Klub di desa? Ya, Klub cerdas cermat yang terbuka untuk umum di kelurahan, sedang membuka kesempatan untuk anggota baru yang ingin bergabung, memang kebanyakan pembina dan anggota klub adalah pemuda dan remaja, dan hanya ada sedikit orang dewasa sebagai pembina klub.
"loh, kok diem aja, ayo sini gabung sama kita, makan bareng"
Itu pertama kalinya aku bicara dengannya tepat dihari pertama dia bergabung dengan klub.
"eh ia, tapi aku gak ikutan makan yah"
Delon berkumpul dengan para kaum adam yang sedang berbincang di dalam ruangan, sedangkan para wanita kebanyakan berada di teras sambil makan.
Aku baru kali itu berinteraksi dengan Delon walaupun aku sudah lama tau tentang Delon karena kami tinggal di daerah yang sama, namun tidak saling mengenal. Bagaimana dengan Sarah? Dia dan Delon hanya sekolah di SMP kelurahan sehingga mereka sudah kenal lumayan lama, begitu juga dengan anggota klub yang lain, mereka lebih akrab dibandingkan aku, karena aku waktu itu sekolah di kota.
**
"lombanya sebulan lagi" aku bergumam sambil duduk di ruang latihan.
Delon sedang mondar mandir di sampingku sambil menghafalkan materi.
"gimana?" kataku agak kencang supaya terdengar oleh Delon.
Delon berhenti dari mondar mandirnya dan menatap ke arah suara.
"gimana apanya?" tanya Delon kebingungan.
Aku berdiri lalu berjalan mendekati Delon.
"kan ini kompetisi pertamamu" kataku.
Delon berpikr sejenak seraya merenungkan bagaimana ia akan mengikuti kompetisi pertamanya bersama klub ini.
"yah, gimana ya, berusaha kasih yang terbaiklah pastinya" kata Delon dengan penuh percaya diri.
Aku hanya tersenyum mendengarnya.
Nath flashback
"gimana aku gak baper, tau gak waktu natalan kemaren dia tuh perhatian banget. Pas udah malem kan masih jalan-jalan tuh, terus dia chat ke aku, dia nyuruh aku pake mantel lah, dia tanya udah makan apa belum lah" kata Sara dengan wajah cemberut.
"aku jadi ikutan bingung, ribet amat ngurusin percintaan orang lain" kataku sambil memegang kepala.
Aku tersadar dari lamunanku, ku tatap Delon sekejap sebelum beranjak untuk kembali duduk.
"WOY!!"
Aku kaget dan sontak aku langsung berdiri dengan cepat.
*bugh
"adu du duh"
Ada yang meringis kesakitan. Ternyata orang jahil emang bakal kena karmanya hehe..
"eh maaf, lagian kamu ngapain ngagetin aku sih", kataku yang nahan rasa kesal sekaligus nahan tawa sambil tangan kiriku memegang dagu yang kena hantaman kepalaku, dan tangan kananku mengelus kepalaku sendiri.
"lagian serius amat sih", katanya sambil tangannya menurunkan tanganku dari dagunya.
Delon yang tersadar dengan kejadian barusan malahan tertawa.
"ada ada aja sih kalian berdua", katanya sambil menuju ke tempat duduk yang berseberangan denganku.
"udah ah, jangan gangguin aku, hafalanku masih banyak nih", kataku sambil kembali duduk.
"iya iya, maaf", katanya.
"heh zio, lagian nih ya jangan ngarep bisa satu tim sama Nath, udah tiap hari kalian nempel mulu, curhatan di mana-mana pula, mendingan bantuin aku buat hafalin materiku ini." kata Delon.
Begitulah kami berdua. Aku dan Azio udah kenal dari kecil bahkan sebelum kami TK, karena rumah kami berdekatan jadi kami sering main bersama.
Aku bahkan sering kabur dari rumah untuk pergi main ke rumah Azio karena dia waktu kecil di awasi orang tuanya bahkan untuk keluar bermain saja tidak boleh, hanya boleh main di area rumah.
Aneh ya, anak cowok kok di jagain sampe segitunya, tapi begitulah cara orang tuannya menjagannya supaya gak jadi anak nakal kali yah.
Jadi karena itulah kami bersahabat sampai sekarang, tak ada rahasia di antara kami karena rasa kepercayaan satu sama lain sangat besar, terlebih kami juga punya banyak kesamaan, maklum lahirnya di bulan yang sama juga, cuma beda dua tanggal tapi dia setahun lebih tua dariku.
**
Duduk..
Ngeliatin HP...
Buka BBM
(Ehh, masih ingat sama BBM kan. Waktu itu lagi maraknya pake BBM sih jadi chattingan tuh masih pake BBM)
Bengong..
Hanya menatap isi ruang chat yang kosong. Berpikir untuk mengatakan sesuatu, mengetikan sesuatu, pada dia yang sesuatu *wkwkw
Akhirnya....
*PING!!!
Ku tekan juga tombol itu. Tak berselang lama ada balasan yang masuk.
Ya?
Seketika jantungku serasa berhenti berdetak. Saking bingungnya mau balas apa, ku diamkan chat itu beberapa saat untuk berpikir. Tapi masuk lagi pesan dari kontak yang sama 'ada apa?'.. aku makin bingung, ku tenangkan jiwa dan raga ini *wkwk.. akhirnya aku punya ide untuk memulainya.
Hafalanmu udah sampe mana?
