webnovel

Pejuang Cinta, penderita kanker

Apa aku bisa seperti anak lainnya yang mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya? Namun, itu mustahil bagiku. Aku hanya seorang gadis sederhana yang selalu diperlakukan kasar oleh keluargaku hanya karena kesalah pahaman. Tapi, aku tidak akan menyerah, aku akan berusaha. Meskipun aku menderita penyakit yang ku alami saat ini aku harus tetap semangat untuk melawannya. Hati ini sakit selalu mendapatkan perlakuan yang tidak terduga, sakit rasanya tapi hanya di pendam tidak di ungkapkan. Bersabar untuk saat ini. Sekuat tenaga untuk tidak tumbang dan tersenyumlah meskipun terluka. "Tuhan aku hanya ingin seperti dulu lagi dan berkumpul kembali." "Tuhan engkau boleh cabut nyawaku. Tapi, izinkalah aku untuk merasakan kebahagiaan." "Aku rela." Selanjutnya baca saja....... Budayakan voting⭐ and follow Ig : @inefitrianingsih08

Inefitrianingsih · Teen
Not enough ratings
12 Chs

Bagian 8.

Bugh

bugh

bugh

Revan meniju tepat di pipi Dimas. Membuat Dimas terjungkal kebelakang dan mengeluarkan banyak darah di sudut bibirnya.

"Jauhi dia!" tegas Revan.

Lalu Dimas bangkit dan menatap Revan "Dia?"

Dia? apa yang dimaksud Revan.

"AMEL!"

Dimas menatap sinis "Oh Amel, emangnya kenapa kalau gue deket sama dia? Hah."

Revan melotot bahkan sudah tidak tahan menahan amrahnya.

Bugh

Revan kembali meniju Dimas, membuat Dimas kewalahan untuk mengimbangi tubuhnya.

"Amel milik gue. Inget MILIK gue, PAHAM!" tegas Revan sambil menekan ucapannya.

"Milik lo? hahaha sebelum janur kuning melengkung gue masih bisa buat miliki dia!" ucap Dimas tidak takut sama sekali pada Revan.

Revan menggeram kesal. Apa-apaan dia mau rebut milik gue.

Revan melangkah maju mendekati Dimas lebih dekat lalu mencekam kerah baju dimas. "Amel milik gue, jauhi dia!"

"Bodo amat, suka-suka gue!"

Revan melepas cekeramnya lalu menghempas tubuh Dimas. Membuat Dimas jatuh kebelakang.

"Berani lo ambil milik gue. Awas lo!

Revan pergi meninggalkan Dimas begitu saja.

Dimas menatap punggung revan sinis.

"Kita liat aja nanti!" teriak Dimas.

"Kita liat nanti Revan."

*****

Sore hari yang begitu tenang dan hembusan angin yang begitu sejuk, membuat semua tenang dan menikmati cuaca hari ini di sore hari.

Amel duduk di kursi taman sambil memejamkan mata menikmati hembusan angin yang begitu sejuk dan tenang, sambil membiarkan rambutnya tertiup oleh angin.

Andai bisa seperti ini setiap hari, sejuk dan tenang. Tidak ada kekerasan.

Amel tetep memjamkan matanya enggan untuk membuka.

Tawa bahagia yang terdengar begitu terdengar jelas dipendengaran, membuat Amel kembali membuka mata dan melihat orang yang tengah bahagia sepertinya keluarga yang harmonis.

Membayangkan bahwa dirinya ada diposisi itu pasti sangat menyenangkan.

Amel tersenyum saat anak kecil yang tadi tertawa bersama keluarganya menatap dirinya.

"Aku kangen kalian semua."

*****

"Mah, Ala pengen ikut bang Levan" rengek Ara.

"Bang levannya mau main sayang, lain kali aja yah" bujuk Nia.

"Hiks...hiks.. Ala maunya sekarang mah."

Revan telah siap untuk pergi nongkrong bareng temen-temennya, saat menuruni tanggal Revan mendengar tangisan Ara.

"Iya sayang nanti ya."

"Gak mau nanti mah, Ala maunya sekarang. Huaaaaa."

"Ara kenapa mah? tanya Revan

"ini Van, adik kamu pengen ikut kamu." jawab Nia.

Revan menghela pelan

"Yaudah ayo Ra." ajak Revan sambil menggendong Ara.

"Yey Ala mau ketemu cogan."

"Cogan mulu" cibir Revan.

Nia hanya geleng-geleng kepala melihat kedua anaknya, bahagia dan senang bisa memiliki anak seperti mereka.

"Pake mobil aja Van" teriak Nia.

"Iya mah." teriak Revan.

Selama diperjalanan Ara tidak henti-hentinya mengoceh, apalagi ngomongin tentang cogan gak bakal berhenti kalau belum ketemu.

