Kinara mengangkat telepon masuk itu, panggilan dari Tiara yang sudah ia mintai tolong untuk mendekati wanita simpanan Abimana. Siapa tahu memang ada yang penting, atau informasi baru yang bisa membuat Kinara semakin mampu untuk memberikan serangan pada mantan suaminya. Tiara tak mungkin menghubungi tanpa adanya alasan kuat, terlepas dari keduanya yang memiliki hubungan pertemanan sejak di bangku SMA.
"Ya, halo. Apa kau sudah mendapatkan sesuatu?" tanya Kinara tanpa banyak basa-basi. Ia tidak menyukai perbincangan lama tanpa suatu kepentingan dan malah menghabiskan banyak waktunya. "Kau mendapatkan informasi?"
"Ya, aku rasa. Setidaknya anggapanku saat ini memang seperti itu, Kinara," jawab Tiara dari kejauhan.
Dahi Kinara mengernyit. Oh rupanya, Tiara masih sebatas menduga-duga. "Jadi, ... apa yang membuatmu beranggapan seperti itu, Tiara? Kau tak mungkin menghubungi jika tak ada sesuatu yang penting, dan aku rasa kau memang menemukan hal terpenting tersebut."
"Mm, ya, kau benar. Apalagi kau bukan orang yang bisa diganggu kapan saja. Well, yah, sepertinya aku menemukan di mana Abimana menyembunyikan wanita simpanan itu, Kinara. Sebuah apartemen dan aku rasa, apartemen ini adalah miliknya, milik mantan suamimu itu. Dia memberikannya pada Bianca. Apartemen ini terlalu mewah untuk dimiliki wanita biasa yang bahkan tak jelas pekerjaannya."
Kinara menarik napas. Gusar. Sebuah apartemen? Jika dugaan Tiara merupakan sebuah kebenaran, maka Abimana memang sudah tergila-gila pada wanita simpanan itu. Hatinya berdenyut sakit, seolah ada luka baru dari tusukan yang dilesatkan oleh sesuatu yang bisa menjadi sebuah fakta. Abimana memberikan gedung apartemen secara cuma-cuma, bahkan ketika belum lama ini diceraikan oleh istrinya.
Apakah benar-benar tidak ada sedikit pun rasa cinta? Atau setidaknya kasih sayang yang masih tersisa di hati Abimana untuk Kinara? Apakah selain memiliki segudang sifat buruk, Abimana memang manusia yang setega dan sebejat itu?
Kinara menarik napas, memejamkan mata, lalu mengatur degup jantungnya. Ia tidak ingin terlihat lebih buruk, apalagi di hadapan Kresna yang sejak tadi diam di sampingnya. Namun Kinara tahu jika kegemingan Kresna bukan berarti hanya diam tanpa melakukan apa-apa. Kresna menatap dan kemungkinan besar sedang meneliti apa yang terjadi pada sang klien VVIP tersebut.
Terlebih ketika Kinara menunjukkan gelagat yang aneh. Hendak disembunyikan bagaimanapun, Kresna akan tetap tahu. Ia terlalu pandai untuk mencermati diri orang lain, termasuk perasaan orang yang ia amati saat ini. Ada yang tidak beres. Jemari gemetar yang mencengkeram setir mobil itu saja sudah membuktikan bahwa Kinara sedang tidak baik-baik saja.
Well, mana ada wanita yang langsung bahagia setelah mengalami proses perceraian yang panjang. Namun, kali ini, Kinara lebih memberikan respons menyedihkan. Sepertinya wanita bernama Tiara itu memberikan informasi yang sangat mengagetkan. Kresna ingin mencoba menenangkan, tetapi ia tidak ingin bersikap konyol terlebih dahulu di saat Kinara tampak tak ingin diganggu.
"Kau baik-baik saja, Kinara? Halo?" Tiara mengambil suara setelah menyadari kegemingan yang menangkup diri sang lawan bicara. Sempat ia bertanya-tanya; apakah aku sudah salah dalam berbicara atau bahkan mengambil keputusan untuk mengatakan informasi yang aku dapatkan?
Kinara mengembuskan napas secara perlahan setelah sempat ia hela begitu dalam. Tak ingin semakin mengkhawatirkan, ia lantas berkata, "Terima kasih. Tapi kau harus memastikan bahwa apartemen itu milik Abimana, tanpa menuduhnya memberikan aset itu pada wanita simpanan itu terlebih dahulu. Siapa tahu wanita itu pemilik aslinya."
"Kau masih berharap dia …?" Tiara langsung terdiam dalam beberapa detik. "Oh, tidak, maksudku ya. Aku akan mencari tahu sekaligus menyamar sebagai orang biasa untuk mendekati wanita itu seperti kemauanmu, Kinara."
"Kau bertindak sendiri?"
"Ya. Kupikir kau tidak akan merasa nyaman sekaligus aman ketika aku menggunakan jasa orang lain. Dan ya, selain itu, aku tidak bisa meminta bantuan pada salah satu pengawal kedua orang tuaku. Kau tahu sendiri, mereka masih belum menyerah atas diriku untuk bisnis dan perjodohan. Orang-orang dari Ayah dan Ibu bisa saja membuat laporan pada mereka."
"Tapi, itu berbahaya. Kau bisa ketahuan."
"Tidak akan, tenang saja. Ada sesuatu yang membuatku turut jengkel pada Abimana, siang tadi aku mendatanginya dengan dalih ingin mengucapkan turut bersedih."
Kinara menelan saliva. "Oh... lalu, kau sudah mengetahui sisi buruknya? Dia menuduh bahwa aku yang mengirimmu?"
"Analisamu sangat benar, Kinara."
