1 Pertemuan Pertama

Sial.

Hari ini hari Senin. Jadwal kuliah padat, mata kuliah jam pertama di pukul 08.00 kali ini dengan dosen yang terkenal killer, dan sekarang Taera kesiangan. Fix, ini bakalan jadi Senin yang ngebetein buat Taera.

Dia langsung melempar selimutnya begitu melihat jam di layar hp yang sudah menunjukkan pukul 07.40. Taera langsung berlari ke kamar mandi dan berusaha untuk mandi secepat kilat. Untung saja kostannya menyediakan kamar mandi dalam, jadi Taera nggak perlu mengantri untuk mandi.

Setelah mandi, Taera kemudian menyambar kaos putih dan mengenakan celana jeans. Dia kemudian teringat kalau ke kampus nggak boleh pakek kaos, akhirnya dia menyambar kemeja kotak-kotak dengan perpaduan warna hitam dan kuning yang ada digantungan bajunya.

Taera membaui kemeja itu. Dia lupa kapan terakhir memakainya.

"Ah nggak bau kok. Keringet gue kan wangi," kata Taera kemudian memakai kemeja itu untuk menutupi kaos itu tanpa mengancingkannya.

Secepat yang dia bisa, Taera memakai bedak tipis dan memakai lipgloss serta kacamata bulat.

"Sial, udah mau jam 8," umpat Taera setelah mengecek hpnya lagi.

Dia langsung menyambar buku apapun yang ada di meja dan memasukkannya ke dalam tas. Dia tak sempat menyisir rapi rambutnya dan hanya menguncir sekenanya.

Taera segera mengunci kamar. Kamarnya yang ada di lantai dua membuat Taera cukup lama untuk mengambil sepatu yang ada di rak lantai bawah. Dengan cepat dia memakai sepatu dan berlari keluar kostan. Setelah mengunci pintu kostan, Taera segera berlari ke parkiran dan masuk ke dalam mobil.

Semoga Pak dosen datangnya telat, do'a Taera dalam hati.

***

Notifikasi di hp cowok ini nggak ada sepinya. Setelah acara debat calon ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) kemarin, banyak sekali yang memberi ucapan selamat kepadanya. Pasalnya, kemarin dia unggul dalam segala aspek yang ditanyakan saat debat. Dia yakin, Ervan-calon wakilnya, juga dibanjiri ucapan selamat dan semangat untuk pemilihan ketua BEM seminggu lagi.

Ardilo meletakkan hpnya lagi di saku celana setelah membalas beberapa pesan. Dia kemudian mengambil sarapan yang sudah disiapkan oleh bibi di ruang makan. Kostan Ardilo tergolong kostan yang mewah karena menyediakan sarapan sampai makan malam dengan kualitas makanan yang diatas rata-rata makanan mahasiswa pada umumnya.

Ardilo membawa sarapannya ke ruang tengah. Ternyata disana ada Jefry, teman satu kostan Ardilo yang kamarnya ada di dekat ruang tengah. Dia sedang bersiap untuk kuliah.

"Ardi, lo nggak kuliah?" tanya Jefry.

"Gue ada kelas nanti jam 1 siang," jawab Ardilo kemudian menikmati sarapan sambil menonton berita.

"Enak banget hidup lo, hari Senin kuliah siang," kata Jefry sambil merapikan kemeja.

Ardilo manggut-manggut sambil mengunyah makanannya.

Jefry sibuk merapikan buku-buku dan memasukkannya ke dalam tas.

"Lo bukannya kuliah jam 10?" tanya Ardilo saat melihat Jefry kini sudah siap berangkat.

"Iya, ini masih jam 8 sih. Tapi gue mau ke kostannya Jeje dulu. Mau sarapan bareng," kata Jefry kemudian tersenyum.

"Yang punya pacar beda ya, gue jomblo bisa apa," komentar Ardilo.

Jefry tertawa, "Lo jangan punya pacar dulu. Fokus aja sama pemilihan ketua BEM. Saingan lo tuh banyak pendukungnya juga."

"Iya. Tenang aja," kata Ardilo kemudian melanjutkan sarapannya.

"Ya udah gue berangkat dulu," pamit Jefry.

"Hati-hati bro."

***

Stefa bolak-balik melihat ke arah pintu kelas. Taera belum datang. Dia adalah orang yang paling repot kalau ada apa-apa dengan Taera. Mereka sudah berteman sejak masuk ke kampus ini. Keduanya menjadi sahabat apalagi setelah mereka sekelas terus sejak semester 1.

"Lo hampir aja telat. Untung dosennya baru masuk," bisik Stefa menyambut Taera yang baru saja duduk dan ngos-ngosan karena lari dari parkiran mobil menuju kelasnya.

"Gue kesiangan," jawab Taera singkat.

"Lo begadang lagi?" tanya Stefa.

