webnovel

Bab 06

Masih di rumah opa Tri,

Di teras depan rumah opa Tri lagi..

"Yuk, berangkat", kata oma Dyah.

"Tumben..", sambung opa Tri yang heran melihat Hakim yang sudah menggunakan blangkon.

"Mami..", kata Citra.

"Iya sayang, kenapa ?", tanya Titah.

"Opa kenapa, kok lihat papi kaya orang bingung mi ?", tanya Citra juga.

"Oh itu, mungkin opa kaget melihat papi kalian menggunakan blangkon sebelum oma bertanya pada papi mu soal blangkon nya", jawab Titah.

"Oh begitu..!!", seru anak-anak Hakim dan Titah.

"Loh kok taksih teng mriki ta, sumangga jengkar"

(Loh kok masih di sini sih, hayuk berangkat), kata oma Dyah lagi.

"Inggih oma"

(Iya oma), sambung semua yang ada di teras depan rumah.

Di mall,

Di lobby mall..

"Kita misah ya Hakim, nanti ngumpul untuk makan malam, makan malam anak-anak kalian saja ya yang menentukannya untuk makan malam dimana, oh ya nanti chat whatsapp oma atau opa saja ya", kata oma Dyah.

"Iya oma", sambung Hakim dan Titah.

Di rumah opa Tri,

Di depan kamar Paijo..

"Mi..", kata Abdul Latief.

"Iya dul, punapa ?"

(Iya dul, kenapa ?), tanya Darmi.

"Panjenengan ampun mondar mandir, kawula puyeng tahu melihat panjenengan mondar mandir kados punika"

(Kamu jangan mondar mandir, saya pusing tahu melihat kamu mondar mandir seperti itu), jawab Abdul Latief.

"Kawula bingung ugi khawatir amargi Paijo teng lebet kamar mboten keluar-keluar, ugi nangisnya ugi kencang sekali, membuat khawatir kemawon"

(Saya bingung dan khawatir karena Paijo di dalam kamar tidak keluar-keluar, dan nangisnya juga kencang sekali, membuat khawatir saja), kata Darmi.

"Emang e panjenengan kemawon ingkang khawatir kawula ugi tahu"

(Memangnya kamu saja yang khawatir saya juga tahu), sambung Abdul Latief.

"Lajeng gimana, punapa kita telepon para ndara kemawon mi ?"

(Terus bagaimana, apa kita telepon para ndara saja mi ?), tanya Abdul Latief.

"Pareng dul, nangging ampun telepon ndara ibu sepuh ugi ndara romo sepuh nggih"

(Boleh dul, tapi jangan telepon ndara ibu sepuh dan ndara romo sepuh ya), jawab Darmi.

"Oke, lah lajeng kawula kedah menelepon sinten mi ?"

(Oke, lah terus saya harus menelepon siapa mi ?), tanya Abdul Latief lagi.

"Priyantun ingkang paling bijaksana teng dalem menika sinten dul ?"

(Orang yang paling bijaksana di rumah ini siapa dul ?), tanya Darmi lagi.

"Pak Hakim, mi", jawab Abdul Latief lagi.

"Nah punika tahu, nggih sampun telepon pak Hakim"

(Nah itu tahu, ya sudah telepon pak Hakim), kata Darmi lagi.

"Oke mi..", sambung Abdul Latief lagi

Di mall,

Di toko buku..

"Mi sudah dapat belum buku yang mami cari ?", tanya Hakim.

"Sudah pi, baru dua, dua lagi yang belum", jawab Titah.

"Oh gitu, ya sudah papi cari alat-alat kantor dulu deh", kata Hakim.

"Oh oke..", sambung Titah.

"Mi..", kata Hakim lagi.

"Inggih pi"

(Iya pi), sambung Titah lagi.

"Papi titip hp ya, nanti kalau ada telepon angkat saja ya mi", kata Hakim lagi.

"Inggih papi sayang"

(Iya papi sayang), sambung Titah lagi.

"Oke mami sayang, muach", kata Hakim lagi.

"Muach", sambung Titah lagi

Di rumah opa Tri,

Di depan kamar Paijo lagi..

"Ngapa dul ?"

(Kenapa dul ?), tanya Darmi.

"Mboten diangkat mi"

(Tidak diangkat mi), jawab Abdul.

"Nggih dicoba meneh"

(Ya dicoba lagi), pinta Darmi.

"Sampun, tetap padha, mboten diangkat uga mi"

(Sudah, tetap sama, tidak diangkat juga mi), kata Abdul Latief.

"Terlewat gimana ya, ah coba bu Hakim, dul"

(Lalu bagaimana ya, ah coba bu Hakim, dul), pinta Darmi lagi.

"Oh nggih, tunggu aku coba nggih"

(Oh iya, tunggu saya coba ya), kata Abdul Latief lagi.