"Aku terkejut karena dia orang yang seperti itu, tapi, aku juga tidak bisa membiarkannya begitu saja. Aku tidak ingin seperti ini sendirian." Kinara mencengkeram kuat setir mobilnya lagi. Matanya menatap ke depan dengan tajam dan nanar. "Aku akan membuat perhitungan."
Dan setelah berucap demikian, Kinara mematikan panggilan itu secara sepihak. Bahkan, tidak ada kata pamit yang ia ucapkan. Dalam kebisuan yang berisi amarah besar tersebut, Kinara langsung melaju mobilnya dengan cepat. Yang mana sikapnya membuat Kresna sangat terkejut, sementara pria itu langsung berpegangan kuat-kuat.
"Nyonya, nyonya! Ini bukan arena balap!" teriak Kresna yang cukup ketakutan dengan tindakan Kinara yang main kebut-kebutan.
"Hubungi Abimana, atau sekretarisnya atau siapa pun yang bisa Anda hubungi untuk bisa bertemu dengan pria itu. Katakan pada siapa pun itu, bahwa saya akan datang ke perusahaannya, dan jika Abimana tak mau datang saya akan mengobrak-abrik seisi perusahaan itu!" titah Kinara begitu geram.
Perasaan marah dan dendam. Entah karena pengkhianatan yang lalu atau karena dugaan yang baru. Semuanya tak bisa Kinara kendalikan. Ia begitu kesal, rasanya sangat ingin menampar pipi sang mantan. Namun yang pasti, ia tidak terima jika Abimana sudah berbahagia dengan sang wanita simpanan. Kinara harus menghancurkan mereka dan pertama-tama ia perlu merebut A&K Diamond dengan cara memberikan ancaman berupa tuntutan atas masalah penggelapan dana yang dilakukan Abimana di gerai perhiasan itu sendiri.
"Nyonya jika Anda tidak bisa bersikap lebih tenang, saya tidak akan melakukan apa yang Anda perintahkan! Setidaknya saya masih ingin hidup agar bisa melakukan perintah tersebut!" tegas Kresna membangkang.
Detik itu juga, Kinara langsung memperlambat laju mobilnya, menepi, lalu menghentikan kendaraan itu. Alih-alih tenang seperti yang Kresna inginkan, napasnya justru memburu begitu cepat, seolah dirinya baru menyelesaikan maraton satu kilometer.
"Anda baik-baik saja?" tanya Kresna sembari mengulurkan tangan mencoba menyentuh lengan Kinara, tetapi dalam waktu cepat ia segera mengurungkan niat tersebut. "Nyonya?"
"Aku ... tidak sekuat itu ...." Nyatanya amarah dan segala energi yang sempat terkumpul dan nyaris meledakkan ubun-ubun mendadak melemah. Jiwa Kinara bagaikan melayang, kalah oleh hantaman badai yang baru saja menerpa hati dan pikiran. Segala perasaan negatif berbaur dan membuatnya cukup bingung pada perasaan mana yang bisa ia jadikan sebagai acuan untuk sekarang.
"Nyonya ...?" Oh, Tuhan! Kresna pun kebingungan. Bagaimana ia bisa menenangkan hati sang Nyonya? Apalagi wanita itu bukanlah wanita biasa.
Namun, Kresna tidak boleh berdiam diri begitu saja, bukan?
"Entah apa yang membuat Anda menjadi terpuruk seperti ini, setelah sebelumnya nyaris begitu bersemangat. Tapi, Nyonya, sejak mengawal Anda sebagai pengacara, saya tidak pernah melihat Anda menangis. Entah Anda yang pandai menyimpan air mata, atau bagaimana. Tapi, jika saat ini beban yang Anda pikul benar-benar sangat berat sampai tidak bisa dijinjing lagi, sepertinya air matalah yang akan membuat beban itu sedikit lebih ringan daripada sebelumnya."
Kresna yakin Kinara telah menyimpan tangisan dan rasa sakit setelah sekian lama. Sejauh ini, ia merasa heran dengan kekuatan yang menangkup diri wanita itu. Namun, sebagai seorang pengacara yang sangat cermat, ia pun tahu bahwa Kinara hanya sedang berpura-pura. Ya, berpura-pura untuk baik-baik saja sampai tidak terlihat sedang terpuruk atas pengkhianatan Abimana.
Sayangnya, ucapan Kresna tidak lantas membuat Kinara menurut begitu saja. Sejak awal ia sudah berjanji untuk tidak menumpahkan air mata. Lebih baik tubuhnya meledak karena tak sanggup menahan semua beban yang dipikulnya, daripada ada tangisan mahal yang mendadak keluar dari pelupuk mata, terlebih hanya untuk menangisi sang mantan suami yang tak berhati.
"Sa-saya baik-baik saja. Jangan ikut campur, kecuali untuk masalah hukum!" Selepas menghela napas panjang, Kinara berkata demikian.
Kresna mendesah, merasa lelah pada sifat keras kepala milik wanita yang lebih tua darinya itu. Padahal dari gemetar yang menerpa diri, Kinara terlihat jelas bahwa sedang mengalami guncangan hebat.
Bujukan bukanlah sesuatu yang bisa menghentikan ego seorang Kinara. Kinara bahkan rela menderita, kesulitan, dan kerap bersikap berbeda-beda. Meski mengesalkan, Kresna tidak bisa membenci Kinara. Justru rasa iba yang muncul di hati Kresna teruntuk Kinara yang cukup gila. Dan bagaimana cara menghentikan laju pembalasan dendam wanita itu? Sepertinya Kresna harus mencari cara, daripada hanya menurut dan tidak berbuat apa-apa.
***