webnovel

Chapter 14

Setelah itu, pekerjaan Ima akhirnya berakhir. Ima berjalan pulang di malam hari itu. "(Ha.... Sangat melelahkan... Aku hampir tidak fokus bekerja karena memikirkan apa yang dikatakan manajer tadi, aku benar-benar masih heran. Apakah ini kedua kalinya aku menolak lelaki, setelah Mas Argani itu, bahkan aku masih ingat soal Mas Argani. Pastinya Mas Argani terpaksa menyukai ku karena ibu nya, ibu nya suka padaku dan ingin menjadi menantu, tapi tetap saja aku tidak bisa karena aku dan Mas Argani bahkan belum mengenal sangat lama satu sama lain apalagi aku belum tahu sikap maupun sifat milik Mas Argani, meskipun dia di gambarkan sebagai pria yang memiliki banyak uang, jabatan tinggi karena dia termasuk ke dalam direktur muda, tapi tetap saja, jika dia punya pekerjaan tinggi begitu akan tetap aku anggap buruk jika tidak memperlakukan aku sebagai mutiara, bagaimanapun juga, aku masih menyesal.... Juga manajer, dia pasti sangat kecewa karena aku menolak nya, sepertinya lelaki memang memiliki cara sendiri maupun cara yang berbeda untuk merayu maupun menembak wanita, tapi menurutku cara mereka tidak akurat dan aku tidak suka itu... Apakah begitu sulit menemukan pria yang baik... Yang sudah mapan dan tidak bertanya soal pacar pacar begitu... Aku mulai lelah dengan pertanyaan itu, lebih baik aku berhenti mengejar lelaki... Apalagi dalam khayalan ku sendiri,)" ia menghela napas panjang dengan pasrah.

Tapi di jalan, ia bertemu dengan Hendar. Ia melihat lelaki dokter itu sedang menunggu seseorang sambil menatap ke ponsel nya bersandar di dinding gedung.

"(Itu Mas Hendar?)" Ima terdiam, ia lalu berjalan mendekat. "Mas Hendar," lalu memanggil membuat Hendar menoleh.

"Oh, Ima," Hendar menatap.

"Apa yang Mas Hendar lakukan di sini?" Ima bertanya.

Tapi Hendar terdiam, dia menoleh ke sekitar. "Justru aku yang bertanya begitu, hari ini sudah hampir malam gelap, kenapa kamu ada di jalanan sepi ini?" tatap nya.

"Um, aku memang selalu lewat ke sini, aku pulang dari bekerja kafe ku, wajar saja karena aku bekerja sore jadi pulang malam... Tapi aku tidak pulang larut malam kok, ini baru jam setengah 7 malam," kata Ima.

"Aku tahu itu, tapi di luar sini benar-benar begitu berbahaya, kamu pastinya harus hati-hati, bagaimana jika ada orang jahat nanti."

"Itu memang yang seharusnya aku khawatirkan, tapi selagi aku masih berani untuk mandiri begini, apa yang aku takutkan, selama beberapa hari aku sudah lewat sini sendirian pulang dari bekerja maupun kampus pun sama sekali tak terjadi apa-apa, justru aku malah banyak bertemu orang baik. (Termasuk Mas Regis,)" tatap Ima.

"Ima, apa maksud mu? Mana ada orang baik di malam hari begini."

"Ah sudahlah, pertanyaan mu terlalu mengkhawatirkan sekali deh... Mas Hendar bahkan belum menjawab pertanyaan ku soal kenapa kamu ada di malam hari dan menunggu sesuatu di sini?" Ima menatap.

"Oh, soal itu, aku baru saja mendownload aplikasi kencan buta dan aku mendapatkan cewek yang cantik," kata Hendar sambil menunjukan ponsel nya berisi wanita cantik di sana.

"Wah, dia tampak berpengalaman."

"Ya, ini juga pertama kalinya aku melakukan kencan buta, aku mendapat ini dari saran teman ku, dia mendapatkan istri dari kencan buta juga."

"Hah istri?!" Ima langsung terkejut.

Hari ini seperti biasanya, Ima berjalan ke kampus, tapi aneh nya, dia memasang wajah yang begitu cemberut dan putus asa.

