webnovel

Chapter 28

Hari ini ada yang mengetuk pintu dari luar dan Ima berjalan akan membukanya. Sepertinya setelah dari rumah sakit dia sudah lebih baik.

Ketika membuka pintu, ia langsung tersenyum dan menyapa. "Halo, Mas Regis."

Rupanya memang benar Regis. Dia memberikan buket bunga. "Pagi Ima... Bagaimana kondisi mu?"

"Aku baik-baik saja, terima kasih... Mas Regis sebenarnya tidak perlu begini," tatap Ima sambil menerima buket bunga mawar itu.

"Tidak apa-apa, sebentar lagi aku juga tak akan memberikan sesuatu padamu nanti, karena itulah aku harus memberikan sesuatu agar kau percaya padaku... Oh, dimana ibu?" Regis menatap, dia tadi berjalan masuk sambil melihat sekitar.

"Um... Ibu sedang pergi dan tidak memberi tahu padaku pergi kemana, jadi aku memutuskan untuk memasak tadi."

"Memasak? Dimana? Kebetulan aku belum makan pagi sama sekali," Regis menatap.

Di saat itu juga Ima terdiam teringat sesuatu. "(Jika tidak salah mengingat aku seperti pernah mendengar atau membaca bahwa Mas Regis tidak tidur... Apa arti dari nama itu memang tidak tidur? Juga tidak sarapan,)" Ima terdiam bingung.

"Ima... Apa kau tidak melanjutkan memasak?" Regis menatap.

"Ah maaf, aku masak sekarang," Ima langsung memakai apron dan berjalan ke dapur.

Regis terdiam melihat sekitar. "(Apa dia baru saja berpikir sesuatu, sesuatu yang aneh....)" ia terdiam, lalu memutuskan untuk berjalan mendekat ke Ima yang menatap kompor.

Regis menatap masakan yang masih di buat Ima di dapur dan dia berdiri tepat di belakang Ima.

Ima menoleh perlahan. "Mas Regis, sambil menunggu matang, Mas Regis bisa duduk dulu," tatap nya dengan pipi agak merah.

". . . Tidak, aku ingin melihat di sini," balas Regis membuat Ima terdiam dan hanya tersenyum.

Regis mengalihkan pandangan nya menjadi menatap leher Ima. Tiba tiba ia memeluk Ima. "Duh... Buruan jadi istri ku..."

"Eh....!" Ima terkejut berwajah merah mendengar itu dan ia masih di peluk Regis dari belakang.

"M-m-mas Regis," Ima menatap, dia memutar tubuhnya menatap. Tapi di saat itu juga, Regis kembali memeluknya dari depan.

Ima masih terdiam, dia lalu menghela napas panjang dan mengangkat tangan nya memeluk Regis juga.

Tapi tiba-tiba pintu terbuka oleh ibu Ima. "Aku kembali... Eh," ia terdiam ketika melihat Regis memeluk Ima di dapur dan Regis juga melihat nya dan suasana menjadi hening.

Tak lama kemudian mereka makan bersama di meja makan.

"(Ini benar-benar masakan yang paling enak, bahkan lebih enak dari apapun,)" pikir Regis, dia menghabiskan piring nya.

Ima yang duduk di samping nya menjadi tersenyum dan mencubit pelan paha Regis membuat Regis menoleh padanya.

Ima seperti telepati padanya. "Bagaimana, apakah rasanya enak? Lebih enak dari apapun kan?"

"Ya," Regis mengangguk. Lalu dia menambah. "Karena itulah cepat jadi istri ku agar hanya aku yang selalu memuji masakan mu,"

Di saat itu juga Ima tertawa kecil dengan wajah merah.

Ibunya yang duduk di hadapan mereka menjadi terdiam melihat tingkah mereka. "Ehem.... Aku tak tahu kalian telepati apa, tapi sepertinya itu menyenangkan yah..."

"Ah, tidak ibu..." Ima langsung membalas, dia mengambil piring nya dan piring Regis untuk di cuci.

"Regis... Bagaimana dengan pekerjaan mu? Ibu dengar dari Ima bahwa kau akan ke Korea," Ibu Ima menatap.

