webnovel

2| Petugas Kereta Misterius

Rain sangat bersemangat. Dia bahkan tak bisa menunggu sampai Ben kembali dari minimarket. Waktunya tak banyak untuk mengejar kereta malam terakhir menuju Westlake.

Di negara bagian itu ada sebuah kota kecil bernama Dark Wood. Jika merujuk pada penuturan perempuan yang baru saja dia hubungi, Rain hanya perlu pergi ke sana dengan kereta malam.

Sebelum pergi, Rain meninggalkan catatan untuk Ben dan berjanji akan kembali akhir pekan nanti. Rain hanya membawa satu tas perjalanan berisi dua potong pakaian dan perlengkapan pribadinya.

Keberangkatan Rain ke Westlake seperti tengah berjudi. Dia mempertaruhkan uang terakhirnya untuk membeli tiket kereta demi mendapatkan pekerjaan ini.

"Jika aku gagal dalam wawancara, sudah dipastikan besok aku akan jadi gelandangan," gumam Rain sambil merapatkan mantelnya.

Dia berjalan cepat untuk menghangatkan tubuh yang mulai menggigil. Lampu-lampu jalan mulai dinyalakan. Dia berjalan kaki beberapa blok untuk tiba di stasiun kota.

Rain merogoh kantung mantelnya. Dia mengeluarkan beberapa lembar uang coll dan sejumlah koin terakhirnya.

"Satu tiket ke Westlake," ujar Rain sambil menyodorkan uangnya ke meja loket.

Penjaga loket melirik Rain sebelum menyerahkan selembar tiket kereta malam padanya.

"Pukul berapa kereta akan datang?"

"Pukul 10.55 malam, Nona."

Rain menoleh ke belakang. Hanya ada dia sendirian di sana. "Apa malam ini akan banyak penumpang yang pergi ke Westlake?" tanya Rain sedikit agak ketakutan pada petugas penjaga loket.

"Sepertinya hanya kau yang akan berangkat ke Westlake dari stasiun ini. Mungkin di perhentian berikutnya, kau akan bertemu dengan penumpang lainnya?"

Rain menerima tiket itu dan mengangguk. Dia tak begitu ambil pusing. Saat ini, dalam benaknya hanya bagaimana agar dia bisa mendapatkan pekerjaan ini.

Rain berdiri di peron yang sepi. Di sepanjang bangku tunggu, hanya ada dia sendirian menunggu kereta ke negara bagian di malam yang dingin itu. Rain melirik kembali jam di tiketnya dan mencocokkan dengan jam di stasiun.

"Seharusnya kereta tiba lima belas menit lagi."

Rain duduk di sebuah bangku panjang. Di ujung kanan bangku ada seorang pria tua yang duduk terkantuk-kantuk. Rain letakkan tas perjalanan di sisi kanan. Dia sibuk menggosok telapak tangannya yang kedinginan.

"Rain," bisik sebuah suara.

"Ya?" Gadis itu refleks menoleh, tapi tak ada siapa pun di sana.

"Apa aku berhalusinasi?" pikirnya. "Aku yakin mendengar seseorang menyebut namaku."

Saat Rain menoleh ke kanan pada tasnya ranselnya, sesuatu seperti seekor binatang berwarna hitam menyelinap masuk ke dalam tasnya yang terbuka. Rain tak menyadari itu. Tapi, pria tua yang duduk di sisi kanannya sedikit terheran dan mengucek mata.

"Apa aku bermimpi?" gumam pria tua itu.

Rain menoleh padanya. "Ada apa? Apa Anda mendengar sesuatu, Pak?" tanya Rain yang masih penasaran dengan suara yang menyebut namanya.

"Entahlah. Aku tertidur dan tak yakin dengan apa yang aku dengar atau lihat. Kau ingin pergi ke mana gadis muda?"

"Aku aku akan menghadiri wawancara kerja di Westlake. Apa kau juga akan ke sana?"

"Ah, tidak. Aku hanya menumpang tidur di sini. Aku hanya seorang gelandangan. Tapi, Westlake memang kota yang indah dan penuh misteri."

"Apa maksudmu, Tuan?" tanya Rain.

