webnovel

Boleh?

Sudah hampir tengah malam saat Rhein membuka matanya ketika merasakan sebuah kecupan menyentuh bibirnya, sebuah kecupan yang ringan tapi mampu membuat darahnya berdesir. Lalu pada detik berikutnya dia merasa tubuhnya melayang karena laki-laki telah mengangkat tubuhnyanya dari atas sofa untuk di bawa ke kamar, Rhein segera mengalungkan kedua tangannya di leher Keenan. Kepala Rhein segera meringkuk di leher Keenan dan mencium bau harum citrus yang segar di sana. Rhein menduga Keenan baru saj pulang dan tak tega melihatnya melihatnaya tertidur di sofa karena itu dia memindahkannya.

Rhein dapat mendengar detak jantung Keenan yang berpacu dan udara yang dihirup dan dikeluarkan dengan pelan, sepertinya Keenan berusaha menahan nafasnya agar tak mengganggu Rhein.

"Keen," Rhein menggeliat, mendekatkan bibirnya ke leher Keenan dengan gerakan seperti tidak sengaja, padahal dalam hatinya Rhein merasa jantungnya mau copot saat melakukan gerakan itu.

"Kamu bangun?" Rhein dapat merasakan tubuh Keenan yang menegang.

"Maaf aku ketiduran," kata Rhein manja dia kembali menyusupkan kepalanya ke leher Keenan menyembunyikan senyumnya.

Keenan melanjutkan langkahnya dan ketika sampai dipinggir tempat tidur Keenan segera merebahkan Rhein di atas tempat tidur dan menyelimutinya.

"Aku mandi dulu," Keenan mengecup dahi Rhein. "Tidurlah, aku tahu kamu capek,"

Keenan segera masuk ke kamar mandi dan menghidupkan bathtub dengan air panas, dia merasa sangat lelah, pekerjaan hari ini begitu menyita waktu dan tenaganya. Beberapa meeting dengan klien juga rapat direksi hari ini membuatnya tak bisa cepat pulang untuk bertemu Rhein. Sambil merebahkan diri di bathtub, Keenan tersenyum mengingat semua kejadiannya dengan Rhein.

Entah mengapa dia merasa tertarik pada gadis yang terlihat keluar masuk ruangan di depannya waktu itu, mata indahnya yang bercahaya tampak tak berdaya saat mencari-cari sesuatu yang ditunggunya. Dari Andi dia tahu kalau gadis itu sedang menunggu calon suaminya yang belum juga datang, dia sendiri sedang menunggu Cassandra untuk menjadi istrinya waktu itu. Ketika kemudian kakek datang dan acara pernikahannya tidak dimulai kakek mulai gelisah dan mengancamnya. Karena itu dia segera meminta Keenan untuk menyampaikan keinginannya agar gadis mau menikah dengannya.

Keenan yakin kalau Rhein mengetahui siapa dirinya dari tatapan gadis itu tanpa dia perlu menguraikan siapa dirinya panjang lebar. Dan Keenan cukup yakin gadis itu akan segera menerima tawarannya untuk menggantikan posisi Cassandra sebagai istrinya. Sayangnya Rhein sama sekali tak tertarik pada tawarannya dan dia mau menerimanya ketika melihat kakek yang kesakitan.

Keenan menyelesaikan mandinya dengan cepat, berendam sebentar di dalam bathtub membuat pikirannya lebih rileks. Dia segera mengenakan bathrobe dan keluar dari dalam kamar mandi. Keenan melihat Rhein sudah tidur meringkuk dalam selimutnya. Keenan tersenyum memandangi wajah istrinya, wajah cantik yang tak membosankan yang selalu membuatnya gemas.

Keenan segera melepas bathrobe yang dipakainya dan menggantinya dengan piyama kemudian naik ke tempat tidur dan menyusup kebawah selimut yang dipakai Rhein. Keenan segera mengikuti Rhein terlelap ke di alam mimpi.

Rhein terbangun ketika hari masih sangat pagi, wangi musk segera memenuhi hidungnya dan sebuah wajah tampan terpampang jelas hanya beberapa senti di depannya saat dia membuka mata memmbuatnya merasa sesak. Rhein baru menyadari ternyata Keenan sewangi saat tidur. Semalam dia terlalu mengantuk hingga setelah Keenan menyelimutinya, dia kembali tertidur. Rhein bisa merasakan pelukan hangat Keenan di pinggangnya membuatnya merasa nyaman dan sangat dilindungi.

Rhein menatap wajah tampan itu sambil berusaha menahan nafasnya agar tak berhembus terlalu cepat. Tangannya terulur menyentuh bibir Keenan yang sangat pas di wajah tampan itu dengan lembut, rasanya ingin sekali Rhein mencium benda kenyal itu dan melumatnya tapi dia tak mau membangunkan Keenan karena itu dia kembali memejamkan matanya dan mencoba untuk tidur kembali.

Tiba-tiba Rhein merasa sesuatu yang kenyal melumatnya? Kenan menciumnya! Apakah ini mimpi karena tadi dia sangat ingin menciumnya? Tapi Rhein merasa dia belum juga terlelap sejak dia terbangun tadi. Rhein membuka matanya dan melihat Keenan yang juga sedang menatapnya. Rhein merasa jantungnya berdetak lebih kencang, Rhein kembali memejamkan mata dan membalas lumatan Keenan hingga nafasnya terasa sesak. Kenapa bersama Keenan berciuman menjadi aktivas yang menyenangkan?