"Iya. Gue keasyikan nonton drama Korea," kata Taera sambil mengeluarkan buku catatan, "Lo juga kelihatan ngantuk."

"Iya kemarin gue habis pulang malem. Habis ikutan nonton debat calon ketua BEM," jawab Stefa.

"Tumben lo mau ikut nonton acara debat?"

"Iya dong. Gue kan mau ikut BEM tahun ini. Jadi, gue harus tau siapa aja calonnya."

"Siapa aja emang?"

"Pasangan pertama ada kak Ardilo sama Ervan, pasangan kedua ada kak Putra sama Dino."

"Dino temen sekelas kita ini? Jadi calon wakil ketua BEM?" tanya Taera tidak percaya.

"Iya. Lo sih kudet sama berita-berita ginian, abis kuliah langsung aja pulang, nggak pernah peduli sama acara kampus, ya mana tahu."

"Ye....percaya deh sama anak gaul, anak hits. Gue sih tahu kak Putra kakak tingkat kita, Ervan temen angkatan kita tapi anak manajemen. Kalau kak Ardilo? Yang mana dah?"

Stefa yang jengkel diam-diam mengeluarkan hpnya untuk memperlihatkan wajah kak Ardilo, "Nih orangnya. Ganteng kan?"

Taera hanya manggut-manggut, "Selera kita beda."

Stefa memukul lengan Taera, "Ganteng tahu ih."

"Kan standar ganteng menurut gue sama lo beda, Stef."

Stefa dan Taera sibuk memperdebatkan kegantengan kak Ardilo sampai-sampai mereka berdua tidak memperhatikan dosen yang sudah mulai mengajar sejak tadi.

"Tolong jangan berisik ya. Yang berisik keluar aja," kata dosennya yang mulai menyadari ada bisik-bisik kegaduhan di kelasnya.

Stefa dan Taera langsung diam. Mereka sadar diri dan mulai memperhatikan dosen mereka.

***

Walaupun Ardilo ada kelas jam 13.00, sekarang dia sudah di kampus. Emang sih ini masih jam 10.00, tapi dia mau fotocopy beberapa materi kuliah tambahan. Ardilo memang terkenal idaman banget. Ganteng, pintar, rajin, baik, ramah, aktivis, pokoknya sekalinya ngomong semua pada dengerin dia, sekalinya senyum banyak banget cewek-cewek yang jatuh cinta.

Ardilo jalan dari fotocopy-an menuju ke tempat duduk yang ada di depan taman. Dia terlalu fokus memeriksa hasil fotocopyan-nya kemudian dia menabrak seseorang.

Bruk.

"Maaf maaf," kata cewek yang ditabrak Ardilo. Dia membantu merapikan fotocopy-an Ardilo yang berserakan di lantai.

"Gapapa. Aku yang minta maaf karena nggak ngelihat jalan," kata Ardilo begitu cewek itu berdiri.

Ardilo melihat cewek itu dari bawah ke atas. Tinggi sekitar 163 cm. Sepatu sneakers yang tali sepatunya sebelah rapi sebelah terlepas, celana jeans, kaos putih dibalik kemeja kotak-kotak kuning dan hitam yang sedikit kusut, kacamata bulat, dan rambut yang dikuncir sembarangan. Walaupun begitu, cewek itu masih kelihatan cantik. Begitu cewek itu tersenyum dengan senyumnya yang manis, Ardilo kemudian tersadar.

"Ini. Maaf ya, kak," kata cewek itu menyerahkan materi kuliah yang tadi di-fotocopy Ardilo.

"Makasih. Kamu mahasiswa sini juga?" tanya Ardilo.

"Iya, aku anak akuntansi, kak. Tingkat dua," jawab cewek itu.

"Oh anak Fakultas Ekonomi juga ya. Kirain anak fakultas lain," Ardilo tersenyum. Senyum yang bikin cewek-cewek kobam karena gantengnya.

Cewek itu hanya menatap Ardilo yang sedang tersenyum. Sepertinya dia terpesona dengan senyuman Ardilo.

"Aku Ardilo, anak manajemen, tingkat tiga. Nama kamu siapa?" tanya Ardilo sambil mengulurkan tangannya.

"Taera, kak," kata cewek itu kemudian bersalaman dengan Ardilo.

"Ah..oke Taera. Salam kenal ya. Maaf aku harus segera ke TU," kata Ardilo.

"Iya kak. Salam kenal juga."

"Sekali lagi sorry ya, tadi udah nabrak kamu."

"Gapapa, kak. Kan nggak sengaja."

"Ya udah, sampai ketemu lagi," pamit Ardilo sambil tersenyum.

Taera hanya mengangguk. Kemudian Ardilo berjalan menjauhinya.

"Jadi itu kak Ardilo? Calon ketua BEM fakultas gue? Kalau ketua BEM-nya kayak dia, gue juga mau ah daftar jadi anak BEM," kata Taera sambil melihat punggung Ardilo.

avataravatar
Next chapter