webnovel

Pangeran Tanpa Takhta

Ulfa. Seorang gadis tamatan SMA yang merantau dan bekerja sebagai manajer restoran di kota. Meski pendidikannya tidak sarjana, tetapi kemampuannya patut diacungi jempol. Bakat bisnisnya bertumbuh seiring perkerjaannya yang terus merangkak naik. Usia yang sudah menginjak dua puluh empat tahun membuat banyak orang mengkhawatirkan jodohnya. Akan tetapi, Ulfa memang sangat berbeda dari gadis kebanyakan. Dia tertutup, pendiam, dan tidak suka mencampur-adukkan urusan pribadi dan pekerjaan. Selain itu, dia seperti menutup diri dari para lelaki yang mencoba mendekati. Ulfa bagai karang yang tak tersentuh. Ada satu rahasia yang tidak diketahui oleh orang lain selain orang-orang dari tempat asal Ulfa. Dia yang kata orang berbakat, punya usaha rumah kontrakan dan rental mobil, ternyata menyimpan luka lama yang tak kunjung sembuh dan membuatnya menutup hati. Di sisi lain, seorang direktur utama di sebuah perusahaan ternama berusia dua puluh tujuh tahun sedang mencari jodoh atas paksaan orang tua. Dia sering dihantui oleh mimpi buruk tentang gadis bernama Hana yang membuatnya berpikir ulang untuk menikah sampai usianya yang begitu matang. Suatu hari tanpa sengaja Gheza dan Ulfa bertemu di sebuah restoran yang berhubungan dengan bisnis. Awalnya, Gheza tidak tertarik sama sekali pada Ulfa, tetapi saat mengetahui sedikit saja tentang gadis itu, dia langsung memutuskan untuk menjadikan Ulfa sebagai menantu dari orang tuanya dan berniat memperjuangkan Ulfa. Saat diselidiki, ternyata Ulfa berhubungan dengan laki-laki bernama Ren. Banyak orang bilang Ulfa itu jomlo dan tidak mau berhubungan dengan pria mana pun sampai dirinya benar-benar siap. Akan tetapi, Gheza juga pernah mendengar sendiri saat Ulfa menelepon orang yang bernama Ren itu. Dia sakit hati, padahal belum ada hubungan apa pun di antara mereka. Ulfa mempunyai seorang teman yang bernama Putri. Ulfa mengatakan pada temannya itu bahwa dia tidak asing dengan wajah Gheza, tetapi saat diingat-ingat pun dia tak mendapatkan jawaban. Saat Putri ingin pulang kampung, Ulfa menitipkan banyak barang-barang yang membuat Gheza curiga dengan orang yang bernama Ren itu, karena dia sudah beberapa kali mendengar langsung Ulfa menyebut nama Ren. Akhirnya Gheza menyuruh seseorang untuk mencari tahu asal usul Ulfa yang berasal dari desa jauh dari kota. Ternyata pengintaian itu membuka satu lembaran lama yang terhubung antara Gheza dan Ulfa di masa lalu. Tempat asal Ulfa adalah desa yang bersebelahan dengan desa tempatnya KKN dulu saat kuliah. Gheza makin penasaran saat mendapati kenyataan bahwa Ulfa bukanlah seorang gadis. Melainkan seorang ibu dengan satu anak laki-laki yang sudah berusia lima tahun. Sebagai orang yang berkuasa, mudah saja bagi Gheza untuk mencari tahu data Ulfa di cacatan sipil. Sayangnya, yang tertera di sana menyatakan bahwa Ulfa memang seorang gadis dan belum pernah menikah sebelumnya. Nama Ren malah terdaftar di kartu keluarga ayah dan ibunya Ulfa. Gheza ingin menyudahi perasaannya pada Ulfa, tetapi lagi-lagi dia seperti dituntun takdir untuk lebih tahu siapa Ulfa. Wanita itu sudah berulang kali menolak perasaan yang Gheza utarakan, dan itu membuat Gheza makin yakin bahwa ada yang tidak benar dari wanita itu. Gheza sudah memutuskan untuk berhenti mengejar dan mencari tahu tantang Ulfa yang sepertinya hanya sia-sia. Dia hampir menikah dengan wanita pilihan orang tuanya dan benar-benar tidak peduli lagi pada Ulfa dan segala tentangnya. Hingga akhirnya sebuah peristiwa terjadi dan membuat satu kenyataan terkuak bahwa Ren, putra Ulfa itu adalah anak biologisnya.

Soekowati_Lesmana · Teen
Not enough ratings
6 Chs

Mimpi Itu Lagi

Gheza tersenyum tipis. Dia langsung bisa menyimpulkan bahwa Ulfa bukan gadis yang suka basa-basi. Wanita itu tegas, lugas, dan penuh percaya diri. Gheza semakin yakin bahwa gadis itu cocok untuk mendampinginya kelak.