Rhein merasa darahnya makin tersirap saat merasakan tangan Keenan telah berpindah ke dadanya dan nafas Keenan terdengar makin cepat membuat Rhein tidak bisa menahan desahannya. Keduanya makin tenggelam dalam dalam cumbuannya

"Masih sakit tidak? bisik Keenan saat ciuman mereka terlepas menyadarkan Rhein bahwa ini bukan mimpi. suaranya terdengar serak dan penuh hasrat

Rhein mengeleng pelan, sebenarnya masih merasa nyeri di daerah kewanitaannya tapi dia sudah terbakar dalam hasrat yang dinyalakan oleh Keenan.

"Boleh?" suara Keenan makin serak di telinga Rhein, Keenan segera berguling ke atas tubuh Rhein setelah mendapat anggukan gadis itu.

***

"Rhein, cover untuk novel remaja yang mau terbit sudah kamu buat?" tanya Desi dari mejanya.

"Sudah, bentar aku kirim." sahut Rhein.

"Bukannya sudah jadi dari minggu kemarin?" Tanya Nena.

"Iya, aku baru nyampai apartemen tadi pagi dari hari senin jadi lupa mau ngirim. Lagian aku gak bawa laptop dua hari kemarin,"

"Memangnya kamu kemana? Katanya sakit!"

"Haha, bulan madu," wajah Rhein memerah.

"Cie, bulan madu. Berarti beneran kemarin kamu sakit karena itu?" goda Nena.

Rhein hanya tertawa kecil, "Sudah aku kirim, Mbak. Coba cek!"

"Oke, sip sudah masuk. Ada tiga gambar ya?" Desi mengacungkan jempolnya.

"Yes!"

"Bulan madu di mana?" Nena penasaran.

"Di sini saja, di hotel," Rhein menjawab cuek sambil menggerakkan mouse, matanya menatap ke monitor di depannya.

"Kemarin Bos marah-marah karena gak lihat kamu seharian meski sudah lihat surat sakit kamu,"

"Haha, biar saja." Rhein mengerucutkan bibirnya, sebal!

"Sebenarnya kemarin aku mau berangkat sih tapi gak boleh sama suami,"

"Ih, so sweet banget sih suami kamu, udah ganteng perlakukannya manis lagi. Beruntung sekali kamu, Rhein."

"Lagi ngomongin apa sih? Dari tadi bisik-bisik terus?" tanya Yuni kepo.

"Rahasia, dong. Mau tahu aja!" jawab Nena cuek, Rhein hanya tertawa melihat mereka.

"Pelit! Apaan sih Rhein?"

Rhein hanya mengangkat kedua bahunya sambil tertawa melihat interksi Nena dan Yuni.Dengan kesal Yuni kembali ke kursinya. Nena langsung ngakak.

"Rhein dipanggil Pak Surya," kata Rado saat melintas di depan kubikel Rhein.

"Ada apa?"

"Gak tahu, dia gak bilang kamu suruh apa atau diminta apa. Dia cuma nyuruh kamu datang ke ruangannya." Rado berlalu dari hadapan Rhein.

Dengan malas Rhein berjalan menuju ruangan Surya karena dia masih merasa nyeri apalagi tadi pagi Keenan sangat bersemangat melakukannya. Rhein mengetuk pintu ruangan Surya dan memasukinya. Laki-laki itu duduk dengan jumawa dan menatapnya dengan tatapannya yang rumit.

"Ya, ada apa?" tanya Rhein dingin.

"Kemarin kamu tidak masuk," timpal Surya tak kalah dingin, wajahnya terlihat gelap.

"Sudah ada surat ijinnya," kata Rhein ringan.

"Sakit? Huh! Bagaimana bisa kamu bohong dengan mengatakan sakit padahal kamu berjalan-jalan di hotel!" dengus Surya sambil melempar sebuah tabloid ke hadapan Rhein.

Rhein menatap tabloid gosip yang sangat terkenal, disana terpampang foto dirinya dan Keenan memenuhi cover tabloid tersebut, Di sana terlihat Keenan yang berwajah dingin sedang memeluk Rhein yang seluruh wajahnya tenggelam di dada Keenan.

"Foto siapa?" tanya Rhein dingin.

"Gak perlu pura-pura! Aku tahu itu kamu!" dengus Surya marah.

Rhein menatap Surya jengkel, dia lupa laki-laki di depannya sudah tahu kalau Keenan adalah suaminya. Rhein merasa tidak perlu berbohong lagi.

"Memangnya kenapa?"

"Tidak tahu malu! Kamu ijin sakit padahal kamu sedang bersenang-senang dengan laki-laki itu, harusnya kamu sadar, dia cuma mengganggapmu sebagai pengganti karena waktu itu Cassandra tidak datang!" Surya menatap Rhein dengan tatapan yang rumit.

"Terserah! Waktu itu kamu juga tidak datang!" Rhein berdiri dan duduknya dan berjalan tertatih dari ruangan Surya.

Laki-laki itu hanya menggeram, telapak tangannya mengepal saking marahnya.

***

AlanyLove