webnovel

Don't Cut My Hair Carellesly!

Aku di tarik olehnya dan bukan mendarat di rumput, itu salahnya menarikku dengan keras dan membuat wajahku terbenam di dadanya.

"Ah, begitu lembut."

"Aku lah yang akan bertanya mengapa kamu terus berjala ke depan? Padahal kamu ingin kita belajar sihir bersama-sama."

"Akh, benar juga, tapi kamu sebenarnya tinggal dimana? Kita sudah berjalan jauh dari kota, aku sudah mendekati rumahku."

"Rumahmu? Dekat dari sini?" Tanya Marie.

"Yeah! aku tinggal di dekat sini, pemandangan nya begitu indah."

"Kenapa kita tidak belajar bersama-sama saja di rumahmu?" Ucap Marie lagi.

"Ah? Apa yang kamu katakan? Ak-"

Aku rasanya ingin menolaknya.

"Jadi, aku tidak bisa memiliki teman baru dan berkunjung ke rumahnya? sayang sekali."

"Emm, bukan begitu, aku agak merasa aneh saja jika harus menjelaskan sesuatu nanti."

Dengan begitu kucoba menjelaskan dengan tenang padanya, menolak seseorang itu sangat menyedihkan.

"Tidak masalah, ayo pergi, aku ingin berkunjung ke rumahmu, apakah kedua orang tuamu sudah menyiapkan masakan di sana?"

"Emm..."

Aiden binggung harus menjawab apa, yang ada bukan kedua orang tua, melainkan kedua pelayan cantik yang mengurusnya seperti anak sendiri.

Mereka sampai tepat di halaman rumah yang begitu indah dan segar. di kelilingi tembok yang bersih dengan halaman rumah itu yang luas.

"Rumahmu benar-benar besar dan bagus."

Ucap Marie sambil memuji sesuatu yang sebenarnya bukan rumahku.

Marie: "Padahal kamu bukan berasal dari keluarga bangsawan, siapa sebenarnya kamu?"

"Ahh, aku tidak tau."

"Jawaban yang konyol, bawa aku masuk!"

Dia kemudian seperti memerintah ku untuk membawanya masuk ke dalam, Wanda dan Eugene melihatku masuk sendiri kali ini, tanpa membukakan ku pintu.

"Oh, kamu punya pelayan? Menarik!"

"Tunggu sebentar, aku akan membawakanmu beberapa makanan dari dapur, kalian berdua tolong layani dia dengan baik ketika aku di belakang."

Lalu, Wanda dan Eugene merasakan aura yang tak biasa, benar-benar menindas ketika gadis berambut merah itu menatap mereka berdua.

Rasanya seperti menarik mereka untuk jatuh bersujud di tanah.

"Permisi, apakah kamu teman baru Aiden di sekolah?" Tanya Wanda.

Marie menjawab : "Tentu."

"Bagus sekali, kamu sudah mau berteman dengannya, apakah semuanya berjalan lancar hari ini? Soalnya wajahnya terlihat sedikit tidak ceria dari biasanya."

"Baik-baik saja, semuanya berjalan baik-baik saja, tapi..." Kata Marie seolah-olah tahu tentang diriku.

Auranya yang semakin kuat tidak bisa lagi di tahan oleh mereka, mereka yang sedang berdiri dan berbicara pada Marie tiba-tiba terangkat melayang mendekatinya yang sedang duduk di kursi, kemudian dijatuhkan lagi dengan cepat ke lantai.

DUG!

"K-k-kamu?"

"Wanda dan Eugene~"

Nada nya sangat pelan dan lembut, namun mengerikan.

"Darimana kamu bisa tahu nama kami?"

Keduanya bertanya pada Marie soal kenapa dia bisa mengetahui nama mereka tanpa perkenalan.

"Mungkin Aiden menceritakan tentang kita padanya." Ucap Eugene.

"Tidak, aku sempat menghapus ingatan kalian sesaat ketika memerintahkan kalian kemari."

"Apa yang Anda bicarakan?"

Kedua nya berbicara seperti tertekan sebuah aura yang bisa membuat tubuh mereka kesakitan namun mereka menahan untuk tidak berteriak.

"Aku akan mengembalikan ingatan kalian tentangku." Ucap Marie dengan nada sombongnya.

Sekarang mereka tidak lagi memandang gadis bernama Marie sebagai teman dari sekolah Aiden, melainkan adalah raja iblis yang turun ke dunia iblis terbawah untuk menemui mereka.

"R-r-ratu??"

"Benar, kerja yang bagus sudah merawatnya sampai sejauh ini, namun kalian tidak terlalu memperhatikan gayanya? dia begitu menyedihkan, harusnya kalian bisa menatanya dengan baik."

"Maaf, yang mulia, kami sudah berusaha sebisa mungkin." Ucap merek berdua serentak.