Dia baru saja berangkat dari rumah nya. "(Ha... Ini benar-benar mengecewakan,)" sepertinya dia masih kecewa karena tidak bertemu Regis kemarin di bus.

"(Ini mungkin antara dia sudah tahu rumah ku, sudah tahu ibu... Dan juga wajah yang aku buat sangat buruk ketika tidur,)" ia kecewa, padahal apa yang dia katakan belum tentu benar, nyatanya, Regis menatap wajah imut Ima ketika tidur saat itu.

"(Haiz... Sepertinya aku harus berterima kasih nanti pada Mas Regis, dia benar-benar menggendong ku sampai di kamar. Pria yang kuat dan baik... Uhuy... Sayangnya dia seperti jarang berkontraksi dengan orang lain... Tunggu... Apa dia cupu?)" pikir Ima yang berjalan ke kampus. Tapi ia melihat Lio Zheng yang duduk di halte bus.

"Lio Zheng... Eh, maksudku Dosen Lio!" Ima mendekat lalu Lio Zheng menolehkan kepalanya saja.

"Ima.... Apa itu kau?"

"Ya ini aku... Apa yang sedang kau lakukan disini?" tanya Ima. Tapi ia melihat seekor kucing di dalam tas ransel plastik tembus pandang.

"Wah lucu banget..." Ima menatap kucing manis yang ada di tas khusus kucing yang di bawa Lio Zheng.

"Aku titipkan dia untukmu," kata Lio Zheng.

"Eh... Tapi kenapa?"

"Dua hari lagi aku akan menjalani operasi mata."

"Hah... Itu bagus... Kau akhirnya bisa melihat dunia bukan?"

"Ya... Kau pasti sangat cantik," kata Lio Zheng.

"Eh, um... Kenapa kau berpikir begitu? Kau kan belum melihatku," tatap Ima.

"Semua gadis baik adalah hal yang harus di katakan cantik."

Seketika Ima menjadi memerah dan terpana. "Em... Kau lihat saja sendiri nanti."

"Yah, aku pasti akan melihatnya, dan kucing ini..."

"Jadi kau menitipkan kucing ini padaku?" Ima menatap.

"Aku akan memberikannya padamu setelah kelas berakhir. Ini tidak merepotkan mu kan?"

"Ah tidak.... Semoga operasi mu berjalan lancer."

"Terima kasih," kata Lio Zheng.

Tapi tiba-tiba saja. "Hoi... Zheng cepat pergi, aku harus cepat mengantarmu," seorang pria datang mendekat dengan suara berat dan begitu dewasa membuat mereka menoleh dan Ima terkejut karena lelaki itu memiliki luka di mulutnya. Luka sayatan lebih tepatnya. Sehingga bibir pria itu seperti tanda silang.

Pria itu pun juga terkejut ketika ia melihat ke arah Ima. "(Dia... Ima!!)" ia menjadi terkaku.

"(Bukankah dia terlihat seperti... Mas Regis?)" Ima menatap mengamati.

"Apa yang kau lihat gadis... Kau tidak sopan," pria itu menatap dengan kesal.

"Ah maafkan aku... (Kenapa dia agak kasar, tapi wajahnya seperti khawatir ketika melihat ku tadi) Aku hanya berpikir kau sama seperti Mas Regis mungkin, tapi kenapa kau bisa bicara?"

"Ima... Dia memang Regis, namanya Regis..." kata Lio Zheng.

"(Bodoh.... Dia malah memberi tahunya,)" pria itu menjadi terkejut setengah mati.

"Be-begitu kah??!!" Ima juga ikut terkejut.

"Dia bernama Regis, teman rekan saja," kata Lio Zheng.

"Apa maksud mu.... Bisa kau jelaskan ini... Kenapa dia bisa bicara... Jangan jangan selama ini kau pura pura!!" Ima menunjuk Regis dengan kesal.

"E... Tunggu.... Hei," Regis menatap mencoba menenangkan Ima.

"Kau benar benar keji!" Ima langsung menyela membuat Regis terdiam kaku mendengar itu.

