlambat pak boss." ucap Alice dengan membungkukkan badan ke arah bosnya berkali-kali. 

"Alice… Dari mana saja kamu?" geram sang boss melotot tajam ke arahnya. 

"Maaf, tadi saya ada urusan boss." ucap Alice tertunduk. 

"Kamu sudah berkali kali terlambat, lebih baik sekarang kamu pergi dari sini. Di sini tidak membutuhkan karyawan seperti kamu lagi" Bentak bos Alice. Membuat tubuh wanita itu menciut seketika. Tangan bossnya  menunjuk arah keluar dari tokonya.

Alice hanya diam, tanpa menjawab. Dia mulai melangkahkan kakinya pergi dari tempat di mana dia bekerja selama ini. Seakan penyesalan mulai merasuki dirinya. Dengan langkah beratnya. 

Dia mencoba keluar dari sana. Meski hatinya sangat terpukul. Karena ini hari terakhirnya, matanya berkeliling melihat kenangan di kerjaan itu. Membayangkan betapa bahagia dia selama ini bekerja di sana. Dengan muka yang masih menunduk ia menyesali perbuatannya. 

Alice teringat sesuatu. Ia mengangkat kepalanya. Raut wajah sedih itu berubah jadi panik. Dia ingat, jika masih punya satu pekerjaan lagi. Setidaknya ini bisa jadi kesempatan untuknya. Meski hanya pengantar makanan. 

"Kamu harus semangat Alice gak boleh bersedih lagi. Masih banyak hutang yang harus aku batar." kata Alice dengan semangat yang mulai bangkit dari tubuhnya. Ia berlari menuju tempat ia bekerja selanjutnya di sebuah restoran makanan cepat saji sebagai pengantar catering. Meski belum waktunya ia bekerja. Namun dia tetap berangkat ke restoran itu sesampai di sana bos Alice sudah berdiri di depan restoran melihat ke arah Alice. Alice yang mengetahui ada bosnya segera berlari mendekat.

"Alice… Kebetulan kamu datang lebih cepat. Tidak ada lagi yang bisa di mintai tolong. Semuanya sedang sibuk." ucap bossnya. 

"Baik, pak." jawab Alice. 

"Cepat kamu antarkan pesanaan ini. Lebih baik sekarang kamu ganti baju dan cepat antar pesanan ini. Karena pembeli sudah menunggu lama." teriak bos Alice. 

"Baik!" ucap tegas Alice dengan lantang.

"Ini alamatnya jangan sampai kamu telat" sambung bos Alice.

Ia segera membawa pesanan itu ke alamat yang di kasih bossnya tadi.

Dengan naik montor dari tempat dia bekerja. Dan tidak butuh waktu lama ia sampai di sebuah alamat yang tertera di kertas tersebut. Ia berdiri di depan kantor dengan menatap suasana sekitar kantor itu.

"Sepertinya aku pernah lihat kantor ini, Alice memutar matanya, menatap menatap sekeliling kantor itu.

"Ah.. lupain aja lebih baik aku segera masuk " lanjut Alice yang mulai berjalan masuk ke dalam kantor.

Ia memberanikan diri bertanya pada receptionis di depannya.

"Maaf mbak, ruangan tuan Adrian di mana, ya? Aku mau mengantarkan? pesanannya." ucap Alice.

"Ow.. Iya. Kamu sudah di tunggu bapak Adrian. Sekarang, kamu lurus aja ada lift, kamu naik ke lantai 25" ucap recsepsionis itu.

"Baik!!"   Alice segera menuju ke lift dan menuju lantai 25. Ia segera berlari mencari ruang tuan Adrian.  

"Mungkin itu ruangannya," gumam Alice berjalan menuju ruangan itu.

Di ketuknya pintu itu perlahan. "Masuk!!" ucap seseorang di dalam ruangan itu.

Tanpa menjawab Alice segera masuk ke ruangan itu sesuai dengan perintahnya. Di bukanya pintu perlahan terlihat seseorang laki-laki dengan kedua kaki di atas meja tangan yang memegang majalah dan secangkir kopi menemaninya di atas meja.

"Letakkan di meja. Dan segera pergi." ucap pria itu datar. Tanpa melirik sama sekali ke arahnya.

"Bentar.. Bentar. apa kamu benar, tuan Adrian, atau bukan. Soalnya ini pesanan, tuan Adrian" ucap Alice yang mencoba mengintip penuh keraguan wajah laki-laki, di balik majalah itu.