Acara pesta yang sangat meriah dan dihadiri oleh banyak sekali pejabat itu telah selesai.
Gava juga Rasyid telah berada di kamar pengantin mereka. Kamar yang sudah dihias begitu indah.
Ada ranjang yang sangat besar dan mewah. Ranjang yang baru saja dibeli satu minggu yang lalu oleh Gava sebagai pertanda bahwa dirinya telah memasuki kehidupan yang baru hari ini.
Ada juga bed cover bermotif bunga warna merah menyala ditambah dengan ornamen bulu berwarna merah senada. Sungguh indah luar biasa.
Gava juga Rasyid duduk di atas ranjang tersebut. Mereka berdua seperti dua orang yang sama sekali tidak pernah berinteraksi.
Ada butir-butir keringat yang tiba-tiba mengalir di wajah Gava.
Gava merasa gemetar berada di dalam kamar berdua bersama laki-laki. Sesuatu yang sama sekali tidak pernah terjadi dalam kehidupannya.
"Kamu tidak ingin mengganti pakaian pengantinmu?" tanya Rasyid kepada Gava.
"Oh iya, aku harus menggantinya ya," kata Gava menjawab apa yang disampaikan oleh Rasyid.
"Tidak diganti juga tidak apa-apa. Kamu tambah cantik dengan riasan seperti itu tapi bagaimana nanti kalau kamu mau shalat. Kamu belum shalat Isya kan?"
"Sudah. Shalat Isya nya sudah aku jamak tadi sebelum aku keluar."
"Oh ya bagus dong artinya saat ini kamu tidak memiliki beban lagi."
"Shalat itu bukan beban. Shalat itu adalah perwujudan kerinduan kita kepada Tuhan. Kalau kita rindu kita shalat, kalau kita tidak shalat berarti kita tidak rindu pada Tuhan."
Rasyid tersenyum. Dia menatap perempuan itu. Perempuan yang saat ini telah sah menjadi istrinya. Dia boleh melakukan apapun dengan wanita di sampingnya itu mulai hari ini.
Rasyid menyentuh jemari perempuan itu lantas menciumnya. Jemarinya terasa sangat dingin.
Dia tidak pernah menyangka bahwa perempuan ini yang akan menjadi jodohnya. Perempuan ini yang akan menemaninya menjalani hari-harinya ke depan kelak.
"Kalau kamu rindu kepada Tuhan maka kamu akan shalat, kalau kamu rindu kepadaku, apa yang akan kamu lakukan?" bisik Rasyid lirih di depan Gava.
Gava menunduk. Dia malu. Dia tidak tahu apa yang harus dia kerjakan saat ini. Sebanyak apapun teman-temannya, dia tidak pernah berduaan dengan laki-laki di dalam kamar tanpa siapapun. Kali ini Gava sedang berduaan dengan laki-laki di dalam kamar. Sungguh, jika boleh memilih Gava ingin sekali keluar dari kamar ini kemudian meninggalkan Rasyid seorang diri di kamarnya.
"Kenapa tidak menjawab? Kalau kamu menunduk terus begitu, bagaimana aku bisa melihat wajah cantikmu?" uji Rashid sambil kemudian mengangkat dagu Gava sehingga wajah mereka bertatapan sangat dekat.
Rasyid melayangkan satu kecupan dibibir Gava, di bibir indah yang saat ini terhias lipstik berwarna merah menyala.
Gava diam saja menikmati kecupan itu. Dia tidak ingin melakukan apapun saat ini, tubuhnya membeku seperti sedang berada dalam lemari pendingin.
"Hari ini aku adalah suamimu yang jika kamu rindu kepada Tuhanmu kamu juga boleh mendatangiku. Sebagai perwujudan rindu kepada Tuhan bisa kamu lakukan dengan jalan membahagiakanku."
Gava diam. Dia semakin malu ketika Rasyid akhirnya melepaskan jilbab yang sedang menutup kepala dan rambutnya.
Tiba-tiba saja rambut Gava tergerai indah.
Rasyid mencium rambut itu. Wanginya tiada tara.
Ingin sekali Rasyid terus mencium tetapi itu tidak mungkin dia lakukan.
Ada sesuatu yang lebih ingin dia lakukan saat ini yaitu membuat sebuah penyatuan antara dirinya dan istrinya Gava.
"Aku boleh kan menciummu lagi?" kata Rasyid.
Rasyid terus berusaha mengeksplor kalimat-kalimat manis agar Gava meresponsnya karena sepertinya sangat sulit sekali membuat Gava membuka dirinya.
"Kamu belum menjawab pertanyaanku. Aku bolehkan menciummu?"
Gava semakin menunduk dan dengan sangat beraninya Rasyid yang telah memiliki legalitas atas diri Gava lantas menyentuh bagian belakang dari tubuh Gava.