". . . Ini baik baik saja, begitu pekerjaan ini selesai aku akan kembali lagi ke Jepang, jika ibu mau, aku punya rumah di Jepang, mungkin anda bisa tinggal bersama Ima. Keamanan disana juga lebih aman."

"Oh, Ima sudah bercerita, tak apalah, ibu ada di sini saja tapi Ima tak apa jika dia ingin kesana."

"Ibu... Kenapa malah aku, jika ibu ke sana, aku juga akan ke sana tapi jika ibu di sini aku juga akan di sini... Tidak mungkin aku meninggalkan ibu," tatapnya sambil mendekat.

"Ibu tak apa di sini... Jangan khawatir."

"Tetap saja, aku juga akan di sini kalau begitu," Ima menatap Regis. Regis agak kecewa tapi ia tetap mengangguk saja.

Namun tak lama, ponselnya berbunyi. Ia mengambilnya dari saku dan itu merupakan sebuah panggilan, dia lebih memilih menyimpan nya lagi. "Ibu... Aku harus pergi..." tatap nya pada ibu Ima.

"Apa itu pekerjaan?" Ibu Ima menatap.

"Ya.... Ima... Aku... Pergi dulu," Regis menatap.

". . . Kenapa tidak menetap di sini dulu," Ima memasang wajah kecewa. Tentunya hal itu membuat Regis tidak berani pergi.

Tapi itu adalah pekerjaan. Ia mendekat ke Ima dan berbisik. "Sampai jumpa," kata Regis, dia mencium pipi Ima dan berjalan pergi.

Ima yang dari tadi diam menjadi memegang pipinya dengan wajah yang sangat merah. "(A.... Apa... Apa yang dia katakan... Yang dia... dia....)" ia gemetar.

"Hohoho... Benar-benar beruntung punya pria sesayang Regis itu," kata Ibunya.

"I-ibu.... Apakah ini memang benar?" Ima menatap.

"Hm... Kenapa? Kamu berpikir ini salah?"

"Mungkin ini salah.... Aku benar-benar tak tahu... Kenapa dari awal pikiran ku di isi soal keraguan yang dalam... Aku ragu mempercayainya karena aku memang belum pernah sekalipun percaya pada orang lain... Apalagi seperti pria baik itu..." tatap Ima dengan khawatir.

Ibunya terdiam, dia lalu menghela napas panjang dan berdiri mendekat ke Ima yang rupanya tadi berdiri.

"Regis tidak sempurna? Begitu pun juga, apakah lelaki di dunia ini sempurna? Pria seperti Regis mungkin tidak akan muncul dua kali, jika kau sudah yakin dengan diri mu sendiri untuk menerima cinta Regis atau kau yang mencintai nya, itu akan baik baik saja.... Regis mungkin akan berpikir bahwa dia beruntung. Karena 99 persen wanita bisa memiliki pria yang di cintainya, tapi 99 persen pria tidak bisa memiliki pasangan yang dicintainya... Kalian harus sama sama memiliki, tidak, bukan kalian, tapi diri mu... Regis sudah berusaha menunjukan cintanya, agar kau percaya padanya bahwa dia siap menanggung resiko apapun hanya untuk memiliki mu," kata Ibu Ima membuat Ima terdiam.

"(Jika perkataan ibu seperti itu... Aku juga akan berpikir begitu... Mencintai pria yang baik adalah hal yang benar,)" pikirnya, tapi kemudian ponselnya berbunyi membuatnya mengangkatnya karena itu dari Regis.

"Mas Regis? Ada apa?"

"Ah, aku hanya bosan dalam perjalanan ku, aku hanya ingin mengobrol,"

"Oh, baiklah, aku ada di sini," Ima langsung memposisikan duduknya mendengarkan Regis.

"Haha, sebenarnya aku hanya ingin mengajak mu kencan, kencan untuk terakhir kali nya sebelum aku pergi ke Korea, antara besok, dan besoknya," kata Regis.

"(K-kencan?! Aku dan dia melakukan nya lagi) Aku mau!" Ima langsung menerima nya.

"Haha, baiklah, aku akan menunggu mu di bangku taman, aku akan mengirimkan lokasinya nanti.... Sampai jumpa," Regis menutup panggilan.

