webnovel

Patah Hati

Sekarang Leonard sudah duduk di samping kiri gadis itu, sudut matanya menatap wajah Naomy yang tertutup rambut hitamnya. Sesekali semilir angin datang berembus menyingkap rambut Naomy yang menutupi wajah manisnya.

Untuk beberapa saat, hanya ada keheningan dan kesunyian yang ada di antara mereka berdua. Leon merasa ragu untuk memulai pembicaraan, karena satu sisi Leon sadar bahwa seseorang yang sedih itu perlu waktu untuk menenangkan diri sendiri tapi, di sisi lain Leon juga mengerti bahwa seseorang yang sedang bersedih itu memerlukan orang lain untuk berbagi cerita yang mungkin akan membuat perasaannya menjadi lebih lega.

Untuk kedua kalinya, pria itu mengacak-ngacak rambutnya. "Gue udah duduk di rumput ini dan tadi gue udah mutusin untuk mencoba nenangin ni cewek. Come on Yon, ayolah. Masak ngadepin cewek yang lagi galau gini bingung. Lo kan masternya wanita, hal kayak gini gampang lah bagi lo," ucap Leon pada dirinya sendiri.

 "Right, let start it and make it easy," ucap Leon menimpali kalimatnya yang ditujukan untuk dirinya sendiri.

Pria itu menghela nafasnya, di beberapa detik kemudian, ia mulai berkata, "hidup ini memang berat, semua orang pasti pernah ngerasain titik terendah dalam hidupnya. Termasuk gue."

Suara bariton Leon yang lembut membuat jantung Naomy sedikit bergetar. Entah mengapa rasanya seperti grogi dan timbul sedikit rasa gugup. Padahal, Naomy tidak pernah merasa grogi ataupun gugup saat berbicara dengan pria apalagi dengan pria yang baru dikenalnya beberapa menit  yang lalu. Eits! Ralat! Naomy bahkan belum mengenal pria Itu! Jangankan mengenal, mengetahui namanya saja TIDAK!

"Dari tadi kan lo udah nangis, udah cukuplah lo buang-buang air mata lo itu, udah cukup juga bersedihnya. Tuh lo lihat kantong mata lo, udah bengkak banget," ucap Leon yang berusaha menghibur Naomy.

"Lo itu gak tahu gimana rasa sedih yang gue rasain. Lo gak ngerti sakit hati yang gue alamin, rasa kecewa gue, marah semuanya bercampur jadi satu hiks," balas Naomy dengan isakan tangis di belakang kalimatnya.

Leon yang melihat Naomy semakin menangis pun bingung. Untuk ketiga kalinya, Leon kembali mengacak-acak rambutnya dengan kasar. "Anjir, nih cewek yah, malah makin nangis," panik pria itu dalam hati.

"Ya iya lah gue gak ngerti rasa sedih yang lo rasain. Gue gak ngerti sakit hati yang lo alamin dan gue juga gak ngerti rasa kecewa yang ada dalam diri lo, kan lo gak ada ngasih tahu ke gue apa masalah lo. Emangnya lo kira gue dukun? gue para normal? gue orang pintar? Yang bisa ngerasain apa yang lo rasain?" tutur Leon yang mengulangi kalimat ucapan Naomy lalu menambahkan beberapa pertanyaan di akhir dialognya.

"Ih, lo kok ngomong gitu sih hiks..." tangis Naomy semakin menjadi.

"Eh?! Kok lo makin nangis?"

"Habisnya lo sih hiks..." Tangis Naomy mulai mereda, tapi tetap saja matanya masih mengeluarkan buliran bening dan pernafasannya masih belum teratur.

Perasaan Leon semakin berkecamuk. Ada gelora yang muncul di dalam diri Leon ketika berbicara dengan gadis yang ada di hadapannya. Menurut Leon, gadis yang sedang menangis itu terlihat lucu ketika marah. Type cewek unik yang berbeda 180° dengan mantan pacar Leon.

"Iya iya sorry, gue gak bermaksud tahu," ucap Leon membela diri.

"Lagian, masalah apa sih yang lo alami sampai lo nangis sesenggukan gini?" sambung Leon sambil meletakkan ransel sekolahnya ke samping tubuhnya. Pria itu tahu bahwa pembicaraan yang sesungguhnya baru akan dimulai.

