webnovel

PENCARIAN

Seorang pemuda badung yang sampai umur 20 tahun tidak pernah mengenal cinta. Cinta baginya adalah satu pengekangan terhadap jalan hidup. Namun kisah hidup dan percintaannya berubah ketika dia bekerja sebagai penyiar radio di kotanya yang kecil. Keahliannya dalam bertutur kata membuatnya begitu mudah menarik simpati para pendengar setianya. Kisahnya menjadi sedikit playboy, dikarenakan dia dihianati seorang gadis yang juga menjadi cinta pertamanya. Rasa dendam di hati membuatnya ingin membalaskan sakit yang dirasakannya ke setiap gadis yang dipacarinya. Mabuk, merokok, narkoba dan bergonta-ganti pacar adalah bentuk pelariannya dari sakit hati yang tak pernah hilang dari ingatannya. Tiga tahun berkubang dalam dunia kelam, pertemuan dengan seorang teman barunya, membuatnya mempunyai semangat hidup yang lebih baik lagi. Dari menjadi seorang pengamen jalanan, lalu berubah penyanyi cafe dan berbagai pekerjaan yang lainnya. Hingga pada akhirnya, dia kemudian menemukan sebuah platform penulis online ketika berselancar di dunia maya. Berawal dari menjadi pembaca saja, dia akhirnya berinisiatif untuk menjadi seorang penulis. Apakah plaform online tersebut akan merubah kehidupannya? Panggil saja dia AL.

Ayaas · Urban
Not enough ratings
8 Chs

Solidaritas

Berita kemenangan Al dan kawan-kawan melawan siswa STM benar-benar menjadi trending topik di SMA tempat Al menimba ilmu. Hampir semua siswa SMA swasta itu membicarakan tentang kemenangan tersebut. Mereka menilai, kemenangan dalam tawuran tersebut membuat nama SMA mereka menjadi terangkat naik. Naik dalam tanda kutip tentunya.

Seperti diketahui, selama ini STM selalu menjadi yang teratas di bidang kenakalan siswanya. Jago tawuran dan juga suka memalak siswa dari sekolah lain adalah berita yang kerap mereka dengar.

Seiring saking meluasnya berita tersebut, akhirnya pihak guru SMA tersebut pun memanggil Al ke ruangan BP.

"Woi Bro, dipanggil Pak Beni tuh. Cepetan lu kesana. Lu tahu sendiri kalo Pak Beni tu killerman," Ucap Ardy.

"Emang kenapa tu perjaka bapuk manggil gue ya Bro?" Tanya Al merujuk kepada status guru BP yang betah hidup sendiri sampai umur 45 tahun.

"Jiaaah... Masa iya elu kaga tau? Ya jelas tentang kemenangan kita kemarinlah!"

"Ouh begitu ya."

"Ya udah, gue nemui perjaka bapuk tu sekarang."

Al kemudian berlalu meninggalkan Ardy.

"Santai banget tu kepala suku," Gumam Ardy melihat Al yang berjalan menuju ke ruang BP.

"Permisi Pak, kenapa bapak memanggil saya?"

"Duduk!"

Al menggeser kursi di sebelahnya dan kemudian mendudukinya.

"Kamu tahu alasannya kamu dipanggil kemari?"

Al menggeleng pelan.

"Tidak Pak."

"Kamu ini sudah membuat kesalahan, tapi tidak menyadari kesalahan yang kamu buat...!"

Intonasi suara Pak Beni sedikit meninggi hingga membuat urat lehernya mulai menegang.

"Mohon maaf Pak. Memangnya saya membuat kesalahan apa?"

"Kau ini...! Aku sudah mendengar berita tentang kamu dan teman-temanmu yang tawuran melawan anak STM. Apa itu bukan suatu kesalahan?"

"Ouh tentang itu ya Pak. Entahlah kalau Bapak menganggap itu suatu kesalahan. Tapi bagi saya pribadi Pak, ketika ada teman saya disakiti, saya akan membelanya sekuat tenaga saya," bantah Al.

"Alasan...!"

Pak Beni berdiri memandang Al yang terlihat begitu tenang menghadapi kemarahannya.

"Saya tidak alasan Pak. Saya cuma jengkel saja, kenapa pihak sekolah hanya diam saja ketika tahu Lubis dihajar anak STM ? Bahkan, tidak satu pun guru sekolah ini yang menjenguk Lubis di rumah sakit." Al membela diri

"Apa Bapak juga masih ingat, ketika saya bilang ke Bapak tentang Lubis yang dihajar anak STM, apa jawaban Bapak saat itu? Bapak bilang, ah itu hanya kenakalan remaja saja. Apa Bapak masih ingat itu?"Lanjutnya.

Pak Beni sedikit menunduk ketika melihat tatapan mata Al yang memancarkan kemarahan. Tapi demi menjaga marwahnya di hadapan anak didiknya, Pak Beni kembali mengangkat kepalanya.

"Aku tidak menerima alasan yang kau buat itu. Bagiku, apa yang kau dan teman-temanmu lakukan itu sebuah kesalahan dan aib bagi sekolah ini!"