Suaranya tenggelam oleh deru mesin dan roda kereta yang datang. Dia belum mendapat jawaban apa pun dari pria tua itu. Rain sudah harus berdiri dan masuk ke dalam kereta.

"Berhati-hatilah, Gadis Muda!" ujar pria tua itu saat pintu kereta tertutup. "Mereka akan terus mengawasimu!"

"Apa?" kejut Rain. Dia yakin tak salah dengar. "Pak tua itu memintaku untuk berhati-hati dan sesuatu mengawasiku? Apa? Siapa?" pikir Rain. "Dasar orang gila!" gumamnya acuh tak acuh.

Rain duduk di gerbong nomer lima sesuai dengan tiket yang dia terima. Malam itu, kereta benar-benar kosong. Di dalam gerbong lima hanya ada dia sendirian.

"Mungkin di stasiun berikutnya akan ada penumpang yang naik," harapnya dalam hati.

Tanpa sadar, Rain sudah terlelap. Dia tak tahu sudah berapa lama waktu berlalu. Kereta itu melaju dengan sangat tenang dan nyaman.

"Tiket!" gumam seorang pria hingga membangunkan Rain.

Gadis itu gelagapan. Saat tersadar, di luar kereta kondisi sangat gelap. Lampu gerbong juga sempat meretih—padam dan hidup berulang.

"Di mana aku berada?" ujarnya.

"Kita baru saja memasuki terowogan terpanjang yang menghubungkan St. Marina dan negara bagian Westlake."

Rain menatap pada pria berkulit gelap dengan berewok memenuhi wajah. Tubuhnya tinggi dan besar. Kepalanya hampir menyentuh atap gerbong. Jika saja dia tak mengenakan seragam biru gelap, mungkin Rain akan mengira petugas kereta itu adalah penjahat.

"Bisa saya periksa tiket Anda, Nona?"

"Tentu saja!" Rain panik merogoh-rogoh kantung mantelnya untuk mencari tiket itu. "Aku menyimpannya di sini tadi!"

"Apa Anda punya tiketnya, Nona?"

"Tentu saja aku punya!" balas Rain agak ketus karena panik. "Ketemu!"

Dia serahkan tiket itu pada petugas dan tersenyum lega. Tapi, itu hanya sesaat. Petugas itu berulang kali membaca tiket dan menatap Rain bergantian.

"Apa ada yang salah, Pak?" Rain mulai panik.

"Kau akan pergi ke Darkwood?"

Rain mengangguk. "Bagaimana kau tahu? Di tiketku hanya tertulis Westlake."

Petugas itu melubangi tiket Rain dan menyerahkannya kembali. "Malam ini kau satu-satunya penumpang yang akan pergi ke sana setelah tiga bulan yang lalu."

Rain menganga. Petugas kereta itu sudah pergi meninggalkannya ke gerbong berikutnya. Rain mencoba berdiri dan mengejar sang petugas. Di gerbong enam kondisinya sama, hanya ada tiga penumpang di sana. Tapi, si petugas berbadan besar tak terlihat di gerbong enam.

"Nyonya, apa petugas pemeriksa tiket sudah pergi?"

Penumpang yang ditanyai oleh Rain menggeleng. "Tidak ada petugas pemeriksa tiket di kereta ini. Semuanya sudah menggunakan tiket elektronik."

Tubuh Rain menggigil seketika. Dia memutuskan kembali ke tempat duduknya dan menunggu sampai kereta benar-benar berhenti. Di jendela dia masih melihat dinding terowongan yang seakan tiada habisnya. Sekali lagi Rain memeriksa tiketnya. Kertas tiket itu benar-benar nyata dan sudah dilubangi oleh sang petugas.

"Seseorang mempermainkanku?" seringainya.

Dia tak lagi ambil pusing dengan petugas yang misterius. Rain kembali memejamkan mata sampai kereta benar-benar tiba di Stasiun Westlake.

Saat kereta sudah keluar dari terowongan, disambut kabut tebal. Terlihat petugas pemeriksa tiket berjalan di atas gerbong dengan langkah menyeret. Tubuh besarnya semakin membesar dan muncul ekor berburu di bagian belakang tubuhnya.