"Gu.. Gue..."

"Gue apa?  Ngomong yang jelas, jangan terbata-bata gitu dong," celetuk Leon yang greget melihat Naomy.

"GUE PATAH HATI! hiks..."seru Naomy yang semakin mengeraskan tangisannya.

"Sssttt...." Leon mengangkat jari telunjuknya lalu meletakkannya tepat di depan bibir Naomy. Gadis itu terkejut bukan main.

Tak sampai situ, hal lain yang membuat Naomy terkejut adalah ketika pria yang ada di hadapannya menggeser jari telunjuknya ke pipinya. Menangkupkan telapak tangannya ke wajah Naomy lalu menghapus air mata yang mengalir membasahi pipinya.

"Lo jangan nangis lagi ya!" pinta Leon pada Naomy, telapak tangan pria itu masih bergerak menelusuri pipinya untuk menghapus jejak-jejak air mata yang membasahi muka Naomy.

Deg! Jantung Naomy berdetak kencang, sepuluh kali lebih cepat dari biasanya!  Ada rasa tenang dan sedikit gusar yang memenuhi hatinya. Jujur, Naomy terkesima dengan tindakan pria itu. Dengan jarak sedekat ini, Naomy bisa menatap setiap inchi dari wajah pria yang menghapus air matanya.

"Nyaris sempurna!" ucap Naomy di dalam hati, tapi dengan cepat gadis itu langsung menggelengkan kepalanya, berusaha menghilangkan pikiran anehnya itu. "No Naomy! No! Jangan berpikir berlebihan!" timpal Naomy pada dirinya sendiri lalu menepis tangan Leon yang ada di pipinya.

"Eh ngapain lo megang-megang pipi gue?" tanya Naomy mengusap kasar pipinya untuk menghilangkan jejak tangan Leon yang berada di wajahnya.

"Apaan sih lo? Gue cuma menghapus air mata lo aja, gak lebih! Jadi jangan GR," jawab Leon yang heran dengan tingkah Naomy. Seumur hidup Leon, tidak ada satu pun wanita yang marah ataupun protes ketika dirinya menyentuh pipi wanita tersebut. Gadis yang di hadapannya itu adalah gadis pertama yang berani protes padanya.

"Apaan cuma menghapus air mata, udah lo itu jujur aja kalau lo itu mau modus kan sama gue?"

"Enggak! Enggak sama sekali! Ya kali gue modus sama lo, kayak ga ada cewek lain aja," balas Leon angkuh.

"Ih... Lo mending pergi aja deh dari hadapan gue. Kehadiran lo di sini buat mood gue makin hancur woi!" seru Naomy yang mulai kembali lagi menangis.

"Ya udah gue pergi, tapi lo jangan nangis gini. Gue juga lagi patah hati, tapi gak lebay kayak lo," ucap Leon lalu bangkit dari tempat duduknya.

Naomy yang mendengar kalimat Leon tersebut langsung meresponnya, "Eh lo lagi patah hati juga? Patah hati kenapa? Kapan? Bagaimana?" tanya gadis itu bertubi-tubi.

"Gak sekalian aja lo tanya siapa, mengapa, dimana?"

"Ya elah, gue serius woi!"

"Tadi. gue putus dari pacar gue."

"Berarti lo baru putus nih?" tanya Naomy yang semakin penasaran.

"Ya iyalah, makanya gue ke taman ini, niat awal mau menenangkan hati, eh malah harus dengar suara tangisan lo yang buat mood gue makin hancur sehancur-hancurnya."

"Hehehe ya maaf, kan gue gak sengaja. Gue juga gak maksud mengganggu ketenangan lo, tapi kan gue juga ga bisa ngendaliin perasaan gue," ucap Naomy membela diri.

"Terus mau sampai kapan nangis-nangisan gini? Mau sampai kapan ngikutin rasa sedih terus?"

Dep! Satu kalimat yang diucapkan Leon itu begitu kena di hati Naomy.

 

 

Hai para Readers!

Jangan lupa tambahkan Novel ini ke koleksi ya, biar kalian tidak ketinggalan ceritanya.

Jika ada saran dan kritik, sampaikan lewat kolom komentar ya!

Thank you!

Ice_Chococupcreators' thoughts