webnovel

Misi Gagal

Pagi ini Pasha bangun siang setelah semalaman sibuk bergelut dengan pikirannya sendiri. Bahkan setelah bangun tidur, dia masih berbaring enggan beranjak dari ranjang. Pikirannya kembali menerawang jauh memikirkan rencana hidupnya. Dia ingin tinggal di sebuah pedesaan yang udaranya sejuk sekaligus suasana yang tenang. Pedesaan aman untuk ia tinggali.

Maka, setelah beberapa saat berbaring Pasha mulai meraba kasurnya mencari ponsel yang semalam ia letakkan dengan sembarang. Mengetik beberapa kata di kolom pencarian dan menunggu sesaat sampai muncul banyak blog. Dia mencari tempat pedesaan yang sesuai keinginannya. Melihat-lihat rekomendasi tempat dan menyeleksinya secara ketat. Mulai dari keamanan desa, suasana penduduk, bahkan harga rumah di tempat itu.

Harga rumah jauh lebih murah dari harga sewa apartemen. Padahal rumah yang ditampilkan tampak dalam kondisi bagus dan luar. Ada yang seperti mension dengan dua tingkat dan memiliki basement. Desa yang tidak terlalu kampungan. Setidaknya ada bangunan bagus di tempat tersebut.

Desa Paschi.

Nama yang unik. Pasha langsung tertarik dengan desa tersebut. Jaraknya cukup jauh dari kota ini. Letaknya di pinggiran negara dan dekat gunung besar yang memisahkan dengan negara tetangga. Sumber pencarian penduduk hasil berkebun dan bertani. Beberapa juga mengelola bisnis furnitur atau bahkan ada pabrik anggur di sana. Butuh lima jam perjalanan untuk sampai ke desa Paschi menggunakan kereta. Tidak ada akses lain selain menggunakan kereta. Bahkan mobil saja tidak bisa lewat karena harus menyebrangi sebuah jurang di tengah hutan. Hal itu cukup disayangkan.

Setelah menemukan kontak pemilik mension, Pasha beranjak pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Berendam dengan air panas adalah ide bagus. Selain karena tubuhnya lelah dia juga sudah lama tidak memanjakan tubuhnya. Tubuhnya ini telah bekerja keras dan butuh apresiasi. Maka dengan berendam dia telah mengapresiasi diri.

Hampir 30 menit ia berendam, sampai akhirnya menyelesaikan acara mandinya karena air yang telah dingin. Berganti dengan kaus dan celana pendek yang santai. Dia pergi ke dapur untuk memasak sarapan yang dirangkap dengan maka siang.

Hanya sebuah sandwich isi kol ditemani segelas teh rosella. Duduk memandang televisi yang tidak ia nyalakan. Selalu seperti itu. Saat tubuhnya istirahat, pikirannya selalu berkelana jauh tanpa batas. Membuatnya terkadang sulit mengontrol dirinya sendiri.

Itu terjadi belakangan ini. Belum bisa ia terima dengan baik perubahannya ini, tapi dia coba menghapus ini semua. Karena setiap kali melamun, bayangan kejadian beberapa minggu lalu selalu terlintas. Membuat dadanya sesak dan napasnya tersenggal.

Itu bukan bayangan dramatis yang membuatnya trauma. Lebih seperti kejadian yang tidak bisa ia hapus dalam sekejap mata . Membekas dengan baik dalam pikirannya hingga menorehkan rasa tidak nyaman di hati. Dia tidak suka saat ingatan itu melukai hatinya. Mencabik-cabik perasaannya tanpa ampun lantas menghilang untuk sesaat.

Sampai sandwich di piring habis, barulah Pasha sadar. Segera meneguk habis teh rosellanya dan pergi ke dapur. Ada banyak cucian kotor yang semalam ia tinggalkan di wastafel. Sekarang saatnya membereskan itu semua dan lanjut membereskan bagian lain di rumahnya.

Pasha juga harus segera pergi dari rumah ini karena telah keluar dari pekerjaannya. Dalam kontrak tertulis dia bisa menetap di tempat ini maksimal tiga bulan setelah keluar dari perusahaan. Waktu yang cukup panjang dan bisa digunakan untuk mencari tempat tinggal baru. Bahkan bisa digunakan untuk mencari pekerjaan baru.

Sembari mencuci pakaiannya yang telah menggunung, Pasha pergi membereskan ruang televisi yang begitu berantakan. Ruangan itu selalu ia gunakan untuk ruang kerjanya. Menyalakan televisi dengan volume tinggi lantas pergi mengecek berkas-berkas sembari mencocokkan segala kemungkinan yang terjadi. Setelahnya akan ia tinggalkan begitu saja ruang televisinya hingga kertas-kertas bertumpuk tak beraturan.