Gava bergidik, dia beringsut, tubuhnya seperti tiba-tiba mengecil ketika tangan Rasyid membuka resleting bagian belakang gaun pengantinnya. Kemudian tangan itu masuk ke dalam kulit, tangan itu jelas menyentuh kulit punggung Gava.
Tubuh Gava meremang. Dia tidak tahu apa ini, pastinya dia merasakan seperti ada sengatan listrik dengan beratus-ratus volt sedang menyerangnya.
Menit selanjutnya, Gava sudah berada dalam pelukan Rasyid.
pelukannya semakin erat
Rasyid terus saja mengeksplor keinginannya. Dia ingin sekali merasakan yang selama ini dia lihat.
Beberapa kali Rasyid sempat melihat video-video yang ada di media sosial maupun yang bertebaran di YouTube.
Saat malam pertama ini, Rasyid ingin sekali menjadikan malam pertamanya sebagai sarana untuk menumpahkan hasratnya yang selama ini terpendam.
Usia Rasyid memang tidak muda, hasrat seksualnya pun luar biasa tetapi dia sama sekali tidak pernah terikat dalam sebuah pernikahan. Itu yang membuat dirinya mengalihkan keinginannya dengan melihat konten-konten yang mengarah kepada hubungan seksual.
Dan malam ini.
Malam dimana dia bebas melakukan apapun dengan lawan jenisnya. Gava adalah lawan jenis yang dia pilih untuk memenuhi semua hasrat seksnya. Itu sebabnya Rasyid berusaha semaksimal mungkin melakukan yang dia mau. Dan dia yang pertama memperkenalkan kepada Gava.
"Aku sangat ingin kamu menyentuh diriku kemudian kamu belai dengan lembut dan rasakan. Ada sesuatu yang terasa nikmat di sana. Kamu pasti akan bisa menikmatinya nanti."
Gava meminjamkan matanya. Dia kemudian menyembunyikan wajahnya di antara dada Rasyid sedangkan tangannya dibimbing oleh Rasyid untuk menyentuh sesuatu yang paling istimewa dari bagian tubuhnya.
Sesuatu yang sudah lama dipegang kini benar-benar menggila. Dia membesar luar biasa terutama ketika tangan lembut Gava membelai-belai kemaluannya itu.
Rasyid memejamkan matanya dengan penuh kenikmatan. Entah mengapa pelayan Gava kali ini terasa luar biasa. Dia rasanya tidak ingin tangan Gava pergi dari tempat itu. Dia ingin Gava terus berada di sana dengan tangannya yang memilin-milin menimbulkan sensasi tersendiri bagi dirinya.
Rasyid mencium kening Gava dengan penuh kelembutan. Dia kemudian beralih tempat. Rasyid berada di atas menguasai permainan
Melihat wajah lembut yang memerah sungguh luar biasa indah.
Gava memejamkan matanya ketika lidah itu meneliti keseluruh centi kulitnya. Sepertinya dia tidak mempunyai pilihan kecuali merasakan getaran. Bunyi getaran yang terus menerus datang.
Lidah yang basah itu memberikan sensasi gelitik tersendiri bagi Gava. Terutama ketika lidah itu berputar-putar di dua benda kenyal yang membesar di dadanya. Benda kenyal berwarna putih dengan ujung yang mulai memerah.
Rasyid memilin-milin benda kenyal itu kemudian meremasnya berganti lagi dengan kuluman demi kuluman.
Gava menggeletar seperti sedang berada di dalam sebuah permainan yang dia sendiri tidak tahu apa namanya.
Gava tidak berani melawan karena tubuhnya sendiri sebenarnya menerima setiap perlakuan perlakuan indah yang Rasyid berikan. Pada tiap sentuhan yang Rasyid hadirkan, Gava memejamkan matanya, menikmati setiap gairah yang meletup-letup dalam dirinya hingga kemudian Gava merasakan sesuatu yang hendak melesak masuk ke lubang sempit kecil sambil berkata lirih,
"Ssssakit," katanya.
"Sabar.... Rasa sakitnya akan segera hilang. Kamu nikmati saja ya...."
Beralih kepada dua bukit kenyal yang ada di dada Gava, Rasyid kembali menghisapnya supaya Gava tidak merasakan sakit yang teramat sangat di area bawah tubuhnya.
Rasyid kemudian melakukan penekan yang lebih dalam.
Gava meringis, jemarinya menarik-narik sprei yang ada di sekitarnya. Dia melirik tetapi Rasyid terus saja berjuang. Dia melakukan hentakan demi hentakan terkadang pelan terkadang juga sangat kasar. Mereka berdua sama-sama berada di puncak kenikmatan. Gava menjerit, hasil pergumulan mereka sama-sama merasakan kepuasan hingga kemudian mereka berpelukan dan rebah di ranjang masing-masing.