webnovel

Tigapuluh

Entah karena belum terbiasa atau karena canggung, Troy terkadang lupa untuk memberikan pelukan dan ciuman kepada Fenita. Di minggu pertama, Fenita dengan sabar dan telaten mengajarkan kepada Troy bagaimana cara memeluk dan mencium. Di minggu kedua, Troy yang sudah mulai membiasakan diri dengan perlakuan itu menjadi terlena. Bahkan selalu menanti kapan waktu baginya untuk memeluk dan mencium istrinya itu.

Saat Fenita menghentikan mengajari Troy, lelaki itu terkadang lupa. Baru ingat saat di kantor atau perjalanan berangkat. Kalau masih belum terlalu jauh, dengan senang hati Troy akan kembali ke rumah dan melengkapi rutinitas paginya itu. Tapi kalau sudah jauh, biasanya dia hanya akan mengirimkan pesan permohonan maaf dan berjanji akan merapelnya saat pulang kerja.

Layaknya sepasang anak muda yang tengah jatuh cinta, Troy selalu saja merasa deg-degan. Padahal dia sudah bukan anak ABG lagi, umurnya sudah hampir 35 tahun sekarang. Tapi itu yang dirasakan Troy saat ini. Setiap kali dia mencium Fenita dan memberikan pelukan hangat.

"Jangan bilang sekarang ada yang lagi jatuh cinta nih." seloroh Digta saat mengamati gelagat Troy.

"Omaigat, jangan bilang gitu. Dia pasti berusaha mengelak mati-matian." tambah Aaron menimpali.

Hanya lirikan tajam yang Troy berikan untuk memprotes kedua sahabatnya ini. Dalam hati, Troy memikirkan perkataan Digta.

"Aku nggak gini amat waktu sama Belle." tepat seperti dugaan Aaron, Troy menyangkal.

"Itu karena kalian terlalu diburu napsu."

"Juga karena kalian dulu saling suka, beda cerita sama yang sekarang." Digta menambahi.

Apa benar semua yang Troy rasakan ini karena dia sedang jatuh cinta? Kenapa berbeda dengan apa yang dirasakan oleh Troy saat bersama Belle? Apa karena dia sudah lupa bagaimana rasanya jatuh cinta? Atau seperti perkataan Digta, bahwa pengalaman kali ini berbeda dengan saat dia bersama Belle?

"Kayanya kalian berlebihan. Kalaupun akhirnya jatuh cinta sama Fenita, apa itu salah?"

"Salah sih nggak, toh dia udah jadi istri kamu kan. Tapi mungkin perlu banyak yang diperbaiki diantara kalian." ucapan Aaron benar-benar selalu bermakna. Entah karena dia yang paling tua diantara mereka atau karena pengalaman berumahtangganya yang lebih banyak ketimbang keduanya?

"Tapi Fenita mau kuliah di luar negeri." kata Troy dengan lirih.

"Dimana?"

"Nggak tau. Fritz Mayer yang mengurusi semua keperluan kuliah Fenita. Bahkan dia nggak mau ngasih tahu dimana dia akan kuliah."

Baik Aaron maupun Digta saling bertukar pandang. Berbagai pertanyaan menghantui pikirannya seolah ingin segera diungkapkan.

"Serius?"

"Apa hubungan Mayer sama Fenita?"

"Dimana mereka kenal?"

"Apa mereka udah lama kenal?"

Dan masih banyak lagi pertanyaan yang sudah berbaris di kepala keduanya yang ingin segera dikeluarkan.

Dengan muka yang penuh tekanan dan rasa lelah, Troy menghela napas dan mempersiapkan diri untuk menjawab pertanyaan kedua sahabatnya yang bagai interogasi.

"Nggak tahu kapan mereka mulai kenal, kalau kata Fenita, dia sudah mengenal Mayer sejak masih bekerja di restoran."

"Whoa, sepertinya ada yang auto punya saingan nih." godaan Digta meluncur begitu saja.

Entah karena tak tahan mendengar ejekan dan godaan dari Aaron dan Digta atau karena dia ingin cepat-cepat bertemu Fenita, Troy segera mengakhiri pertemuan itu.

"Balik dulu. Daripada cuma jadi bahan ejekan kalian." kata Troy sambil bangkit dari kursinya. Mengenakan jas yang sedari tadi teronggok tak berdaya di sisinya.

"Alah, bilang aja udah kangen sama bininya."

"Hush jangan gitu, Dig. Kalau beruntung, dia bisa olahraga malam ini." godaan demi godaan tak berhenti berdengung di telinga Troy. Hingga akhirnya dia seorang diri di dalam mobilnya.

Meski Aaron dan Digta selalu saja menggodanya dan berbagai macam kelakuan absurd selalu menjebak Troy, tapi tak dapat dipungkiri bahwa persahabatan mereka semakin erat karena itu.

