webnovel

BAB 20 GANGGUAN

BAB 20 GANGGUAN

Raihan merasa lelah, nontstop dari klinik, sampai ke bangsal anak dan lanjut ke poli anak. Dia hampir lupa kalau ada istrinya di rumah sakit ini. Novia sedang terapi dengan Dokter Irawan. Mengetahui fakta bahwa dia akan melihat wajah istrinya lagi, Raihan sedikit senang. Hanya itulah pengobat rasa lelahnya saat ini.

Tapi langkah terhenti saat sosok wanita di depannya menghalangi dirinya.

"Dokter Raihan, kebetulan ketemu di sini. Ada yang mau saya bicarakan."

Raihan mengernyit saat menatap sosok di depannya.

"Rania? Owh maaf tapi saya buru-buru."

Raihan kini melangkah mundur untuk menjaga jarak dengan Rania, tapi wanita di depannya itu malah mengulurkan tangan untuk menyentuh ujung snellinya.

"Sebentar saja, ponakan saya itu demam. Mau daftar ke poli ternyata sudah tutup. Jadi bisakah dokter memeriksanya?"

Raihan kembali mengernyitkan kening.

"Bawa ke UGD saja kalau poli sudah tutup."

Tapi Rania menggelengkan kepalanya dengan sedih.

"Ponakan saya itu cocoknya cuma sama Dokter. Itu loh si Niko. Yang bulan lalu juga periksanya ke dokter."

Raihan akhirnya menghela nafas dan menatap jam yang melingkar di tangannya. masih ada satu jam lagi untuk menjemput Novia. Akhirnya dia menganggukkan kepala.

"Baiklah."

****

Raihan berlari untuk sampai di ruangan prakter dokter Irawan, tapi sampai di sana dia hanya bertemu dengan asistennya saja.

"Istri saya sudah selesai?"

Retno, asisten Dokter Irawan menatapnya dengan bingung lalu menganggukkan kepala.

"Owh udah dari 30 menit yang lalu, Dok. Kata Mbak Novia minta diantar ke ruangan dokter saja."

Raihan langsung teringat kalau ruangannya terkunci. Memeriksa keponakan Rania memang menyita waktu dan membutuhkan penanganan yang serius sehingga Raihan terlambat menjemput Novia.

"Ya sudah, terimakasih ya."

Raihan berpamitan lalu berjalan cepat lagi menuju ruangannya. Kalau sudah 30 menit yang lalu dan Novia mengetahui pintu ruangannya terkunci dia pasti akan bingung.

Nafas Raihan terengah saat sampai di depan pintu ruangannya tapi tidak terlihat juga istrinya di sana. Dia mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Novia tetap tidak terlihat. padahal tas yang berisi dompet dan ponsel Novia ada di dalam ruangannya. istrinya itu juga tidak bisa dihubungi sekarang. Raihan melangkah dengan cepat, sambil matanya memindai tiap jengkal area yang dilewatinya

"Dokter.."

Suara itu lagi, Raihan menatap Rania yang melangkah lincah menuju tempatnya berdiri. Dia ada di sekitar kantin rumah sakit saat ini,

"Makasih ya Dok, ponakan saya sudah ditangani. Sekarang saya mau nraktir Dokter."

Tapi Raihan langsung mengangkat tangannya dan menggelengkan kepala.

"Maaf saya tidak bisa, maaf.”

Raihan terus melangkah meninggalkan Rania, tapi wanita itu kini malah berjalan di sampingnya.

"Ayolah, Dok. Biasanya juga Dokter mau kan? Cuma makan di cafe depan rumah sakit saja."

Raihan akhirnya menghentikan langkahnya dan kini menatap Rania.

"Saya sudah bilang semua itu sudah berakhir. maksud saya, maaf dulu sudah membuat kamu merasa dekat dengan saya. Tapi kita cuma berteman, kalau saya tidak bisa toh kamu tidak bisa memaksa."

Wajah Rania kini terlihat pucat "Tapi Dokter dulu bilang tidak akan berubah kepada saya meski wanita itu sudah datang kembali."

Raihan akhirnya menghela nafasnya dan kini menyugar rambutnya.

"Saya hanya menganggapmu teman Rania, tidak lebih."

"Saya yang lebih menganggap Dokter. Saya suka sama Dokter. Saya ikut menangis melihat Dokter ditinggal begitu saja sama istri Dokter. Dan sekarang dengan seenaknya dia mengambil alih Dokter lagi."

Ingin rasanya meluapkan emosi di sini. Tapi Raihan tahu ini tempat umum. Pembicaraan mereka yang serius saja sudah mengundang tatapan penasaran orang -orang di sekitar mereka. Raihan beristighfar di dalam hati.