"Bisa bisanya kamu... Pura pura bisu dan membuat ku belajar bahasa isyarat dalam semalam hanya untuk bisa mengobrol dengan mu yang bisu, kupikir kau bisu, kau beberapa kali menunjukan wajah mu dengan masker itu, sialan!" teriak Ima, seketika ia menangis.

"Astaga, kau menangis..." Regis terkejut.

"Hiks... Aku ingin kamu menjelaskan semuanya... (Kupikir ada masalah apa semalam aku tidak bertemu dia, rupanya dia sudah bisa membuka penampilannya... Aku ingin penjelasan dari dia, jadi selama ini dia bukan Mas Regis yang aku kenal...)" Ima mengusap air matanya sendiri.

Lalu Regis menghela napas.

"Ha... Baiklah aku mengaku.... Aku memang pura pura menjadi tunawicara hanya untuk dekat denganmu... Karena kau yang menyelamatkanku waktu itu," jawab nya, dia mengatakan nya dengan tanpa basa basi, seperti menaksir Ima dengan cara yang sangat berani.

"Menyelamatkan?" Ima menjadi terdiam tak percaya. "Hah benar... Kau seorang kriminal... Jangan salah paham ya... Aku membantu mu juga karena aku kasihan dan kupikir kau penyandang!!" tambah Ima sambil mengatakan nya dengan kesal dan marah pada Regis.

"Tenang gadis... Kau tidak tahu aku yang sebenarnya, apa kau tidak keberatan jika aku suka padamu... Bukankah kau juga menganggap pertemuan kita adalah cinta," tatap Regis yang mengatakan itu dengan langsung seketika membuat Ima terdiam.

"Uhmm... Apa kau naksir sama aku?" Ima menjadi tersipu malu, tak hanya itu, dia juga memerah karena pertama kali mendengar kalimat itu dari seorang pria seperti Regis.

"Tentu... Kecuali jika kau tidak punya pacar," tambah Regis.

"Aku... Aku..." Ima menatap ke Lio Zheng yang dari tadi diam.

Lio Zheng berpikir sesuatu. "(Regis pernah mengatakan sesuatu padaku, jika tidak salah dia menceritakan semua nya tentang gadis dalam bus itu.)"

("-Setiap sore malam aku bertemu dengan seorang gadis yang sangat manis menurut ku, dia menolongku dan aku terpaksa menutupi semua nya dengan menjadi tuna wicara dalam tugas ku juga. Aku agak aneh jika langsung menembak gadis itu, aku juga belum tahu dia berumur berapa.... Jika bertemu dengan nya saat aku terlihat normal dengan bisa bicara, aku akan langsung mengatakan perasaan ku pada nya-")

Jadi di scene ini, Regis mengatakan sesuatu pada Lio Zheng bahwa dia suka pada Ima dan cara memberitahunya sangat dewasa dan berani, dilihat lihat, Regis memang seperti pria yang dewasa yang tertarik pada Ima sendiri. Dia juga tidak bertanya ragu ragu dan langsung menembak Ima dengan kalimat "suka."

Nada bicara pria satu ini juga terlihat meninggikan harga diri wanita.

Ima yang saat ini terdiam berpikir dengan masih tersipu malu mendengar dari Regis tadi yang berdiri menunggunya. Tubuhnya yang besar gak menghalangi cahaya dari Ima.

"Kamu... Apa kamu benar-benar suka padaku?" tatap Ima dengan wajah yang malu.

Lalu Regis tersenyum kecil. "Hem.... Bukan suka sayang, tapi aku tertarik padamu," kata Regis sambil membungkuk mendekat pada Ima.

"(Aku suka cara dia menembak ku, dia benar-benar menggunakan nada dewasa nya dan penampilannya, aku benar-benar menyukai nya, tapi aku tidak suka pria yang pura-pura seperti itu padaku, apalagi dia pura-pura bisu, dan sebaliknya, aku malah lebih memilih Lio Zheng) Um.... Aku sebenarnya naksir pada Lio Zheng," kata Ima.

Seketika Regis dan Lio Zheng terkejut.

"Apa maksud mu?!" mereka berdua mengatakannya bersamaan dengan panik.