webnovel

Perkelahian Batara dengan Siluman Ajag

Batara melihat jejak lagkah itu datang dari hutan dan kembali lagi ke hutan. Dia mengikuti jejak langkah merah itu, berjalan, dan ketika sampai di bibir hutan, dia merasakan aura buas yang membuat langkahnya menjadi rag, tetapi matanya memaksa dirinya untuk teteap mengikuti jejak hewan berwarna merah itu. Dia melangkahkan kakinya masuk ke dalam hutan, dan ketika masuk dia seakan dilahap oleh hutan itu. Susanan hutan itu menjadi sunyi, nyiur angin pun lenyap. "Ah! Apa ini?" Dia melihat kesekitaran; tak ada tanda-tanda kehidupan dan sangat mencekam. "Aarghh!!" Dia merasakan kembali rasa sakit di matanya. Namun, hanya sebentar, lalu matanya kembali membelalak, dan jejak langkah hewan berwarna merah itu semakin jelas, dan semakin jelas: tiba-tiba mata itu menarik Batara untuk mengikutinya; Batara berlari dengan berteriak-teriak, "Ahhh... hentikan! Ahhh... hentikan!..."

Sampai di hadapan sebuah gundukan semak-semak, matanya berhenti menarik. Batara terengah-engah, dia melihat kalau langkah merah itu masuk ke dalam semak-semak.

Mata Batara bisa menembus semak-semak itu, dia melihat sosok serigala sedang mengunyah sisa-sisa mata kambing, di mulutnya darah berlumuran, dan menetes ke permukaan tanah dan daun-daun kering yang berserakan.

Saat melihat sososk serigala itu, mata Batara tiba-tiba menyebulkan api yang menyala-nyala, matanya nyalang dan seakan kehilangan kesadaran dia berkata dengan suara yang lebih berat dari biasanya, "Ternyata kau di sini... merepot sekali!"

Kalimat itu mengusik serigala itu. Serigala itu mendengus dan membalikan badannya, dan menatap tajam dengan keempat matanya (Serigala dengan dua kepala). Serigala itu meloncati semak-semak itu dan melangkah penuh dengan darah dan lendir di mulutnya.

Namun, di saat yang bersamaan Batara terkulai lemas, api yang menyala di matanya hilang seketika. Kemudian dia tersungkur ke tanah.

Serigala dengan dua kepala itu melangkah, mendengus, siap untuk menerka Batara yang tengkurep tak berdaya. "Kau telah mengganggu makan siangku, Bocah! Tapi tidak masalah, sepertinya matamu lebih lezat daripada mata kambing-kambing itu." Ucap serigala itu dengan terus mendekati Batara.

Sayup-sayup terdengar perkataan serigala itu oleh Batara. Batara kembali sadar, dia mencoba untuk kembali berdiri, "Dasar Ajag tidak tahu diri!"

Serigala itu semakin mendengus, tidak terima dirinya dikatai tak tahu diri. Dia langsung meloncat menerka Batara yang masih gontai.

Batara menghindar ke samping kanan, "Harusnya kau keluar malah hari, dan kesalahanmu adalah menganggu kampungku." Di dalam hatinya dia berkata, "Sial! Makhluk apa ini?" Dia melihat pergerakan serigala itu yang pergerakannya sangat cepat.

Serigala itu berbalik arah dan kembali meloncat ke arah Batara. Tetapi Batara menghindari dengan roll ke depan sembari mengambil sebilah dahan yang tergeletak. Dia langsung berbalik badan, dengan sebilah dahan pohon di tangannya. Dia bertumpukan satu lutut dan ketika Serigala itu akan kembali berbalik badan, Batara telah berlari menyerangnya.

BUK

Batara menghantam satu kepala serigala itu.

Namun, dahan pohon itu patah. Dan serigala itu tidak merasakan sakit sedikit pun, dia malah menampilkan taringnya yang tajam, menyeringai.

Batara mundur menjaga jarak membelakangi semak-semak, tangannya meraih tiga helai daun ilalang. Dan kemudian memasang kuda-kuda siap. Sekarang dia berhadapan dan matanya saling menatap tajam.

Batara memikirkan sebuah rencana untuk menyerang. Sedang di hadapannya serigala berkepala dua itu semakin kesal ingin memangsa Batara.

Serigala itu berlari menyerang Batara. Batara pun berlari sama-sama menyerang. Ketika Serigala itu meloncat untuk menerka, Batara menghindar ke arah kenan dengan menerbangkan dirinya sembari melesatkan daun ilalang dengan sangat kencang: Satu, dua, ketika di lesatan ketiga matanya menyala.

Set set set...

Saat melayang, dia melihat serangannya itu tidak ada gunanya, tidak berefek sama sekali. Kemudian tubuhnya terjatuh menghantam tanah, dan dia sedikit merasakan perih di matanya. Baju seragam sekolahnya kotor dan lututnya sedikit terluka oleh benturan.

Dia bangkit dan kebingungan, "Apa yang harus aku lakukan." Namun, dia mendengar serigala itu mengerang kesakitan. Dia melihat serigala itu, sedang memalingkan wajahnya merasakan nyeri. Dia bergidik dan menggera-gerakan kaki depannya ke wajahnya. Tiba-tiba serigala itu mengaum kesal dan langsung menatap Batara.

Batara terkaget, karena salah satu ilalang yang ia lesatkan tertancap di salah satu matanya.

Serigala itu semakin mendengus dan murka, "Kau!"

Batara bangun dan waspada. Dia kembali berpikir.

