webnovel

Delapanbelas

Sisa 'honeymoon' ini dihabiskan keduanya dengan berada di apartemen. Selain proses penyembuhan luka akibat pukulan pada wajah Troy yang belum diceritakan alasan dan bagaimana dia mendapatkan luka itu, Fenita juga menghabiskan sisa hari dengan mempersiapkan kepulangan mereka. Sesekali dia bertemu dengan Daniella.

"Jadi kapan kalian akan pulang?" tanya Daniella saat keduanya tengah mengantri kopi.

"Lusa kami kembali ke Indonesia." jawab Fenita. "Aku akan kangen suasana disini."

"Kalau begitu, seringlah berkunjung kesini." ucapan Daniella terdengan seperti hasutan

Keduanya lalu melanjutkan perjalanan mereka untuk berbelanja oleh-oleh. Hari itu dihabiskan Fenita dengan mencari buah tangan khas Inggris untuk keluarganya di panti asuhan. Juga untuk sang mama mertua.

"Aku nggak tau harus ngasih oleh-oleh apa untuk Mama. Beliau sudah sering bepergian keluar negeri. Kalau biasa saja, tentu tidak akan menarik." Fenita berkata dengan penuh frustasi.

Itu memang fakta, mencari buah tangan untuk mama mertuanya memang sulit. Beliau sudah sering keluar negeri, apalagi Inggris. Dan kabarnya beliau menghabiskan masa mudanya di negara Ratu Elizabeth ini untuk kuliah. Kalau hanya pernak-pernik tentu beliau sudah memilikinya. Memang ada beberapa barsng yang terlihat sangat unik, tapi barang-barsng itu sangat mahal.

Saat keputusasaan melanda, tiba-tiba saja mata Fenita tertuju kepada sebuah benda yang menarik perhatiannya. Sebuah miniatur pengawal kerajaan Inggris yang ternyata adalah sebuah air humidifier. Bentuknya sangat lucu dan kemungkinan akan berguna bagi mama mertuanya, terlebih untuk kesehatan beliau. Lalu ide untuk memberikan Mama Vanesa benda itu sebagai oleh-oleh terlintas.

"Aku rasa ini oleh-oleh yang cocok buat Mama." Fenita mengambil benda itu dan langsung meminta untuk dibungkus.

Perempuan manapun dan dimanapun diberbagai belahan dunia ternyata suka berbelanja. Fenita menghabiskan enam jam hari itu untuk berbelanja. Saat kembali ke apartemen, baik tangan Fenita maupun tangan Daniella dipenuhi dengan tas-tas berisi oleh-oleh yang akan mereka berikan kepada kerabat terdekat.

"Apa kamu buka jastip untul liburan kali ini?" pertanyaan Troy terdengar pedas.

Kedua perempuan itu hanya saling pandang, lalu meninggalkan Troy untuk menaruh barang belanjaan mereka di kamar Fenita.

"Terima kasih Daniella, aku bener-bener nggak tahu dua minggu ini akan jadi apa tanpamu." ucap Fenita tulus.

"Bukan hal yang besar, Ma'am. Aku juga senang bisa membantu Anda."

Keduanya lalu berpelukan. Sebelum meninggalkan apartemen, Daniella tak lupa berpamitan denga Troy. Karena beliau-lah Daniella bisa bertemu dengan Fenita yang sangat ramah dan menyenangkan. Dia tidak merasa menemani Fenita selama di Inggris sebagai pekerjaan. Dia sangat menikmati liburannya.

"Terima kasih, Mr. Darren." ucap Daniella sebelum pergi, saat ditemuinya Troy di ruang lain.

"Ingat dengan kesepakatan kita sebelumnya."

"Yes, Sir." balas Daniella singkat. Lalu dia undur diri dari hadapan Troy yang sedang memunggunginya.

Sepeninggalan Daniella, Troy merasa bahwa apa yang ada di dalam hatinya kian kelabu. Apalagi tujuan hidupnya sekarang setelah Belle menjadi milik orang lain? Bahkan kini dia lupa bagaimana rasanya bahagia.

Sebelum makan malam, Fenita sudah menyiapkan barang-barang bawaannya. Totalnya ada tiga koper besar yang sekarang sudah terparkir disamping pintu kamarnya. Berbeda dengan Troy yang hanya membawa koper kecil untuk keperluan pribadinya.

"Besok siang, sebelum kita berangkat, kita akan menemui seseorang. Dia mengajak untuk makan siang bersama."

Fenita hanya bisa menganggukkan kelalanya. Dia tidak biasa bercakap-cakap dengan suaminya itu. Karena dia tahu Troy melakukan percakapan hanya untuk sopan santun dan menyampaikan hal penting. Selebihnya? Troy lebih memilih untuk mengunci mulutnya rapat-rapat.

...

Tepat pukul 12.00 waktu setempat, Troy besama Fenita telah sampai di sebuah restoran. Bagi Fenita, ini adalah salah satu gaya hidup jetset yang mulai dia jalaninya dengan terpaksa maupun senang hati.

Begitu memasuki restoran, Fenita ditakjubkan dengan penampilan restoran itu sendiri. Bila dilihat darinluar, restoran ini tampak biasa saja, tapi saat memasukinya, kekaguman tak berujung menyergam.