Oh, hafalanku masih dua lembar lagi sih
Latihan berikutnya datangkan?
Iya, datang kok. Emangnya kenapa?
gak sih. Cuman nanya doang
ohh. Kalau kamu gimana? Udah kelar hafalannya? Hmm.. kayaknya udah sih ya hehe
gak juga sih, masih ada dikit.
Ohh gitu yah
Canggung banget deh chattan nya. Tapi aku juga gak mau terlalu memikirkan hal itu, yah lagian kan sebenarnya gak ada hubungannya dengan ku, hanya saja aku pengen bantu temanku, terus kalau di pikir pikir seru juga nih kalau sekali sekali aku kerjain mereka kan haha, kali aja bisa jadian.
Tapi tujuanku bukan buat mereka jadian, melainkan untuk memperjelas apa yang harus diperjelas. Soalnya aku prihatin banget lihat si Sara yang tingkat kebucinannya itu udah merajalela di dalam hatinya itu *eaa
Dari pada pusing mikirin hal itu, aku ngajakin Azio buat ketemu, pengen curhat, mencurahkan segala keresahan hati ini untuk memperoleh kelegaan dalam jiwa *wkwk.. aku chat ke Azio kalau dia bisa untuk datang ke rumahku. Tak lama kemudian dia datang.
Seperti kebiasaannya yang suka ngagetin orang, karena aku duduknya di kursi yang membelakangi pintu, bayangin deh, dia mengendap ngendap lalu dia lompat dari belakang sofa, yang tau taunya udah duduk di sampingku. Ibuku sampe teriak 'Nath apaan tuh yang bunyi?!' si Azio pun teriak 'sorry tante, ada orang ganteng mendarat'. Keluarga kami emang udah dekat banget hubungannya, udah kayak keluarga sendiri juga. Tapi nih orang tuh tingkat ke PD annya ketinggian parah.
Azio menatap kearahku
"kenapa kamu?"
Aku balik menatapnya dengan tatapan lekat
"syukur aku gak punya penyakit jantung!" kataku penuh penekanan.
Dia malah menertawakanku. Sungguh menyebalkan. Tapi tak lama setelah itu Sara chat ke aku, dia bertanya soal Delon, aku pun menjawab kalau saat ini masih biasa saja soalnya baru mulai jadi chattannya basa basi dulu. Dia minta screenshots chattan ku sama Delon, ya sudah, ku kirimkan.
Sara memintaku untuk mengirimkan chat nya ke Delon dengan aku sebagai prantara. Menyebalkan. Tapi itulah jaman umur dibawah 15 tahun, kalau sekarang dibilang bucin, kayaknya waktu itu apa ya.. cinta moyet bocah kali yah haha.. ku ikuti apa yang dikatakan oleh Sara.
Terasa di sekitar telinga kananku agak hangat seperti ada hembusan nafas, aku pun menengadah ke sumbernya, eh sumbernya malah memalingkan mukannya seakan tidak melakukan apa apa. Ternyata Azio sedari tadi sudah membaca chattanku dengan Sara.
Aku mendorong pundaknya dengan kesal.
"ihh, ngintip chat ku yah"
Azio yang sudah berada di lantai hanya tertawa kecil lalu menatapku.
"ngapain sih ngurusin kisah orang lain? Mendingan ngurusin kisah kita aja gimana", kata Azio yang tak bangkit dari lantai dan bicara dengan ekspresi menggoda.
Wajahku pun sontak jadi merona karena perkataan Azio itu. Dia memang sering menjahiliku apalagi dengan candaannya yang selalu menggodaku, tapi tetap saja dia pria dan dia mengatakan hal seperti itu kepadaku, aku juga orang yang pemalu, walau begitu aku sudah cukup terbiasa dengan hal itu dan selalu menganggapnya lelucon untuk menghiburku atau mengerjaiku.
"apasih Zio" kataku sambil menutup wajahku dengan ponsel.
Azio bangkit dari lantai lalu duduk jongkok menghadapku, dia mengambil paksa ponselku dan menatapku dengan serius.
"ohh, ayolah Nath, kenapa kau harus melakukannya. Nyusahin aja"
Aku menatapnya dengan cemberut.
"hei, Sara juga temanku, lalu apa salahnya membantu teman?"
Azio berpindah duduk kembali di sampingku.
"tapi ini kan hanya membuang waktu, dan.... Sangat kekanakan. Bocah"
Aku menatapnya dengan tatapan kesal, namun dalam hati aku membenarkan perkataannya. Kuperdengarkan hembusan nafasku yang kasar.
"memang sih ini kekanakan. Tapi kau tenang saja, lagi pula aku melakukannya hanya sekedar untuk memberi pelajaran cinta pada Sara, skalian aja aku belajar jadi detektif", kataku diikuti dengan tawa kecil di akhir.
"yaelah, pelajaran cinta", katanya sambil tetawa.
Ia kemudian mengembalikan ponselku.
"kalo pelajaranya kekurangan siswa, ntar aku daftar deh", katanya sambil terus tertawa.
"terus, kalo mau jadi detektif ajak aku juga dong", katanya masih terus tertawa.
Kuusapkan tanganku di wajahnya yang cengengesan itu.
"ketawa terus sampe besok", kataku kesal.
Ia balik mengusapkan tangannya di wajahku dengan cara merangkulkan tangannya di leherku hingga telapak tangannya meraih wajahku dari belakang.
"iyee becanda", katanya yang masih saja cengengesan.
Kami terus berbincang, lebih tepatnya bercanda.