"Nggih.."

(Ya..), sambung Darmi.

Di mall,

Masih di toko buku..

"Duh siapa sih yang telepon", kata Titah.

"Mi, papi sudah selesai nih, dan lengkap juga, yuk kita ke kasir untuk bayar", sambung Hakim.

"Tunggu sebentar ya pi, mami angkat telepon dulu", kata Titah lagi.

"Iya mi..", sambung Hakim lagi.

"Siapa mi ?", tanya Hakim.

"Abdul Latief, pi", jawab Titah.

"Oh..",  kata Hakim.

Percakapan Titah dan Abdul Latief lewat telepon.

"Assalamu'alaikum bu", Abdul Latief memberikan memberikan memberikan salam pada Titah.

"Wa'alaikumussalam dul", Titah menjawab salam dari Abdul Latief.

"Ngapa dul ?"

(Kenapa dul ?), tanya Titah.

"Bapak ana bu ?"

(Bapak ada bu ?), tanya Abdul Latief juga.

"Ana, tunggu sedhela ya dul"

(Ada, tunggu sebentar ya dul), jawab Titah.

"Inggih bu"

(Iya bu), kata Abdul Latief.

Masih di toko buku..

"Nih pi", kata Titah yang memberikan hpnya pada Hakim.

"Haa, maksudnya mi ?", tanya Hakim.

"Abdul Latief ingin berbicara dengan papi", jawab Titah.

"Oh iya mi", kata Hakim.

"Ya, mami duluan ngantri di kasir ya pi, mana barang belanjaannya papi biar mami bawa sekalian ?", tanya Titah.

"Ini mi", jawab Hakim.

Percakapan Hakim dan Abdul Latief lewat telepon.

"Assalamu'alaikum dul", Hakim memberikan salam pada Abdul Latief.

"Wa'alaikumussalam pak", Abdul Latief menjawab salam dari Hakim.

"Kenapa dul ?", tanya Hakim.

"Paijo, pak, pak, Paijo," jawab Abdul Latief dengan panik.

"Haa.. Paijo, Paijo kenapa dul ?", tanya Hakim lagi.

"Paijo di kamar dari tadi dan belum keluar dari kamarnya, saya takut terjadi apa-apa dengan Paijo", jawab Abdul Latief lagi.

"Tunggu saya pulang ya dul, habis makan malam", kata Hakim.

"Inggih pak"

(Iya pak), sambung Abdul Latief.

"Assalamu'alaikum dul", Hakim memberikan salam pada Abdul Latief.

"Wa'alaikumussalam pak", Abdul Latief menjawab salam dari Hakim.

Di rumah opa Tri,

Di depan kamar Paijo lagi..

"Gimana dul, kapan pak Hakim mulih ?"

(Bagaimana dul, kapan pak Hakim pulang ?), tanya Darmi.

"Katanya habis pangan bengi mi"

(Katanya habis makan malam mi), jawab Abdul Latief.

"Suwe dong, keburu Paijo ngapa-ngapa neng jero"

(Lama dong, keburu Paijo kenapa-kenapa di dalam), kata Darmi.

"Lah iya, ya wis awake dobrak wae pintunya yen ngono mi"

(Lah iya, ya sudah kita dobrak saja pintunya kalau begitu mi), sambung Abdul Latief.

"Ya wis kana gih, dobrak, paling habis iki kowe di Purwokerto kan oleh pak Hakim, dul, amarga lawang e rusak"

(Ya sudah sana gih, dobrak, paling habis ini kamu di Purwokerto kan oleh pak Hakim, dul, karena pintunya rusak), kata Darmi lagi.

"Haduh ra sido deh, ketuk wae pintunya yen ngono"

(Haduh tidak jadi deh, ketuk saja pintunya kalau begitu), sambung Abdul Latief lagi.

"Ya wis mangga"

(Ya sudah hayuk), kata Darmi lagi.

"Jo, Paijo, jo, Paijo", kata Darmi dan Abdul Latief yang mengetuk-ngetuk pintu kamar Paijo.

Di mobil Hakim..

"Haduh..", keluh Titah yang kesakitan karena Hakim ngebut dan panik ketika menyetir mobilnya.

"Eh Hakim, Hakim Hafiz, bisa tidak sih nyetir tidak usah pake ngebut, pelan, santai, kan kalian pindah ke rumah yang baru besok", keluh oma Dyah yang protes ketika Hakim ngebut dan panik ketika menyetir mobilnya.

"Maaf oma, istriku, ini menyangkut nyawa seseorang di rumah", kata Hakim.

"Haa.., nyawa seseorang", kata oma Dyah, opa Tri, dan Titah.

"Nyawa seseorang, bagaimana maksudnya Hakim ?", tanya opa Tri.

"Ceritanya panjang, nanti juga tahu", jawab Hakim.