"Penampilannya begitu acak-acakan dan memalukan seperti seorang yang tidak pernah mandi selama berbulan-bulan. Jangan buat dia sibuk dan kelelahan, bahkan dia harus sampai ke dapur mengambilkan makanan untukku, harusnya kalian berinisiatif untuk bergerak lebih dulu, bahkan membuka pintu. Bukankah aku memerintahkan itu sebelumnya?"

Wanda: "Maaf, yang mulia, tapi Aiden sendiri meminta kami untuk tidak diperlakukan seperti itu."

Marie: "Benarkah?"

Eugene: "Sungguh, dia benci dengan pelayanan-pelayanan kami, dan membuat kami menjadi kurang pelayanan padanya."

Marie: "Jadi, dia menolak kalian?"

Wanda: "I-i-iya."

Dengan suara mereka berdua yang gugup dan gemetaran.

Marie: "Kalau begitu, aku sendiri juga akan mengurusnya, dia sudah kemari, segera berdiri!"

"Dan satu hal lagi, jangan beritahu apa-apa tentang tanda garis di tubuh kalian, termasuk identitasku, aku akan terus menjadi Marie disini." Begitulah ucapan terakhirnya pada mereka.

"Di mengerti!"

Keduanya seperti nada yang tertekan dan seperti ingin menangis, tapi tidak bisa mengeluarkan air mata.

Tidak di sangka, raja iblis ternyata adalah seorang gadis dan bukan seorang lelaki, walau itu di sebut ratu atau semacamnya, namun umumnya orang-orang akan hanya mengenal raja iblis daripada ratu iblis.

Aiden datang membawa beberapa gelas, ada empat di sana. Susu putih dan beberapa biskuit dan roti di bawanya.

"Eugene, Wanda, silahkan makan, kalian boleh memakan ini juga kok, aku membawa empat untuk kalian berdua juga."

"Tapi..." Kata Wanda dengan nada panjang dan memikirkan sesuatu.

"Jangan ragu, wajah kalian terlihat gugup begitu." Kucoba membuat mereka untuk tersenyum seperti biasanya.

Tapi mereka sebenarnya gemetar karena melihat Marie hanya tersenyum dengan manis di sana dan duduk dengan sopan.

Setelah mengunyah beberapa biskuit dan secangkir susu itu, Aiden mulai ingin mencoba belajar sihirnya dan mencoba lagi.

Marie: "Bisakah kita berbicara berdua dulu di luar?"

"Baiklah." Ucap Aiden.

Keduanya berjalan di halaman Belakang yang begitu lebih luas dari halaman depan.

Rumput dan pohon-pohon nya benar-benar rapi, daun-daun kuning berjatuhan itu sudah biasa terjadi, secara alami itu indah. Mereka duduk di kursi taman dekat pohon itu.

Aiden: "Lalu, apa yang ingin kamu bicarakan?"

Marie: "Tidak ada, tidak ada yang ingin kubicarakan, aku hanya ingin menemanimu belajar mengeluarkan sihir dari jarimu."

"Kata guru kamu tidak fokus, tapi memang seperti itu seharusnya, kamu memikirkan sesuatu yang lain daripada membuat api di jarimu." Jelas Marie pada Aiden.

Aiden: "Apa maksudnya?"

"Caramu sudah benar, namun kamu hanya perlu membayangkan bagaimana api itu terbentuk atau tercipta dari ujung telunjukmu, bayangkan dengan sempurna." Jelas Marie lagi padanya.

"Akan kucoba."

Kemudian aku segera mencoba membayangkan seperti apa api yang muncul dari ketiadaan dan tiba-tiba menjadi sebuah api. Aku harus membayangkannya dengan sempurna.

Saat membayangkan hal itu tiba-tiba suara Marie terdengar.

"Bagus! kamu berhasil."

Lalu, aku membuka mataku dan melihat sesuatu di jariku, itu adalah api, namun berwarna hitam.

"Tunggu, mengapa berwarna hitam begitu?"

"Aku akan bertanya balik, kenapa kamu menyembunyikan itu dariku?"

Marie kemudian menarik kerah Aiden dan membuka satu kancing paling atas, kancing paling atas itu akan membuat orang terasa berat untuk melihat ke kanan dan kiri, karena terlalu ketat, dia membuka satu kancing teratas dan kerah yang menurun ke bawah membuat garis hitam di lehernya terlihat.

"Ahh, ini..."

"Tidak apa, aku tahu kamu malu karena menyembunyikan itu dari semua orang, disini hanya ada kamu dan aku."

"Darimana kamu tahu ini?"

"Bukan apa-apa, tapi katanya goresan seperti itu adalah goresan istimewa, raja iblis hanya memberi goresan itu kepada orang tertentu yang dia pilih."

"Ada berapa orang yang memiliki goresan seperti ini?"

"Tiga."

"Tiga katamu? Lalu bagaimana dengan kedua pelayan itu? Mereka berdua juga memilikinya."