Lampu gantung yang megah dan tinggi berada di tengah ruangan. Catnya yang berwarna putih sangat serasi dengan tirai putih yang menjulang tinggi disetiap jendelanya. Bunga yang terletak di dalam ruangan menambah warna di ruangan itu. Tak hanya itu, pemandangan taman yang terlihat sangat menyejukkan mata. Benar-benar tempat yang cocok untuk menikmati waktu. Pikir Fenita dengan penuh kekaguman.

Dia sendiri merasa puas dengan dirinya sendiri yang tampil dengan sempurna. Paling tidak itu menurutnya. Entah sengaja atau tidak, baju yang dia kenakan serasi dengan apa yang dikenakan Troy. Mereka sama-sama mengenakan pakaian berwarna biru navy .

Mungkin terlalu berlebihan jika dia memuji dirinya sendiri, tapi berbeda bila Fenita memuji suaminya yang terlihat tampan dalam balutan jas mahalnya itu. Entah sejak kapan, Fenita selalu mencuri pandang saat melihat Troy mengenakan setelan kemeja yang pas dibadannya. Terlebih saat Troy mengenakan setelah yang berwarna gelap. Aura yang memikat seketika menyedot perhatian Fenita.

"Mr. Darren, selamat datang." ucap seseorang yang berjanji temu dengan Troy.

Betapa kagetnya Fenita saat melihat siapa orang yang mereka temui. Tuan Mayer.

Beberapa bulan menikah dengan Troy membuat Fenita tidak pernah menemui Tuan Mayer lagi di restoran tempatnya bekerja.

"Selamat siang. Saya harap kami tidak datang terlambat." ucap Troy membalas jabat tangan Tuan Mayer.

"Jangan khawatir, ini bukan masalah." dengan soapnnya Tuan Mayer mempersilahkan keduanya duduk. "Dan ini adalah?"

Meski sudah pernah bertemu dan berbindang, Tuan Mayer tetap menanyakan perihal Fenita. Entah apa rencana Tuan Mayer, tapi tampaknya dia tidak ingin Troy mengetahui bahwa mereka pernah bertemu.

"Ah, maaf, saya belum mengenalkan kepada anda. Ini istri saya, Fenita." jawab Troy tak kalah sopan.

Ada dua wajah yang terkejut di meja itu. Fenita yang terkejut karena Troy memperkenalkan dirinya kepada Tuan Mayer dengan debutan 'istri'. Bisa dibilang ini pertama kalinya Troy menyebut dirinha sengan sebutan itu.

Wajah kedua yang terkejut adalah Tuan Mayer. Terlihat dari ekspresinya yang berubah saat Troy memperkenalkan Fenita sebagai istri.

"Wah, selamat untuk pernikahannya. Maaf, saya tidak mendengar kabar pernikahan anda sebelumnya." Tuan Mayer segera menguasai dirinya.

"Kami memang belum mempublikasikannya. Jadi, jangan merasa bersalah."

Setelah basa basi sebentar, ketiganya lalu menikmati makan siang dengan tenang. Sesekali beberapa obrolan ringan terselip. Entah itu Tuan Mayer yang memulai ataupun Troy. Lalu mereka beralih ke perbincangan yang serius tentsng pekerjaan. Merasa hanya akan menjadi penganggu, Fenita meminta ijin untuk menikmati pemandangan diluar.

"Jangan terlalu jauh." ucap Troy, sambil melingkarkan tangannya di pinggang Fenita saat perempuan itu bangkit.

Fenita membalas dengan senyuman. Dan saat undur diri dari hadapan Tuan Mayer, Fenita hanya menganggukkan kepalanya.

Untung saja restoran ini memiliki taman yang sungguh memanjakan mata. Kolam ikan dengan air terjun buatan membuat pendengaran terasa damai. Suara gemericik air seperti alunan lagu yang dimainkan oleh alam. Sungguh indah. Ditambah lagi bunga-bunga beraneka warna yang tumbuh dengan subur. Pemandangan lain yang memanjakan mata.

"Kamu bisa memberi makan ikan kalau mau." suara itu mengagetkan Fenita yang sedang tenggelam dalam pemikirannya.

"Maaf, saya tidak menyadari kehadiran anda, Sir." kata Fenita begitu melihat Tuan Mayer mendekat.

"Clarissa, jangan begitu formal dihadapanku."

"Maaf, Sir, tapi nama saya masih sama. Fenita."

"Bagiku, kamu selamanya Clarissa untukku." kata Tuan Mayer penuh percaya diri.

"Apa yang kalian bicarakan?" tanya Troy yang mendekat.

"Saya memberitahu Mrs. Darren bahwa dia boleh memberi makan ikannya." jawab Tuan Mayer dengan senyuman.

"Ah, iya. Aku lupa memberitahumu, Sayang. Ini restoran milik Tuan Mayer, dan kolam ini adalah favorit beliau."

"Anda masih saja mengingat hal itu." tampaknya Tuan Mayer malu. "Kolam ikan adalah favorit adikku. Dia bisa berlama-lama menikmati kolam ikan sambil memberinya makan. Tak heran, dulu ikan di kolam kami gemuk-gemuk."

Mendengar itu, ketiganya lalu tertawa ringan.

Tapi ada sesuatu yang menarik perhatian Fenita. Saat Tuan Mayer menceritakan adiknya, dia menerawang jauh seolah berusaha melihat ekspresi seseorang. Membayangkan bagaimana orang yang diceritakannya sedang menatap kolam dengan penuh perhatian.

Seketika kepala Fenita terasa sakit. Namun dia hanya bisa menahannya, tidak mau merusak suasana yang sedang berlangsing.

Next chapter