Sementara Ima masih berwajah merah. "Hehe.... Mas Regis dan aku kencan..." dia tertawa sendiri tapi ibunya yang melihatnya diam diam menjadi tersenyum kecil.

Sorenya, Ima langsung mandi dan bersiap siap. "Ehehe... Lihat saja ini..."

Tapi tiba-tiba ibunya masuk membuat nya terkejut. "Ima?"

"Ibu?? Masuk ketuk dulu, ya ampun, aku sudah beritahu beberapa kali kan."

"Oh maaf, apa yang kamu lakukan? Tidak makan dulu?"

"Ah, maaf ibu, tapi aku.... Aku kencan dengan Mas Regis,"

"Oh, ok ok.... Nikmati kencan mu yah, dan jika ingin saran ibu, pakai pakaian yang cantik, terbuka sedikit tidak apa-apa jika untuk nya," kata ibunya lalu berjalan pergi.

"(Terbuka sedikit, hanya untuk nya, tapi bagaimana aku menunjukan nya hanya untuk nya, perjalanan ku nanti pastinya akan di lihat banyak orang.... Hm...)" Ima terdiam berpikir hingga pandangan nya menoleh ke belakang pintu yang tepat ada jaket musim dingin yang panjang di sana. Lalu ia tersenyum senang.

Tak lama kemudian, dia selesai memakai jaket itu sehingga tak terlihat dia memakai baju apa, tapi di lihat dari kakinya. Dia sepertinya terbuka sampai mata kakinya terlihat.

"Hehe, aku siap," ia menatap jam, dan seketika terkejut sudah begitu lama ia bersiap siap.

"Astaga, aku akan lari saja," ia langsung berlari pergi karena Regis juga pastinya sudah menunggunya.

Ima berlari terburu buru. "Ha... Ha... Jaket ini terlalu besar membuat ku gerah..." ia berhenti dengan keringat banyak, kebetulan melihat sesuatu.

"Mas Regis..." dia langsung senang karena melihat Regis duduk di bangku taman agak jauh dari sana menatap ponselnya, dia duduk begitu santai dengan kaki terangkat satu disilangkan di kaki lain dan dia juga merokok.

"Akhirnya aku bisa kencan untuk terakhir kalinya dengan nya sebelum dia pergi ke Korea.... Huf.... Baiklah, mari lihat bagaimana reaksinya," Ima berjalan mendekat tapi ia menghentikan jalan nya karena terkejut melihat tiga orang wanita mendekat ke Regis.

"Halo Tuan... Halo... Mau main sama kami."

"Boleh kami minta nomor ponsel mu."

Mereka menggodanya dan itu membuat Regis terdiam tak menoleh pada mereka, dia hanya menatap ke ponsel nya sambil membalas. "Tidak, maafkan aku."

"Oh, ayolah Tuan, tatap kita sebentar saja..."

"Iya, ganteng banget deh.... Kelihatan macho, tipe kami banget."

"(Hiz... Mereka itu menggoda pria ku....)" Ima kesal dari jauh. "(Eh tunggu, Mas Regis tidak terlihat tergoda, dia melihat ke ponsel nya dan tidak melihat ke mereka sama sekali, dia benar-benar begitu hebat, kini waktunya aku memberikan penghargaan,)" Ima tersenyum licik.

Ia lalu menutup tudung jaket nya sehingga wajahnya tak terlihat dari samping maupun depan.

"Aku sudah bilang maaf," Regis kembali berkata pada mereka, tapi mereka itu tidak mau pergi dan di saat itu juga, Ima menyelip ke mereka membuat mereka terkejut dan langsung memegang kedua bahu Regis, dia juga mencium bibir Regis membuat Regis terkejut karena langsung mendapatkan itu.

Tapi setelah di lepas, wajahnya begitu senang dan penuh dengan lope lope. "Hahaha, aku suka ini."

Seketika beberapa wanita itu terdiam kaku.

"Ayo sayang.... Kita pergi," Regis langsung merangkul nya dan berjalan pergi bersama Ima yang sekarang membuka tuudung jaket nya menatap ke mereka, tatapan nya seperti mengatakan. "Hehe.... Ini milik ku."