webnovel

Bab 35

Jam telah menunjukkan pukul 8 malam, dan keadaan rumah begitu sunyi. Kegiatan di rumah seakan-akan telah usai. Para pelayan sudah pulang ke rumahnya masing-masing, karena mereka bekerja hanya sampai siang. Sang empunya rumah lebih sering berada di lantai atas, apalagi sekarang keluarga kecil tersebut hendak pergi bertamu.

Marlon sudah siap dengan penampilannya yang selalu gagah dan tampan, sedangkan Belle masih sibuk menyiapkan William yang ingin terlihat keren seperti ayahnya. Untuk diri sendiri Belle tidak begitu peduli, yang terpenting orang-orang dicintainya tampak mengagumkan.

Terlebih lagi Marlon, percaya atau tidak Belle pun mengakuinya jika pamannya itu semakin terlihat mempesona setelah jadi ayah.

"Daddy, cobalah lihat penampilan William." Anak berusia lima tahun itu berteriak, sambil bercermin William melirik ayahnya.

"Wow, keren sekali anak Daddy," puji Marlon.

Belle tersenyum mendengarnya, sesederhana itu saja dia sudah bahagia.

"Woiya, pasti, William kan mirip Daddy."

Mendengar jawaban William, sontak Marlon dan Belle tertawa. Sebangga itukah anaknya mirip dengan sang ayah?

Sembari mematut dirinya Belle tersenyum lebar, meskipun setiap hari selalu ada hal yang diperdebatkan dengan Marlon, tetapi dia tak menampik jika sangat mencintainya.

"Paman, kalau menurutmu bagaimana dengan penampilanku?" Kali ini Belle yang meminta penilaian, wanita itu bangkit dan tersenyum.

Memicingkan matanya Marlon pun melangkah, menghampiri Belle yang tampak semanis Cherry. Dia berkata, "kau cantik, bahkan sangat cantik di mataku."

"Ah, Paman, kau juga sangat tampan."

"Tapi ..." Marlon menggantung kalimatnya, tidak langsung berkata sebelum Belle terlihat penasaran. "Aku pikir kau akan semakin mengagumkan jika menggunakan lipstik."

"Lipstik?" Belle terkejut dan sedikit heran.

Permintaan Marlon kali ini sangat membuat Belle bingung, masalahnya mereka sudah lama hidup bersama. Kenapa baru sekarang Marlon berkomentar? Lelaki itu tentu tahu jika Belle tidak suka berdandan menor, dan menggunakan lipstik yang terang merona.

"Ya, jika tidak keberatan aku ingin sekali melihatmu berlipstik merah," pinta Marlon.

Awalnya Belle ragu mengikuti permintaan Marlon, tetapi lelaki itu sangat bersemangat, bahkan mengambilkan lipstik merah yang tersimpan di laci. Tanpa berniat membantah Belle menerima lipstik itu, lalu memoleskan di bibirnya dengan perasaan yang tidak bis dijelaskan. Bingung sekaligus aneh melihat wajahnya yang baru.

"Oh, astaga! Kenapa istriku sangat cantik?" Marlon mengeram rendah, dengan kagum membingkai wajah Belle yang bulat.

"Ehem, kapan kita akan pergi jika kalian terus berpacaran." William mendengus, matanya berputar jengah menonton drama di depannya.

Spontan Belle menepis tangan Marlon, lalu menyengir pada anaknya. Mengenakan sepatu cantiknya Belle pun beranjak meraih tas tangan yang Marlon beli seharga rumah. Sebenarnya Belle tidak ingin terlihat mewah, tetapi tuntutan Marlon yang membuatnya harus bergaya di hadapan semua orang.

William duduk di pangkuan Belle, sementara Marlon menyetir mobil. Semenjak masalah yang datang pada keluarga mereka, Marlon dan Belle memang jadi sering berpergian, dengan terlibat ke dalam berbagai undangan. Marlon berupaya keras menunjukkan pada kalangan bisnisnya jika keluarganya bahagia.

"Paman, sepertinya Tuan Anderson juga seorang pebisnis. Apa kau mengenalnya?"

"Ya, aku mengenal Anderson Hutton."

"Sudah kuduga kau pasti mengenalnya, dengan begitu pertemananku dengan Barbara istrinya pasti akan semakin kuat."

"Kenapa begitu?" tanya Marlon.

"Karena kau mengenal Hutton, jadi tidak ada alasan bagimu melarangku untuk berteman dekat dengan istrinya."

"Apakah Rose tidak cukup menjadi sahabatmu?" Marlon mengingatkan Belle akan keberadaan Rose yang seperti terlupakan.