"Aib bagi Bapak dan guru lain. Tapi tidak untuk siswa SMA ini. Lihatlah mereka yang begitu bahagia saat ini, mereka tidak takut lagi akan menjadi korban pemalakan anak STM,"

Al kembali membantah gurunya yang terkenal killer dalam memberi hukuman.

"Kau berani membantahku...!"

"Dasar kau murid durhaka, kurang ajar!" mata Pak Beni sampai melotot hampir keluar karena saking marahnya.

"Saya tidak membantah Bapak. Saya hanya menyampaikan kebenaran yang Bapak tutup-tutupi."

"Kau...!"

Tangan Pak Beni bergerak melayang hendak menampar Al. Namun dengan sedikit refleks, Al menangkap pergelangan tangan Pak Beni.

"Bukan dengan cara kekerasan seperti ini seorang guru sepantasnya mendidik murid! Saya siap dihukum kalau bapak menghendaki itu!" Mata pemuda yang dijuluki kepala suku oleh teman-temannya itu menatap tajam guru BP yang ada di hadapannya.

"Tapi kalau Bapak menginginkan kita bertarung secara laki-laki, copot seragam Bapak. Kita bertarung selepas sekolah ini nanti. Tidak ada guru dan tidak ada murid, yang ada hanya pria melawan pria," Al tersenyum tipis, namun sorot matanya memancarkan intimidasi yang kuat.

Pak Beni mengibaskan pergelangan tangannya yang terpegang dengan kuat.

Tanpa diketahui oleh mereka berdua, ternyata Ardy menguping pembicaraan mereka dari luar ruang BP.

"Kau diskors dua minggu. Belajarlah lagi untuk menghormati guru. Kembali ke kelasmu," ucap guru BP tersebut namun intonasinya turun jauh.

"Saya tidak perlu belajar menghormati guru yang tidak punya empati seperti Bapak."

Al berdiri lalu berjalan keluar dari ruang BP.

Sekeluarnya dari ruang BP, Al disambut Ardy yang sudah menunggunya.

"Lu diskors dua minggu, Bro?

Al mengangguk pelan sambil tersenyum, "Ayo ke kantin."

"Bentar Bro. Lu duluan aja, nanti pasti kususul!"

"Ok dah."

Ardy berbalik arah menuju kelasnya sambil berpikir menemukan cara agar sohibnya tersebut tidak jadi diskors.

Sesampainya di kelasnya, Ardy memanggil Ando dan yang lainnya yang kemarin ikut tawuran untuk berkumpul.

"Ada berita apa Bos Waka?" Tanya Ando.

Waka adalah kepanjangan dari wakil kepala.

"Kepala suku kita lagi dapat masalah nih, Bro. Tadi dia dipanggil si perjaka bapuk dan diskors 2 minggu," jawab Ardy.

"Lu diberitahu Al?"

Ardy menggeleng pelan, "Kaga, aku nguping tadi di depan ruang BP hahaha."

"Terus?"

"Lu ini bijimane sih? Ya kita harus cari cara lah, agar kepala suku kaga kena skors."

"Kita demo aja gimana Bos Waka?" Adam menyela pembicaraan Ardy dan Ando.

"Demo gimana maksud lu, Dam?"

"Ya, kita semua yang kemarin ikut tawuran, demo depan kantor kepala sekolah. Siapa tahu bisa ngeringanin skorsnya kepala suku. Tapi kalo kaga bisa ya, kita minta diskors juga. Masa iya cuma kepala suku yang kena sanksi, sedangkan kita tidak!" Ujar Adam berapi-api.

"Apalagi kita tau sendiri kalo Unas kurang dua bulan lagi, apa kaga ketinggalan pelajaran tuh kalo kepala suku kena skors dua minggu," tambahnya.

"Wah masuk banget tuh usul Lu, Dam. Gue setuju banget lah," Ardy menimpali ucapan Adam.

"Ok, sekarang yang lain bagaimana? Yang setuju usulnya Adam angkat tangannya," Lanjut Ardy.

17 belas remaja yang ada di situ mengangkat tangan semua. Mereka setuju dengan usulan Adam.

"Ok dah kalo lu semua udah setuju. Sekarang kita temui Al di kantin. Dia udah nungguin kita disana," ucap Ardy.

Serombongan 'pahlawan' SMA swasta tersebut pun bergerak menuju kantin sekolah.

Sepanjang perjalanan menuju kantin, hampir semua siswa yang berpapasan dengan mereka memberi hormat. Bahkan ada beberapa siswi yang sampai berteriak histeris memanggil-manggil nama mereka. Khususnya si Ardy yang terkenal ganteng meski potongan rambutnya yang dipilih kadang agak culun. Entah itu memang style dia atau tukang potong rambutnya yang lagi gak mood.

Al yang lagi asyik ngobrol dengan seorang siswi cantik berjilbab dan terkenal pintar bernama Anindya di kantin tersebut, dikagetkan dengan rombongan teman nongkrongnya.

Mereka semua pun masuk memenuhi kantin yang tidak seberapa lebar tersebut.

"Eh Nin, lu di sini juga?" Sapa Ardy kepada Anindya.

Ardy tersenyum lebar melihat cewek cantik yang sedang ditaksirnya tersebut.