"Bang levan, nanti cogannya ada yang balu gak? Ala bosen itu-itu mulu cogannya." ucap Ara dengan cadel, rasanya sudah tidak sabar ingin ketemu cogan apalagi ada yang baru.

mendengar ucapan Ara tadi Revan mengacak rambut Ara dengan gemas.

"Ihhh bang levan. lambut Ala jadi belantakan, nantinya coganya gak ada yang mau sama Ala" cemberut Ara sambil merapikan rambut.

Revan terkekeh "Duhhh adik abang ngambek nie."

"Au ah."

Revan mengambil handphone dan langsung menelpon seseorang.

"Hallo, sekarang kamu dimana?"

"-"

"Oke, aku kesana sekarang."

*****

Amel masih berada di taman menunggu Revan, karena tadi di telepon untuk menunggu dirinya.

Mengapa Revan menelepon dirinya?

Apa ada yang mau dibicarakan?

Lamanya menunggu akhirnya yang ditunggu-tunggu datang juga.

Revan menghampiri Amel sambil menuntun Ara.

"Maaf lama."

"Iya ka gak apa-apa."

"Bang levan. Ala kan maunya ketemu cogan ko kesini?"

"Ara ketemu cogannya tunda dulu yah, mending kamu sama ka Amel aja dari pada sama cogan."

Amel jongkok tepat di hadapan Ara "Hai Ara , masih ingat sama kakak gak?"

Ara menatap Amel senang "Ingat dong ka, masa Ala nggak inget sama kakak cantik" jawab Ara sambil memeluk Amel.

Amel membalas pelukan Ara sambil terkekeh pelan.

"Oiyah Ara mau es krim gak? kakak punya loh." sambil menunjukkan es krim pada Ara.

Mata Ara berbinar senang "mau ka mau."

"Nih, buat Ara cantik."

"Yey makasih ya ka. Ala suka."

Revan tersenyum melihat orang yang ia sayang sangat akrab.

"Duduk di sana yuk" ajak Revan.

Ara menarik tangan Amel menuju tempat yang Revan ajak.

Revan hanya geleng-geleng kepala, gini nih abangnya sendiri ditinggal, lalu menyusul menghampiri mereka.

"Ka kita kepasar malam yuk ka" ajak Ara pada Amel.

Amel tersenyum sambil mengusap lembut rambut Ara "Memangnya Ara tau pasar malam dimana?"

"Hehehe nggak, kan ada bang levan, iya kan bang." cengengesan Ara sambil menyegol Revan pelan.

"Ehhh i-iya." jawab Revan sebenarnya ia tidak tahu apa yang dibicarakan Ara, karena dari tadi ia fokus memperhatikan Amel.

"Emang mau kemana Ra?"

"Pasar malam bang."

Ara bangkit dari duduknya dan menarik tangan Amel dan juga Revan.

"Yuk."

Sesampainya di pasar malam Ara enggak melepas tangan Amel dan Revan, posisi Ara berasa ditengah.

"Bang, ka. main yang itu yuk."

"Ayo."

Revan melepar gelang pada ujung botol tapi gagal terus dan ini ada lah gelang terakhir semoga masuk.

"Ayo bang jangan sampe gak dapet. Ala pengen bonekanya bang."

"Iya-iya doa'in abangmu ini."

"Semangat" ucap Amel pada Revan.

Mendengar ucapan Amel membuat Revan tambah semangat.

"Yey masuk." senang Ara dan Amel.

"Pilih Ra mau yang mana."

"Ala mau boneka hantu."

"Boneka hantu?" ucap kompak Revan dan Amel.

"Cieee balengan." goda Ara sambil menoel-noel tangan Revan.

Revan dan Amel tersenyum malu.

"Ko boneka hantu, sayang?" tanya Amel lembut.

"Iya ka, soalnya Ala mau ngasih ke bang Beta biar bang Beta ada temennya."

Revan tertawa mendengar apa yang tadi diucapkan oleh Ara. Baik bener Ara mau memberi pada Beta, boneka hantu lagi yang mau diberikannya, memang cocok buat Beta sebelas dua belas.

Amel terkekeh pelan.

"Yaudah yuk kita main yang lainnya juga" ajak Revan.

Lamanya bermain dengan penuh canda tawa yang begitu bahagia, membuat orang yang mentap mereka seakan Amel dan Revan adalah sepasang suami istri dan Ara adalah anaknya.  Tidak terasa sampai larut malam dan kemudian mereka pergi untuk pulang karena ini sudah sangat malam.

"Makasih ya ka untuk hari ini dan makasih juga udah mau nganter aku pulang" ucap Amel pada Revan.

Dan kemudian mengelus rambut Ara yang sedang tidur begitu pulas karena kelelahan. "Mimpi yang indah cantik" kemudian mencium pipi cabi Ara.

"Iya sama-sama, yaudah kakak pamit dulu."

Amel mengangguk pelan dan tersenyum "Hati-hati ka." sambil melambai tangan.