Sebelum mengemudikan mobilnya, Troy menyempatkan diri mengirimkan pesan kepada Fenita. 'Aku perjalanan pulang, mau titip apa?'

Setelah sepuluh menit tak ada balasan, Troy melajukan mobilnya menuju rumah.

"Mungkin Fenita udah tidur, lagian ini kan udah malem." gumam Troy sembari melirik jam tangannya. Tak terasa sudah hampir pukul sebelas malam.

Sesampainya di rumah, Troy terkejut karena tidak dapat menemukan keberadaan Fenita di kamarnya. Padahal menurut kesepakatan, mereka harusnya tidur bersama. Yah walaupun memang tidur dalam arti yang sebenarnya. Tapi sekarang dia merasa bahwa dia tidak dapat tertidur sebelum mencium bau tubuh Fenita. Bau khas yang sangat menenangkan dan membuatnya merasa damai.

"Dimana dia?"

Saat sedang mengutak-atik ponselnya untuk menelepon Fenita, pemuda itu langsung mengurungkan niatnya. Dia tidak mau mengganggu Fenita selarut ini. Dengan langkah lemasnya, Troy berjalan menuju kamar fenita, berharap disana tertinggal wangi Fenita yang akan membuatnya tertidur lelap. Sekali lagi Troy tidak paham dengan pemikiran istrinya itu. Ternyata Fenita tidur di kamarnya sendiri.

Akhirnya Troy ikut tidur di kamar Fenita. Di tempat tidur yang sempit itu, membuat Troy terpaksa tidur miring. Namun Troy menyukainya karena dia akan lebih dekat dengan Fenita dengan pose ini. Dia bisa dengan puas mencium wangi Fenita sambil tidur.

...

Kesepakatan yang dibuat Fenita sudah berjalan dua bulan, itu artinya sebulan lagi akan berakhir. Meski merasakan kesedihan, tapi Fenita tetap merasa senang. Senang karena pada akhirnya dia bisa merasakan kehidupan berkeluarga yang normal. Seperti apa yang selama ini dia bayangkan. Dan saat meninggalkan Troy, dia akan merasa tenang dan iklas merelakannya.

"Hari ini kamu mau kemana?" tanya Troy ketika melihat istrinya sudah rapi.

"Hari ini aku mau jalan-jalan sama Mama. Sekalian mau ngasih tahu Mama tentang rencana kuliahku." jawab Fenita mantap.

"Jalan-jalan kok rapi?" tanya Troy lagi, penuh selidik.

"Iya, nanti mau mampir kantor bentar."

Fenita memang jarang mengenakan pakaian yang rapih karena kesehariannya hanya di rumah. Dan baju yang dia kenakan kebanyakan daster yang nyaman untuk dirumah ataupun pakaian olahraga yang longgar, agar dia bisa leluasa bergerak saat membersihkan rumah. Tak heran bila Troy banyak bertanya setelah melihat penampilan Fenita yang lain dari biasanya.

Celana kain hitam dan kemeja oversize berwarna putih membalut tubuh mungil Fenita. Ditambah dengan sepatu heels yang tidak terlalu tinggi yang makin melengkapi penampilan Fenita. Benar-benar office look yang tidak terlalu kaku dan dapat diaplikasikan untuk jalan-jalan juga.

"Mau aku antar?" pertanyaan terakhir yang dilontarkan Troy sebelum dia keluar dari rumah. Mengecup pipi Fenita dan memeluknya dengan lembut.

Jawaban Fenita hanyalah anggukan kepala. Dia harus lebih sering tampil bersama Troy dihadapan mama mertuanya. Agar kelak ketika mereka berpisah, tidak ada tatapan ataupun gunjingan lain yang semakin memperburuk keadaan.

Dengan gentle-nya Troy membukakan pintu mobil untuk Fenita, baru setelah memastikan istrinya duduk aman di kursi penumpang, Troy segera bergegas menuju ke belakang kemudi. Selama perjalanan yang memakan waktu hampir setengah jam, keduanya sibuk dengan pemikiran masing-masing. Fenita yang sedang menyusun kata-kata untuk memberitahukan kepada Madam Vanesa tentang keputusannya untuk kuliah di luar negeri, berusaha agar mertuanya akan menerima keputusan itu.

Disisi lain, Troy memikirkan hubungan keduanya selama ini. Tentang Fenita yang banyak berkorban untuknya hingga akhirnya Troy bisa dengan senang hati menerima gadisnya itu. Oh, dan juga segera memberitahukan Mamanya bahwa Troy kali ini benar-benar jatuh hati kepada Fenita. Troy juga ingin mempublikasikan hubungannya, memberitahukan kepada semua orang bahwa dia memiliki seorang istri yang cantik dan juga setia.

"Kalian sampai." sambut Madam Vanesa ketika melihat anak dan menantunya datang.