Serigala itu menyernganya, dan Batara berlari. Dia berlari kecang – sekuat tenaga di antara deretan pepohonan dan semak-semak. Ketika dia masuk di area yang cukup lapang dia berhenti berlari dan langsung memutar badannya. Sedangkan serigala telah meloncat untuk menerkanya.

Set set set set set

Lima helai ilalang yang diambilnya ketika berlari itu dilesatkan dengan sangat cepat. Namun, begitu kagetnya dia, semua lesatan itu tidak mempan pada serigala itu.

Serigala itu menerka Batara.

Kedua tangan dan kakinya dicengkrang, dia tidak bisa bergark. Dua kepala serigala itu mendengus dan menggeram di depan matanya Batara. Lendirnya mentes ke wajah Batara, tiga mata tajam disorotkan padanya, sedang satu matanya masih tertancab oleh sehelai ilalang dan mengeluarkan darah.

Batara tidak sanggup melihat dua kepala buas di depan wajahnya, dia ketakutan, dia memejamkan matanya dan memalingkannya. Sedang serigala itu menyeringaikan gigi-gigi tajamnya yang siap memakan Batara.

Di dalam gelap terpejamnya, dia teringat pada Ibunya, Ayahnya, Kakeknya, "Apakah aku akan mati sekarang?"

Tiba-tiba dia mendengar sebuah suara yang menggema, "Hey bocah so jagoan, sebenarnya kau ini pintar atau bodoh? Serangan fisik biasa tidak akan mempan pada siluman... Hmph."

"Kau lagi, Harimau Api."

"Kau payah!"

"Sepertinya aku akan mati sekarang."

"Hadeeeeh... jangan buat kakekmu marah kepadaku."

"Hahaha... ternyata siapa yang payah!"

"Di saat seperti ini kau masih bisa tertawa... Tidak jauh beda seperti si Tua Bangka."

Batara tertawa renyah, "Aku masih memiliki cita-cita untuk membahagiakan kedua orang tuaku."

"Lama...!"

Serigala itu membuka lebar kedua mulutnya, taringnya mengkilat dan tajam.

SRETTT SRETTT

BLUG..

Batara mengibaskan dua kali pisau tangannya dan seketika leher serigala itu terputus memucratkan darah yang berwarna merah bercampur dengan hitam; dua kepalanya terpental menggelinding-gelinding ke pinggiran semak-semak, dan tubuhnya terpental jauh menghantam pohon pinus.

Mata Batara menyembulkan api yang menyala-nyala. Dia berdiri melihat siluman yang telah dibinasakannya.

Aura siluman serigala di sekitarannya mulai hilang.

Kemudian api yang menyembul menyala-nyala di matanya pun hilang, dan dia terjatuh, merasakan perih di matanya. Baju seragamnya penuh dengan darah dan tanah.

Di saat tergeletak itu, Batara kembali bertemu dengan kakeknya dan harimau api itu, di tempat yang sama seperti dalam mimpi sebelumnya; ruangan hampa dan sunyi.

"Haha..." Basra Pranama tertawa senang, "Kalian memang cocok!"

"Hmph. Cocok. Ingin kusumpal mulutmu, Basra!" Sembari memalingkan pandangannya. "Kalau bukan karenamu, Basra, aku tidak akan mau berdiam diri di dalam tubuh bocah payah ini," geritu dalam diri harimau api itu.

Batara melihat keakraban kakeknya dan harimau api itu, begitu sangat dekat, "Tawa mereka seperti kawan dekat." gumam Batara. Batara tersenyum seraya menatap harimau api itu.

"Hoooy bocah, kenapa kau menatapku dengan tatapan bodoh seperti itu?"

"Terima kasih." Ucap Batara dengan membungkuk.

Basra Pranama dan harimau api itu terdiam menatap Batara.

"Hmph!"

Dewi Nila Ningrum tengah duduk di ruang tamu bersama dengan Sofia, perasaan mereka diselimuti dengan kekhawatiran. Di depan mereka terdapat dua gelas teh hangat di atas meja kaca.

"Asssalammualaikum... kami pulang."

Salam itu membuat mereka kaget dan bungah, itu suara Batara, yang kemudian di susul dengan salamnya Sentaya.

Nila Ningrum langsung tergopoh-gopoh menghampirinya, "Kamu ke mana saja, Nak?"

Sofia bangkit dari duduknya kemudian mendekati dan berdiri di belakang Nila Ningrum.

Batara mencium tangan ibunya tanpa menjawab pertanyaanya. Batara melirik ke belakang ibunya, "Sofia."

Sofia tersenyum dan menunduk malu.

Nila Ningrum kembali bertanya, "Kenapa bajumu seragammu kotor sekali, Nak?"

"Tadi habis latihan bareng bapak, Bu."

Nila Ningrum melirik Sentaya yang beridiri di belakang Batara, dengan kikuk dia menjawab, "I-iya, Mah, tadi."

Batara melihat seragamnya, dia merasa kalau seragamnya itu penuh dengan darah. Sejenak dia merenung.

"Sudah," ayahnya menepuk dari belakang, "cuci, dan kamu mandi." Dan ketika dia melewati Batara dia berbisik membuat Batara sedikit tercengang, "Tubuhmu bau amis."

Batara melihat Sofia sejak kedatangannya memegangi hidungnya. "Apakah dia menciumnya juga?" Pikirannya bertanya.

"Sudah sana mandi!"

"B-baik, Bu."

Batara meninggalkan ibunya dan Sofia di ruang tamu.