"Benar, sepertinya kalian yang tinggal disini semuanya spesial bagi raja iblis, sampai memilih kalian."

"Apa artinya itu?"

"Itu adalah tanda, menurut yang kuketahui dari buku legenda, semuanya berada di leher, tapi berbeda dengan dua lainnya yang masing-masing membuat mereka berbeda, dua lainnya adalagi di pergelangan tangan mereka."

"Apa artinya itu?"

"Itu artinya adalah pelayan setia dari raja iblis."

"Lalu, bagaimana dengan yang terakhir?"

"Yang terakhir, adalah simbol goresan lagi di lengan atas bagian kanan nya, itu adalah pewaris tahta selanjutnya yang akan menjadi raja iblis."

"Apa katamu?"

"Kami memilikinya bukan?"

"Tapi, bagaimana ini? Aku harus terus menyembunyikan tanda ini, aku akan jadi raja iblis? Apa-apaan itu? Aku hanya manusia yang di ubah menjadi iblis, lalu entah darimana tanda ini berasal."

"Itu berarti ingatanmu di hilangkan sebagian, kamu sudah melupakan wajahnya bukan? Bahkan kamu lupa siapa yang membuat goresan itu."

"Siapa?"

"Raja iblis itu sendiri yang membuat goresan di lehermu dengan tangannya."

"Benarkah? Aku juga selalu menutupi bagian leherku dengan rambutku."

"Rambutmu terlalu panjang, itu tidak baik."

"Hah? Tidak baik? Apakah aku harus memotong nya?"

"Tentu."

"Lalu, kenapa kamu mengatur-atur ku seperti itu? seolah-olah kita sudah berteman lama."

"Aku hanya sebagai teman yang baik yang akan memperbaiki penampilanmu, kamu terlihat sangat suram dan seperti tidak pernah mandi berbulan-bulan."

"Apalah begitu orang-orang juga memandangku? Sehingga membuat mereka malas berinteraksi denganku? di dunia sebelumnya aku tidak memiliki teman juga."

"Itu bisa saja, kamu harus memperbaiki penampilan itu."

Kebetulan Wanda dan Eugene berdiri di rumah untuk terus melihat Aiden dan mengawasinya. Marie tahu mereka bisa di andalkan.

"Lalu, bisakah kamu memanggil kedua pelayanmu? Atau salah-satunya saja?"

"Untuk apa?"

"Panggil saja kemari! Kamu ini terlalu banyak bertanya."

"Aih, baiklah."

"Wanda, kemarilah."

Dia datang seperti biasa dengan pakaian pelayan mereka.

"Ada yang bisa kubantu?"

"Marie, katakanlah."

"Wanda, bisa bawakan aku gunting?"

"Gunting seperti apa?"

"Gunting rambut."

"Baiklah."

"Ah? Apa yang akan kamu lakukan?"

"Memperbaiki penampilanmu."

Beberapa saat kemudian dengan cepat Wanda kembali membawa gunting berwarna silver dengan sedikit keemasan yang begitu mengkilap.

"Terima kasih, kamu bisa pergi."

"Ah, kamu membuat seolah-olah mereka adalah pelayanmu."

"Duduk dengan baik, dan jangan terlalu banyak bergerak."

"Apakah tidak ada cermin? Aku tidak bisa melihat hasilnya." dengan sedikit ragu.

"Sudahlah, kami terlalu meragukanku."

Kemudian Maria mulai mengambil gunting ku dan langsung mengangkat keseluruhan rambut itu sampai ke atas dan menggunting nya langsung tanpa lama.

"Tunggu! kamu tidak menggunting sembarangan bukan?"

"Tentu tidak, diam saja dulu dan jangan banyak bertanya."

"Baiklah."

Setelah semuanya terpotong dengan sekali gunting, yang tersisa adalah bagian-bagian poni dan belakang nya yang akan di rapikan.

Dia mulai dengan menghabiskan rambut kanan dan kiri yang begitu panjang, lalu beralih semakin ke belakang, di gunting dengan perlahan tapi cukup cepat.

Dua puluh menit kemudian, wajahnya benar-benar terlihat bosan duduk disana.

"Baiklah, sudah selesai."

"Hah? Sudah selesai? Aduh! Rambut-rambut ini begitu gatal."

"Kamu harus mandi lagi dan membersihkan seluruh kepalamu dengan benar, ini sudah sore, lalu kita akan melanjutkan belajar sihir nya lagi seperti tadi."

"Bagaimana denganmu? Kamu tidak pulang kerumah?"

"Ah, apakah itu kata-kata untuk mengusirku secara halus?"

"Em, tidak maksudku, aku akan mandi dan apa yang akan kamu lakukan? Aku pasti akan membuatmu menunggu."

"Tidak masalah, aku akan menunggumu."

Ucap Marie.

Mereka berdua berjalan kembali masuk ke dalam rumah dan Marie yang akan tetap menunggunya hingga dia selesai.