"Saya ada keperluan. Bukan dengan pak Wicaksana, melainkan kepentingan pribadi denganmu." Gheza juga tidak ingin berlama-lama menghabiskan kata-kata yang tidak penting.

"D-dengan ... saya?" Ulfa menunjuk diri sendiri dengan mata terbelalak. Benaknya bertanya-tanya untuk apa pengusaha yang terkenal kaya raya itu mencari dirinya? Seumur-umur baru kali ini dia berhadapan dengan pria di tempat kerja, tetapi membahas masalah pribadi.

"Iya, kamu?"

Tiba-tiba Ulfa merasa tercekat. Mengingat-ingat lagi apakah dirinya telah berbuat salah. Urusan kerja sama dengan pak Wicaksana tidak ada sangkut-paut dengannya. Kalau urusan pribadi, Ulfa merasa tidak kenal dengan Gheza kecuali bertemu pertama kali beberapa hari yang lalu.

Gheza malah tersenyum simpul saat melihat raut wajah Ulfa yang menegang.

"Santai saja, saya hanya ingin ngobrol sebentar."

"Maaf sebelumnya, saya tidak terbiasa mencampur adukkan urusan pribadi dengan pekerjaan. Di sini saya sedang bekerja, tidak etis rasanya jika mengurusi sesuatu yang sifatnya pribadi," tolak Ulfa tegas.

Gheza lagi-lagi dibuat terpana. Apalagi setiap kalimat yang keluar dari mulut gadis itu, diiringi keyakinan. Tanpa keraguan sedikit pun.

"Kalau begitu nanti malam, di restoran Anggrek Bulan," tawar Gheza langsung.

Ulfa makin tidak mengerti apa maksud pria itu. Apalagi Anggrek Bulan adalah restoran yang terkenal dan sering dikunjungi oleh orang yang berpasangan. Dia sedikit merasa risi dan memikirkan hal yang tidak-tidak.

"Jangan menolak. Niat saya baik." Gheza langsung memotong saat Ulfa hendak membuka mulut, bisa dipastikan gadis itu akan menolak tanpa berpikir.

"Sekali maaf, Tuan. Kita tidak saling mengenal. Saya rasa kita tidak ada keperluan apa pun selain kerja sama bos saya dengan Tuan," tolak Ulfa lagi. Sejauh ini dia sama sekali tidak berniat menatap Gheza. Sejak tadi terus saja menghindari tatap mata. Sangat berbeda dengan gadis-gadis di luaran sana yang selalu menatap wajah tampan Gheza dengan rakus tak mau berpaling.

"Saya Gheza. Kamu Ulfa. Sudah kenal, kan? Saya tunggu jam tujuh. Kalau kamu tidak datang ... maka saya yang akan datang ke rumahmu." Setelah itu Gheza langsung bangkit dan berjalan ke luar.

"Dia tahu rumahku?" pekik Ulfa saat sosok Gheza sudah hilang dari pandangan. "Apa-apaan dia? Memang dia itu siapaku, sih? Ngatur banget," gerutu Ulfa entah pada siapa.

***

Tepat jam tujuh malam, Gheza sudah menunggu Ulfa di tempat yang sudah dijanjikan. Sesekali dia melirik arloji yang melingkar di lengan kiri. Sempat berniat memesan makanan terlebih dahulu, tetapi dibatalkan karena ragu tentang selera makan seperti apa yang diminati gadis yang baru dikenalnya itu.

Lima belas menit berlalu. Tidak ada tanda-tanda kemunculan Ulfa. Gheza mulai resah, nampak dari caranya mengetuk-ngetuk meja dengan jari-jarinya. Matanya liar menatap ke sana ke mari. Meyakinkan diri sendiri bahwa gadis yang dia tunggu akan datang dari arah mana saja.

Jarum jam menunjukkan jam delapan. Kursi di hadapan masih kosong, pertanda gadis itu belum datang juga.

"Ahh, aku lupa minta nomor ponselnya," kesal Gheza pada diri sendiri. Dia mulai menimbang-nimbang apakah Ulfa akan datang atau tidak. "Dia tadi tidak mengiyakan, astaga."

Gheza meraup wajah kasar. Dia sudah salah menilai, mengira gadis itu akan datang dengan satu perintah. Lupa bahwa gadis itu berbeda dari yang lain. Berprinsip.

Setelah memastikan Ulfa tidak datang, Gheza memutuskan pergi meninggalkan tempat itu. Sedikit kesal karena untuk meja tersebut harus dipesan jauh-jauh hari bagi orang pada umumnya. Sedangkan dirinya mengandalkan uang untuk bisa mendapatkan satu meja. Meski harus berakhir dengan kegagalan.