"Maafkan saya yang telah membuat kamu seperti ini. Tapi saya mencintai istri saya. Maaf."

Rania tampak terpukul mendengar ucapan Raihan itu. Tetes air mata langsung mengalir di wajahnya. Hal itu membuat Raihan bingung. Dia segera merogoh saku celananya dan menemukan tisu di sana.

"Jangan menangis. Lupakanlah saya dan cari yang lebih dari saya. Maaf ya."

Raihan akhirnya memberikan tisu itu kepada Rania. Wanita itu menerimanya tapi segera melangkah dengan cepat meninggalkannya. Membuat Raihan menutup matanya untuk sejenak. Dia tidak mau menyakiti hati seorang wanita. Saat membuka matanya itulah dia menemukan Novia. Istrinya itu ada di ujung koridor dan sedang menatapnya. Apakah istrinya melihat semuanya?

Raihan segera berlari menuju tempat Novia, dia langsung berjongkok di depan istrinya itu.

"Adek, maafin aku. Kamu dari mana?"

Raihan langsung menggenggam jemari Novia. Istrinya itu tersenyum tipis.

"Dari keliling rumah sakit.."

Jawabannya itu langsung membuat Raihan mengusap pipi Novia.

"Maafin aku ya tadi itu ada sedikit gangguan."

Novia hanya tersenyum lagi, tapi kemudian memegang tengkuknya.

"Mas bisa kita pulang sekarang?"

****

Keheningan itu terlalu tenang, dan membuat Raihan tidak nyaman. Dia melirik istrinya yang sedang terbaring di atas kasur. Hari sudah larut malam, hanya saja mata Raihan belum bisa terpejam.

Sejak pulang dari rumah sakit tadi Novia memang lebih banyak diam. Hanya mengeluh kalau kakinya terasa sakit sehingga tidak mau makan dan memilih untuk tidur.

Raihan kini bergeser untuk menyentuh bahu Novia, lalu menyibak helai rambut yang menutupi pipi istrinya itu.

"Maafin aku sayang."

Bisikannya ternyata membuat Novia bergerak dan kini istrinya itu berbalik ke arahnya. Matanya mengerjap lalu menatapnya.

"Kamu bangun?" Novia menganggukkan kepala, tapi istrinya itu kini merangkulkan kedua lengannya di leher Raihan.

"Mas aku milikmu kan?"

Mendengar pertanyaan Novia Raihan mengernyit.

"Kamu istriku dan kamu milikku selamanya."

Novia tersenyum tipis lagi, "Maka milikilah aku Mas. Aku takut Mas lebih memilih wanita yang lebih sehat untuk melayani Mas."

Mendengar itu tentu saja Raihan langsung menggelengkan kepala tapi dia jadi teringat adegan tadi siang. Dia menyibak helai rambut lagi dari wajah Novia.

"Kamu melihat aku dan Rania tadi siang?"

Novia tampak ragu tapi kemudian menganggukkan kepala

"Wanita itu siapanya Mas? Dia sangat cantik dan sepertinya akrab dengan Mas."

Mendengar pertanyaan Novia, Raihan akhirnya menghela nafas.

"Boleh aku bercerita?"

Novia menganggukkan kepalanya.

*****

"Jadi dia tempat curhat, Mas?"

Ada nada cemburu dari istrinya itu. Mereka kini sedang duduk di atas kasur, dengan tangan Raihan melingkar di bahu Novia. Lalu kepala istrinya itu bersandar di dadanya.

"Aku yang salah. Dulu, dia terlalu baik dan menawarkan pertemanan ini. Kami saling enak untuk mengobrol. Lagipula aku sedang merindukanmu di sini."

Itu pengakuannya yang jujur. Dia mendengar nada terkesiap dari istrinya. Raihan langsung mengecup pucuk kepala Istrinya itu.

"Tapi itu terjadi saat awal-awal kamu menghilang. Aku kacau saat kamu tidak bisa dihubungi, dan aku memerlukan teman. Akhirnya ada Rania, meski aku tidak bercerita banyak tentangmu. Entah dari siapa dia bisa mengetahui semuanya. Tapi intinya aku hanya menganggapnya teman yang ternyata menjadi bumerang untuk saat ini. Kalau wanita dan pria itu tidak bisa bersahabat, tidak."

Ada helaan lega di dekatnya. Dia tahu Novia merasa cemburu saat ini.

"Mas, aku sempat menangis kemarin, mengetahui Mas punya teman curhat yang cantik."

Raihan langsung menunduk dan akan memprotes tapi Novia kini sudah mengerjap dan menatapnya.

"Tapi aku percaya sama Mas kok."

Hanya dengan pengakuan seperti itu hati Raihan menghangat.