Dia harus membuangnya hari ini karena besok sudah bukan jadwal pembuangan sampah kertas. Pasha mengumpulkan semua sampah kertas dan memasukkannya ke dalam kantong plastik. Setelah selesai dan menghasilkan 3 kantong plastik yang penuh isinya, lantas Pasha pergi untuk membuangnya segera. Sebelum dirinya lupa dan sibuk dengan hal lain.

Tempatnya tidak jauh dari rumahnya, sehingga dia bisa pergi dengan berjalan kaki. Sampai di penampungan sampah, Pasha menghentikan gerakannya. Feelingnya segera mengenali suasana yang  ia rasakan saat ini. Dia seorang detektif hebat yang sering memata-matai tanpa dicurigai. Tidak mungkin bisa kecolongan dimata-matai orang lain.

Pikiran jahilnya terbit segera setelah memastikan siapa yang tengah memata-matainya saat ini. Dia bergerak memasukkan kantong sampahnya ke dalam bak sampah dan bertingkah seperti orang bodoh yang tidak tahu dirinya tengah diintai. Bahkan berjalan santai melewati sebuah mobil merah yang terparkir dekat penampungan sampah.

Terus berjalan dan melangkah tanpa ragu. Lantas saat waktunya tepat dirinya menyelinap masuk ke dalam gang. Berjalan di sana dan menoleh melihat mobil merah tersebut berjalan lurus. Pasti yang berkendara orang bermata rabun.

Melihat mobil berusan tak juga mundur untuk menemukannya bersembunyi, Pasha berjalan keluar gang. Menggelengkan kepala saat melihat tingkah absurd sang mata-mata yang tengah celingukan di depan mobil. Entah dirinya yang memang hebat atau pria tersebut yang terlalu bodoh.

Pasha tersenyum dan melangkah perlahan ke dekat mobil. Duduk di kursi pengemudi yang tidak ditutup. Sepertinya si pengemudi keluar dengan terburu-buru. Ide bagus untuk mengejutkan pria tersebut.

Perlahan Pasha menghidupkan mesin dan segera membunyikan klakson. Pria tersebut kaget bukan main saat mendadak klakson mobil miliknya berbunyi nyaring. Terlebih saat melihat siapa yang berulah dengan klakson mobilnya. Seorang pemuda yang baru kemarin ia temui kini duduk tanpa permisi di bangku pengemudi.

Pasha menunjukkan senyuman setan kepada kepala unit yang sudah ia anggap sebagai ayahnya sendiri. Padahal baru kemarin mereka bertemu, tapi lelaki itu bertingkah seolah telah melewati ratusan purnama tanpa dirinya. Sangat berlebihan.

"Astaga, aku mengkhawatirkanmu dan tampaknya kamu menjalani hidupmu dengan baik," ujar Edwar dan duduk di kursi sebelah. Pasha tersenyum dan menutup pintu mobilnya. Lantas menjalankan mobil pergi ke rumahnya. Memarkirkan mobil milik mantan atasannya itu di sebelah mobil miliknya.

Mereka turun bersama, Pasha menyambut kedatangan Edwar dengan tingkah sembrononya yang telah lama tak ia tunjukkan pada siapapun. Edwar tentu terkejut berkali-kali lipat. Tidak menyangka kalau Pasha akan menjahilinya seperti beberapa tahun silam. Tingkah sembrono khas anak pubertas yang meresahkan namun nyatanya kini dirindukan oleh Edwar.

"Kamu merawat rumahmu dengan baik," puji Edwar saat dipersilakan duduk di ruang tamu oleh Pasha. Pasha sendiri segera pergi ke dapur. Mencuci tangannya dan membawa minuman yang ia beli kemarin malam. Menyuguhkannya kepada Edwar dan bergabung dengannya duduk di ruang tamu.

"Baru kemarin bertemu dan sekarang bertingkah seolah tidak bertemu selama bertahun-tahun," ujar Pasha mereview tingkah Edwar yang berlebihan.

"Ck, kamu tidak tahu betapa kacau kantor tanpa dirimu. Semua tim harus kurombak karena tidak memiliki kartu As sepertimu. Lebih sulit dari tahun-tahun berlisah denganmu," jawab Edwar dengan ekspresi nelangsa. Dia bekerja lembur kemarin memikirkan tim ideal untuk unit kejahatan. Meski pada akhirnya mereka bekerja sendiri-sendiri, tapi tetap harus ada tim untuk memecahkan beberapa masalah besar.

Tim Pasha adalah tim paling unggul di unit tersebut. Kehilangan Pasha seperti kehilangan satu tim dan membuat cacat satu unit. Merepotkan.