Di lain tempat ...

[Fa, besok aku pulang kampung. Nggak lupa, kan?] Suara nyaring Putri terdengar melalui sambungan telepon.

"Nggak. Ini aku lagi belanja, udah dulu, ya? Besok aku antar ke rumahmu." Ulfa yang baru turun dari taksi buru-buru memasukkan ponsel ke dalam tas, lalu berjalan memasuki salah satu pusat perbelanjaan.

Tanpa disadari dari jauh seseorang tak sengaja melihatnya. "Itu, kan, Ulfa. Ngapain malam-malam gini ke mall?" tanyanya pada diri sendiri. Tanpa pikir panjang ia segera masuk ke basement, berniat mengikuti Ulfa.

Ia bingung sendiri saat sudah masuk. Sebab, tidak tahu Ulfa pergi ke lantai berapa, padahal mall itu sangat luas. Apalagi mencari seorang wanita di antara ratusan orang. Mendadak ia merasa dirinya sangat konyol. Namun, karena sudah terlanjur, ia meneruskan langkah mencari dari satu toko ke toko lain dengan mata awas. Mencari gadis dengan rok hitam, sweter biru dan jilbab hitam. Begitulah yang ia tangkap dalam penglihatannya tadi.

Langkahnya terus menyusuri toko pakaian, kosmetik, perhiasan, tas dan sepatu. Menurutnya itulah yang akan dibeli para wanita ketika berbelanja. Akan tetapi, sudah beberapa lantai ia telusuri toko-toko sejenis, sosok Ulfa belum juga terlihat.

Kini ia mencari di sembarang tempat. Hampir menyerah karena kakinya sudah terasa pegal. Hingga melihat gadis yang ia cari sedang berada di toko mainan anak-anak.

'Sedang apa dia di sini?' gumamnya dalam hati. Dengan langkah perlahan mencoba mendekati. Kini ia berdiri di sebelah rak yang berisi robot mainan, sedangkan Ulfa ada di sisi yang lain. Ternyata gadis itu sedang menerima telepon. Ia pun menajamkan pendengarannya.

"Oke. Love you too, Ren. Waalaikumsalam."

Bagai dihantam palu. Tiba-tiba saja Gheza merasa hatinya begitu sesak. Ya, orang yang sejak tadi mengikuti Ulfa adalah Gheza. Tubuhnya seperti kaku, sulit sekali digerakkan. Akan tetapi ... bukankah sejauh ini dia juga belum ada hubungan apa-apa dengan Ulfa?

Gheza kembali meraup kesadaran saat melihat Ulfa sudah keluar dari toko mainan dengan menenteng tas berukuran besar. Entah mainan apa yang dia beli karena Gheza tidak sempat melihatnya.

Akhirnya Gheza memutuskan untuk pulang. Mungkin sudah cukup langkahnya hari ini menjadi penguntit seorang gadis. Padahal biasanya dirinya yang diikuti banyak gadis. Untung saja topi dan masker yang sempat dia gunakan bisa memuluskan penyamaran kali ini. Kalau sampai keberadaannya di tempat umum diketahui banyak orang, bisa-bisa pemuda bertubuh tinggi itu akan dikerubungi banyak orang. Terutama paparazi pencari berita.

*

Gheza baru selesai mandi, dia menyandarkan punggung ke sandaran tempat tidur berukuran besar. Memikirkan yang terjadi beberapa hari belakangan ini.

Awalnya Gheza merasa biasa saja terhadap Ulfa. Bahkan pertemuan pertama di restoran waktu itu sama sekali tidak memantik perasaan apa pun di hatinya. Tetapi, kenapa sosoknya seperti selalu menghantui?

"Aaaakh!" Gheza menggusar rambutnya hingga menjadi acak-acakan. "Apa dia udah punya kekasih?" gumamnya lagi.

Segera dia meraih ponsel yang terletak asal di nakas.

"Dion. Besok ikuti gadis manajer itu. Lihat apa saja yang dilakukan sepanjang hari."

[Bukannya besok dia libur, Tuan?]

"Justru karena dia libur. Kalau kerja untuk apa diikuti?" ketus Gheza yang langsung mematikan sambungan telepon, bahkan sebelum mendapat jawaban dari asistennya. Setelah cukup lama sibuk dengan pemikirannya sendiri, akhirnya Gheza tertidur pulas.

"Tolooong! Tolong jangan." Seorang gadis memohon dengan lirih pada laki-laki yang sudah mengungkung tubuhnya.

Namun, lelaki itu tak menggubris sama sekali. Seringai kecil terbit di bibirnya. Ia bahkan terlihat makin bergairah melihat tubuh yang mulus dan polos seperti wajah korban.