"Ya, aku mengingatnya, Paman. Tapi kau tahu sendiri aku dengan Rose sekarang berbeda. Keponakanmu itu sedang sibuk dengan tugas-tugas kuliah, dan memikirkan masa depan. Sedangkan aku sekarang adalah ibu rumah tangga, yang sibuk mengurus segala kebutuhan keluarga. Jelas! Aku dengan Rose berbeda dan pikiran kami tidak lagi sejalan."

"Tapi kalian masih bersahabat kan? Kurasa kau tidak perlu berteman dengan yang lain."

"Paman, aku butuh teman yang sepemikiran, dan kupikir Barbara Hutton orang yang tepat." Belle bersikeras dengan nada suara yang naik beberapa oktaf.

"Apa alasan Daddy melarang Mom berteman dengan Nyonya Barbara? Wanita itu ibu yang baik, dan sangat ramah pada William." Lerai sang anak mendukung ibunya, dan sangat tidak setuju dengan perkataannya Marlon.

Situasi semakin panas, Marlon hanya diam, tidak lagi menggubris sangkalan sang anak.

Tiba di kediaman Hutton keluarga Exietera disambut dengan sangat baik, para pelayan berjejer dari gerbang utama sampai depan pintu. Terus terang Belle sungguh takjub dengan penyambutan itu, padahal mereka bukanlah tamu istimewa. Membuatnya semakin kagum dengan Barbara yang selalu ceria dan murah senyum pada siapa saja.

Rumahnya bak istana, megah dan menjulang tinggi. Beruntung sekali Barbara mempunyai suami kaya raya dan sehebat Hutton. Setelah bertemu dan berkenalan dengan Barbara, jujur Belle langsung mencari tahu tentangnya berikut suaminya Anderson Hutton. Maka dari itu Belle sedikit mengetahui tentang kekuasaan Anderson.

"Selamat malam, Belle, kau cantik sekali." Dari pintu utama Barbara keluar, langsung menyambut kehadiran Belle dan memeluknya.

"Terima kasih, kau juga sangat cantik," jawab Belle dan memuji wanita itu balik.

Tersenyum lebar dengan hangat Barbara menunjuk ke dalam rumahnya, lalu berkata. "Ayo, Bell, silahkan masuk."

Seraya merangkul Belle, wanita bermata biru itu pun melirik Marlon yang menggandeng tangan William. Barbara menyunggingkan senyumannya yang manis, dan mereka masuk ke dalam beriringan. Keluarga Exietera langsung diarahkan ke meja makan, di sana tampak banyak sekali hidangan yang menggugah selera.

"Maaf, suamimu di mana?" tanya Belle saat tidak melihat Anderson Hutton.

"Ooh, itu, suamiku tadi ada keperluan mendadak." Barbara menjawab agak lama, lalu berkata lagi, "maaf ya Tuan Marlon."

Belle mengangguk paham, sedangkan Marlon memutar bola matanya tidak peduli.

Dari arah tangga seorang anak perempuan pun muncul, kedua tangannya memegang dua buah boneka Barbie. Claire namanya, begitu melihat William anak perempuan itu langsung berlari menghampiri dengan wajah yang bahagia. Tanpa memedulikan ucapan Barbara ibunya, Claire menggandeng tangan William dan mengajaknya bermain.

"Claire, makan malam dulu." Teriak Barbara, berusaha menghentikan langkah anaknya.

"Tidak, Mom, makan duluan saja," jawabnya.

Merasa tidak enak Barbara hanya melirik Belle, yang meminta pengertian darinya jika mereka seperti anak-anak pada umumnya. Hanya suka bermain, bermain, dan bermain. Sebagai teman yang baik Belle cukup memakluminya, tetapi tidak dengan Marlon, dengan perasaan bosan lelaki itu pun pergi.

"Maaf, aku harus menerima telepon," ujarnya.

Sepeninggal Marlon tentu saja Barbara semakin tidak enak, wajahnya begitu merah menahan malu. Akan tetapi Belle sangat mengerti dan memeluknya erat. Mengingat malam juga sudah naik Belle pun memenuhi ajakan Barbara untuk dinner bersama, tentu setelah Marlon berpamitan meeting kerja.

"Belle, aku benar-benar minta maaf untuk malam ini, karena dinner kita yang pertama kali jadi berantakan."

"Tidak masalah, Barb, tidak apa-apa."

"Tapi aku sudah membuat Marlon pergi."

"Tidak, Paman Marlon memang ada tugas kantor yang harus diselesaikan malam ini."

"Bekerja di malam hari?" tanya Barbara aneh.

Sontak Belle terdiam, bola matanya meredup seakan menyadari sesuatu.